JAKARTA – Anggota DPD RI asal Nusa Tenggara Timur (NTT), Sarah Lery Mboeik mengungkapkan praktek korupsi di NTT kian mengkhawatirkan. Maraknya praktek korupsi yang terjadi di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) disinyalir sebagai penyebab krusial sulitnya daerah yang berbatasan langsung dengan Timor Leste tersebut keluar dari garis kemiskinan yang akut.
Sarah mengatakan hanya Kota Kupang yang tidak termasuk sebagai daerah tertinggaldari 20 kabupaten/kota yang ada di NTT. 19 masuk kategori daerah tertinggal berdasarkan data dari Kementerian Percepatan Daerah Tertinggal (PDT)
Karena itu, Sarah Lery mengatakan dengan maraknya praktek korupsi, NTT akan menjadi semakin miskin. Apalagi, dari sejumlah kasus yang terjadi, tidak pernah menyentuh langsung aktor intelektual atau pengambil kebijakan tertinggi. Yang diproses hanya sekelas Pimpinan Proyek (Pimpro).
”Ini sudah lampu kuning. Tanda bahaya sudah di depan mata. Bagi saya, korupsi juga bagian dari pelanggaran HAM. Kejahatan kerah putih. Karena dengan korupsi, rakyat dirugikan. Semakin hari rakyat semakin miskin dan dampaknya daerahnya pun semakin tertinggal dari daerah lain,” ulas Sarah di Jakarta, Senin (16/7).
Menanggapi adanya laporan masyarakat NTT ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu, Sarah menegaskan langkah tersebut sudah benar. Karena, dugaan penyelewengan dana bantuan sosial (bansos) NTT senilai Rp 15.511 miliar yang disinyalir melibatkan Gubernur NTT Frans Lebu Raya tersebut juga ia ketahui secara mendalam. Bahkan, Sarah mengaku beberapa waktu lalu, pihaknya bersama Pengembangan Inisiatif Advokasi Rakyat (PIAR) NTT dan kelompok keuskupan NTT juga melaporkan hal yang sama ke KPK.
”Laporan itu saya masukan ke KPK agar terjadi aksi pemberantasan besar-besaran praktek korupsi di NTT. Tak hanya ke KPK, saya bersama elemen masyarakat NTT juga meminta BPK RI untuk melakukan audit terhadap dugaan terjadinya kerugian negara di NTT. Karena jika itu tidak juga dilakukan, baik oleh BPK maupun KPK, saya semakin putus asa kalau NTT bisa keluar dari cap jeleknya selama ini sebagai daerah tertinggal,” ungkap Sarah.
Sementara, peneliti Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) Jamil Mubarok menilai bahwa wilayah NTT memang cukup mengkhawatirkan. Ada dua hal yang tampak jelas di NTT, yakni miskin dan miss-manajemen. Kondisi itu terjadi karena selain praktek korupsi yang terus terjadi tanpa ada penanganan secara khusus baik dari pusat maupun daerahnya sendiri. Juga factor dominan yang menghambat gerak roda pembangunan adalah lemahnya kualitas SDM dan kemampuan manajerial pemerintahan daerah di NTT.
”Beberapa kali saya ke sejumlah daerah di NTT, kondisi tersebut tidak berubah. Rakyat miskin di mana-mana. Bahkan, di kantor pemerintahan pun hanya satu sampai dua orang saja yang bisa komputer dan internet. Artinya, lemah sekali peningkatan kualitas SDM di sana. Dan ini menandakan manajemen pemerintahan di sana (NTT) rendah, disiplin lemah dan kinerja tidak baik. Kondisi itupun masih diperburuk dengan maraknya praktek korupsi, juga akibat lemahnya fungsi pengawasan,” ujar Jamil.
Jika tidak ada pengawasan yang intensif terhadap maraknya praktek korupsi, lanjut Jamil, aparat di NTT bisa semakin seenaknya menjalankan roda pemerintahan. ”Sebagai pintu masuk, harus segera dibongkar sejumlah kasus korupsi yang memiskinkan masyarakat di sana. Salah satunya dugaan penyelewengan dana bansos yang katanya melibatkan gubernur NTT dan sudah dilaporkan ke KPK. Itu harus segera diusut tuntas. Karena, KPK harus menyambut baik kesadaran masyarakat NTT yang melaporkan dugaan korupsi tersebut,” tegas Jamil. (awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 730 Keuchik Tolak Raskin
Redaktur : Tim Redaksi