jpnn.com, JAKARTA - Pro dan kontra majunya Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024 menjadi cawapres pendamping Prabowo Subianto terus berlanjut.
Sejumlah pihak menyebutkan bahwa majunya Gibran adalah cacat legitimasi, terutama sejak Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mencopot Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
BACA JUGA: Pakar Hukum Soroti Pencawapresan Gibran, Menohok
Menyikapi hal tersebut, praktisi hukum Jandi Mukianto mengingatkan pihak-pihak yang menyatakan majunya Gibran adalah cacat legitimasi merupakan perbuatan pidana, karena menimbulkan keresahan masyarakat.
"Sanksi pidana tersebut tidak hanya cukup dikenakan kepada pihak yang menyampaikannya kepada publik, tetapi juga kepada media yang menyebarkannya,” kata Jandi dalam keterangannya, Rabu (15/11).
BACA JUGA: Hasil Undian di KPU: Anies-Muhaimin No 1, Prabowo-Gibran No 2, Ganjar-Mahfud No 3
Kandidat doktor ilmu hukum Universitas Indonesia menyampaikan putusan MK memiliki irah-irah 'Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa' sehingga jelas bagi pihak-pihak yang mendelegitimasi keputusan tersebut dengan menyatakan majunya Gibran adalah cacat legitimasi termasuk pernyataan yang menyesatkan publik.
Sebab, tegas Jandi, keputusan MK tersebut sudah menjadi kewenangannya berdasarkan Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945.
BACA JUGA: Lihat, Spanduk Gibran Terpasang di Kantor KPU
"Hal tersebut juga dikuatkan dalam penjelasan Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 yang menyebutkan bahwa putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh,” terangnya.
Dia pun mengingatkan para pihak bahwa keputusan MK bersifat kolektif kolegial.
Menurut Jandi, dengan diberikannya sanksi invidual oleh MKMK kepada Anwar Usman jelas menunjukkan apa yang telah diputuskan MK dalam perkara 90/PUU-XXI/2023 tidak cacat, apalagi batal demi hukum, terlebih lagi tidak dapat dibatalkan.
Sebab, lanjut dia, keputusan tersebut telah diputuskan oleh MK berdasarkan UUD 1945 sesuai dengan bukti dan keyakinan hakim melalui proses musyarawah untuk mufakat maupun pemungutan suara menjadi satu produk hukum yang wajib dipatuhi seperti undang-undang.
Jandi mengatakan seharusnya kalau memang salah prosedur, semua hakim konstitusi dipersalahkan dan diberikan sanksi oleh MKMK dalam Keputusan nomor 2/MKMK/L/11/2023.
"Kenyataannya hanya satu hakim dikenakan sanksi, itu pun tidak dipecat hanya tidak diperbolehkan lagi menjadi Ketua MK. Jadi, ini jelas bahwa pihak-pihak yang menyatakan bahwa pasangan Prabowo-Gibran adalah cacat hukum itu sudah merupakan perbuatan yang dapat dipidana dengan sangkaan penghasutan maupun penyebaran berita bohong," tegas Jandi.
Tak hanya itu, lanjut Jandi, pihak yang menyebut majunya Gibran di Pilpres 2024 justru melanggar asas demokrasi.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sendiri telah menetapkan tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk Pilpres 2024.
KPU juga resmi menetapkan nomor urut capres-cawapres melalui rapat pleno terbuka yang berlangsung tadi malam, Selasa (14/11).
Berdasarkan Keputusan KPU bernomor 1644 Tahun 2023, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar ditetapkan sebagai pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka nomor urut 2, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD nomor urut 3. (mar1/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi