Praktisi Hukum: Koruptor Sebaiknya DIhukum Bersih-bersih di Monas

Kamis, 19 Desember 2019 – 23:58 WIB
Praktisi Hukum Alfons Loemau. Foto: Dokpri

jpnn.com, JAKARTA - Praktisi hukum Alfons Loemau menilai tindakan korupsi di Indonesia sulit diberantas, karena sanksi penjara seberat-beratnya kepada para koruptor tidak akan memberikan efek jera.

Alfons kemudian menyinggung soal buku yang ditulis oleh pengacara kondang terpidana korupsi, Otto Cornelis (OC) Kaligis berjudul 'KPK Bukan Malaikat' yang diluncurkan pada tanggal 7 Desember 2019 kemarin di Lapas Sukamiskin, Bandung.

BACA JUGA: Praktisi Hukum: OTT KPK Pimpinan Agus Raharjo Bukan Prestasi yang Patut Dibanggakan

Buku itu mengungkap sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh KPK dalam tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan Tipikor, berdasarkan pengakuan narapidana kasus korupsi di Lapas Sukamiskin.

"Biasanya kan di dalam praktek-praktek penyidikan hingga sidang, kalau kita baca buku terakhir OC. Kaligis 'KPK Bukan Malaikat' itu agak menakutkan, bagaimana cerita-cerita orang-orang jadi di Sukamiskin itu malah bukan ada efek jera dan tobat, mereka hanya berpikir kapan selesai (jalani hukuman) dan pulang," ujar Alfons dalam diskusi bertajuk Pemimpin Baru KPK dan Masa Depan Pemberantasan Korupsi yang digelar Forum Lintas Hukum Indonesia di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (18/12).

BACA JUGA: Praktisi Hukum Ini Bilang Agus Rahardjo Cs Turut Melemahkan KPK

 

Karena penjara tak memberikan efek jera, Alfons berharap, DPR, pemerintah dan semua stakeholder bisa duduk bersama untuk membuat aturan baru mengenai sanksi terhadap koruptor. Dalam hal ini, Alfons mengusulkan supaya koruptor dimiskinkan dan diberi sanksi sosial.

BACA JUGA: Ini Daftar Kepala Daerah yang Kena OTT KPK Selama 2019

"Kenapa tidak dipikirkan (Pemerintah dan DPR) agar ke depan, selain hukuman itu untuk menyita harta kekayaan untuk kasih negara, juga diberi hukuman sosial. Dia (koruptor) sekian tahun tidak boleh punya rekening koran, tidak boleh menjabat ini itu, dan kasih hukuman sapu di Monas sekian tahun misalnya," tutur Alfons.

"Cukup masukan dua tiga bulan di penjara, setelah itu suruh saja dia (koruptor) kerja bakti di Monas, sapu sepanjang jalan tiap hari, biar anak cucunya lihat 'ini lho bapak kamu, kakek kamu yang dulu maling uang rakyat," jelas purnawirawan polisi berpangkat Kombes ini.

Dengan saksi sosial itu, mantan Direktur Penyidik Polri ini yakin akan membuat jera para koruptor sekaligus mencegah terjadinya tindakan korupsi.

"Dia akan malu tujuh turunan dan dia akan berpikir tujuh kali, daripada kita pakai teori pembalasan 'karena kamu korupsi kita hukum kamu seberat-beratnya, enggak tobat. Nyatanya keluar dari Sukamiskin masih foya-foya, toh tidak sempat juga semua harta kekayaan disita," jelasnya.

"Karena seperti saya katakan, waktu di dalam tahap pembuktian, dia (tersangka kasus korupsi) tawar- menawar, kalau tidak di penyidik dia tawar-menawar, nanti dengan penuntut umum tawar-menawar, kalau enggak di putusan pengadilan tawar-menawar, ini bukan rumor, bukan isu," pungkasnya.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Koruptor   korupsi  

Terpopuler