Prajurit TNI Bertugas di Daerah Sunyi, Ada Kejadian Aneh

Rabu, 05 September 2018 – 00:06 WIB
Prajurit gabungan Yonif 621/Manuntung dan Yonif 141/Aneka Yudha Jaya Prakosa menyanyikan yel-yel saat tiba di Pelabuhan Semayang, Balikpapan, pekan lalu. Foto: ULIL MUAWANAH/KALTIM POST

jpnn.com - Personel satuan tugas pengamanan perbatasan (Satgas Pamtas) TNI Angkatan Darat (AD) yang ditempatkan di perbatasan RI-Malaysia, menghadapi tantangan berat. Tanpa sinyal. Tanpa permukiman. Hanya bertemu wajah-wajah yang sama.

ULIL MUAWANAH - Balikpapan

BACA JUGA: TNI dan Tentara Malaysia Komitmen Menjaga Kawasan ASEAN

SETELAH sepuluh bulan bertugas, 700 prajurit gabungan dari Yonif 621/Manuntung yang merupakan unit Kodam VI/Mulawarman, dan Yonif 141/Aneka Yudha Jaya Prakosa dari Kodam II/Sriwijaya, Palembang, kembali merasakan hiruk-pikuk kota. Garis senyum membingkai sudut wajah barisan pria berbaju loreng di Pelabuhan Semayang, Balikpapan, pekan lalu.

Rindu bersua dan bertemu anak-istri di rumah. Seperti yang dirasakan Komandan Pos Long Latang Letda Inf Bambang Suseno.

BACA JUGA: TNI Kerahkan Kapal Rumah Sakit Bantu Korban Gempa Lombok

“Punya HP (handphone) canggih dan mahal percuma, di sana (Pos Long Latang) tidak ada sinyal. Sinyal aja enggak ada, bagaimana manusia. Hutan semua,” tuturnya sembari tersenyum saat berbincang-bincang dengan awak Kaltim Post (Jawa Pos Group). Pos Long Latang yang ditempati berada di daerah Malinau, Kaltara.

Dihuni bersama 15 orang lainnya, sehari-hari para prajurit bergantung dengan solar cell untuk mengisi baterai ponsel. HP, hanya itu hiburan mereka. Kondisi air bersih sulit. Air yang mengalir dari keran berwarna keruh, itu pun hanya berupa tetesan. Sehingga mereka mengandalkan air hujan yang jarang turun.

BACA JUGA: Mutasi Pati TNI: TNI AD 20 Orang, TNI AL dan TNI AU 18 Orang

“Kami berpatroli dengan berjalan kaki, 2 sampai 3 minggu baru kembali ke pos. Tidak ada aktivitas lain selain beristirahat saat sampai di pos. Di sana sangat sunyi dan senyap,” ujar anggota Yonif 141/Aneka Yudha Jaya Prakosa ini.

Peristiwa tragis jatuhnya helikopter Mi-17 pada 9 November 2013 lalu, yang menewaskan 13 orang terdiri dari prajurit dan sipil masih membekas hingga kini. Belum lagi lokasi kejadian berjarak kurang-lebih 200 meter dari pos pengaman perbatasan RI - Malaysia di Long Bulan, Kecamatan Long Pujungan, Malinau, Kaltara.

Beberapa kali kejadian aneh dirasakan, Komandan Pos Long Bulan Letda Inf Fahrudi. Bahkan empat orang anggotanya sempat kesurupan.

Ketika tiba di pos tersebut, para prajurit memang telah berziarah ke bangkai bekas jatuhnya helikopter. Sudah menjadi tradisi rutin sejak peristiwa nahas itu.

Dapur utama di pos itu tak lagi pernah digunakan, sebab usai peristiwa, lokasi itu digunakan sebagai gudang mayat sementara. “Kalau kata orang Jawa, ketindihan. Jadi kami rutin menggelar pengajian dan Yasinan buat mendoakan para arwah,” ucap Fahrudi.

Hanya berjarak beberapa meter dari perbatasan Malaysia, Fahrudi mengatakan, ancaman kegiatan illegal logging memang tinggi. Bila tidak dijaga, tidak hanya kegiatan illegal logging, tapi pergeseran patok sangat bisa terjadi.

Memakan waktu 1,5 jam terbang dari Tarakan, para prajurit kerap menitip surat bila ada helikopter yang singgah ke pos. Semua rindu dan saling bertanya kabar kepada sanak keluarga ditulis tangan. Bak kembali ke masa dulu, surat tersebut barulah sampai setelah sebulan lamanya kepada keluarga di Palembang.

“Surat sampai ke keluarga kadang sebulan, bahkan bisa lebih. Balasan surat itu juga datang sebulan berikutnya,” ucapnya.

Komandan Satgas Yonif 141/Aneka Yudha Jaya Prakosa Kodam II/Sriwijaya Letkol Inf M Aan Setiawan menuturkan, selain pegunungan, tantangan yang dihadapi prajurit ialah melawan hawa dingin. Karena pos berada di ketinggian 5.200 kaki.

Berbeda dengan daerah asalnya di Palembang, perbatasan Kalimantan jauh memiliki risiko. Di tengah hutan belantara mereka mesti melakukan patrol rutin. Ada 300-400 patok yang mesti didatangi.

“Kami tidur di dalam peti berukuran 2x1 meter. Seukuran peti mati lah. Meski pakai peti, hawa dingin masih terasa, jadi di dalam peti kami sumpal dengan kertas dan terpal biar tidak dingin,” kenangnya.

Bukan hanya narkotika dan minuman keras, Aan mengakui, banyak pelanggaran hukum di perbatasan yang sering dijumpai. Terutama di perlintasan Krayan, Kecamatan Krayan, Nunukan yang berbatasan langsung dengan serawak, Malaysia.

Masyarakat yang hidup di daerah Krayan memenuhi kebutuhan pokok dengan berbelanja ke Malaysia. Meski termasuk kegiatan ilegal, Aan tidak bisa melarang, sebab kebutuhan pokok seperti sembako memang sulit didapatkan. Juga tidak ada penyuplai langsung dari kota.

“Beberapa saat lalu, Panglima TNI memberikan bantuan suplai logistik menggunakan pesawat selama dua bulan. Dua hari sekali pesawat singgah ke Krayan membawa sembako seberat 300 kilogram, tapi karena biaya operasional yang besar sementara memang belum berlanjut lagi,” ucap Aan.

“Makanya ada meme lucu, di mana orang mengatakan semboyan Merah-Putih di dadaku, Malaysia di perutku di Krayan,” celetuknya. (lil/riz/k18)

BACA ARTIKEL LAINNYA... TNI-Polri Komponen Utama Keamanan dan Stabilitas Nasional


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler