jpnn.com - KEMENTERIAN Pertahanan sebagai leading sector program food estate, diwakili TNI menandatangani nota kesepahaman dengan Kementerian Pertanian.
MoU ditandatangani oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Panglima TNI Agus Subiyanto pada Senin (4/12/2023). MoU antara dua stakeholder tersebut menjadi satu langkah strategis komitmen untuk mewujudkan swasembada pangan.
BACA JUGA: Strategi Fransiscus Go Lawan TPPO Disambut Baik Pemuda NTT
Adakah upaya lain yang bisa dilakukan oleh segenap masyarakat Indonesia untuk turut berpartisipasi dalam mewujudkan food estate?
MoU TNI dan Kementerian Pertanian
Kerja sama tersebut merupakan lanjutan kerja sama kedua belah pihak sejak tahun 2020. Pada waktu itu, Kementan melalui Dirjen PSP menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengoperasian dan Pemeliharaan Alsintan.
BACA JUGA: Alhamdulillah, Food Estate Kalteng Berproduksi & Berjalan dengan Baik
Babinsa, perwakilan desa tenaga kerja dan transmigrasi, mahasiswa, dan perwakilan mengikuti Bimtek yang diselenggarakan Kementerian Pertanian. Babinsa berperan sebagai pengawal, pengawas, dan pendorong penggunaan alsintan yang diserahkan Kementan.
Kerja sama antara TNI dan Kementerian Pertanian yang ditandatangani tahun 2023 dilaksanakan dalam jangka waktu 3 tahun.
BACA JUGA: Food Estate jadi Proyek Jangka Panjang, Tak Semudah Membalikkan Telapak Tangan
MoU tersebut meliputi pendampingan pelaksanaan program pembangunan pertanian, peningkatan produksi dan produktivitas komoditas pertanian, serta kapasitas SDM dan optimalisasi lahan TNI untuk pertanian.
TNI menunjuk Bintara Pembina Desa (Babinsa) untuk berperan aktif dalam menyukseskan program food estate. Kementerian Pertanian akan membekali Babinsa dengan pengetahuan tentang pertanian dan mengelola lahan.
Dengan demikian, Babinsa bisa membantu PPL (penyuluh pertanian lapangan) untuk mengembangkan lahan pertanian. Babinsa juga terlibat aktif dalam mengawasi distribusi pupuk, pembuatan sawah baru, dan mengawasi penjualan hasil pertanian.
Dukungan Stakeholder
Presiden Jokowi menggagas program food estate dengan melibatkan beberapa kementerian terkait. Kementerian Pertanian, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian PUPR saling bersinergi untuk menjalankan program food estate. Kementerian Pertanian mengadakan Bimtek pengelolaan pertanian yang baik sesuai dengan kondisi lahan.
Pemerintah pusat juga menyediakan bibit, pupuk, dan alsintan ke kelompok petani. Kementerian Pertahanan melalui Babinsa bertugas membantu PPL (penyuluh pertanian lapangan) dan petani dalam mengelola lahan.
Tidak cukup di situ, pemerintah perlu sinergi dari BMKG untuk prediksi perubahan temperatur dan cuaca.
Peran BMKG juga tidak kalah penting untuk memetakan tantangan yang dihadapi oleh food estate di tiap daerah. Dengan informasi yang cukup, tentu dapat meminimalisir dampak negatif dari setiap tantangan iklim dan cuaca.
Kementerian Komunikasi dan Informastika (Kemenkominfo) juga bisa turut serta ambil bagian dalam menyukseskan program food estate. Kemenkominfo berperan penting dalam menyediakan internet/wifi murah. Sebab, sistem pertanian yang saat ini mendukung percepatan food estate adalah smart farming.
Tentu perlu kerja sama berbagai pihak untuk menyukseskan program food estate. Setiap orang bisa berkontribusi sesuai dengan perannya masing-masing. Tidak hanya kementerian terkait dan lembaga negara saja yang bisa berkontribusi, masyarakat sipil dari segala kalangan pun bisa turut mengambil peran.
Food Estate sebagai Program Bangsa
Program food estate yang digagas oleh pemerintah sudah selayaknya mengakar ke seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat tidak boleh hanya menjadi penonton yang menunggu keberhasilan program, tapi turut mengambil bagian langsung. Sosialisasi food estate melalui smart farming bisa diturunkan ke sekolah-sekolah.
Siswa SD-SMA bisa mempelajari konsep smart farming sesuai dengan level kemampuan mereka dalam menyerap informasi. Sosialisasi smart farming ini bisa dipelajari dan dipraktikkan secara langsung dalam kegiatan Pramuka.
Sosialisasi smart farming kepada generasi muda merupakan salah satu langkah dalam menjadikan food estate sebagai sebuah gerakan bangsa, bukan program sementara untuk menangani krisis pangan.
Edukasi smart farming kepada pramuka bisa dijadikan salah satu pengetahuan umum yang menarik. Terlebih lagi, jika edukasi smart farming dijadikan salah satu materi pokok dalam pramuka.
Praktik Smart Farming untuk Pramuka
Pada tingkat Siaga (7—10 tahun), kakak pembina pramuka bisa memberikan pengetahuan dasar tentang keunggulan smart farming. Siswa bisa diajak berkunjung ke komunitas pertanian yang sudah menerapkan smart farming. Siswa diberikan motivasi untuk turut mengatasi krisis pangan.
Praktik sederhananya, mereka menghabiskan bekal makan dan tidak membuang makanan. Siswa diajak berdiskusi tentang limbah makanan dalam satu negara yang sebenarnya bisa mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri.
Tingkat Penggalang (11—15), siswa diajak untuk melihat konsep smart farming dan mempraktikkan pembuatan alat sederhana dengan bahan baku dari lingkungan sekitar. Contoh, mereka mengamati penyebaran pupuk dengan drone dan menelusuri spesies sayur tropis yang tahan hama, Pengetahuan tentang smart farming bisa dijadikan sebagai bahan salah satu lomba di Jambore nasional.
Tingkat Penegak (16—19), kakak pembina memberikan pengetahuan lebih mendalam tentang smart farming. Kemudian, siswa diajak untuk mengunjungi lokasi komunitas smart farming dan praktik sederhana. Setelahnya, siswa diberi tugas untuk membuat kelompok dan menerapkan smart farming di lahan sekolah.
Siswa bisa berdialog dengan petani secara langsung untuk lebih memahami konsep smart farming. Siswa juga sudah bisa diajak berdiskusi untuk memecahkan masalah dari lahan pertanian yang mereka temukan. Kakak Pembina bisa membuat FGD (focus group discussion) dengan tema-tema tertentu.
Tingkat Pandega (21—25), pada tingkat akhir, pandega sudah mengetahui informasi lengkap terkait smart farming. Mahasiswa bisa berlatih bersama Babinsa untuk mendapatkan Bimtek dari Kementerian Pertanian. Mahasiswa bisa bersinergi dengan Babinsa untuk turut mengawasi program food estate di wilayah masing-masing.
Lebih dari itu tingkat penegak dan pandega bisa diajari untuk memasarkan produk pertanian lewat marketplace. Kemudian, mereka membantu petani untuk pendampingan pemasaran produk pertanian. Tentunya pada tingkat penegak dan pandega, mereka lebih adaptif dalam menyerap teknologi.
Setiap tingkatan pramuka, mulai dari siaga hingga pandega bisa menjadi salah satu “prajurit” food estate yang disiapkan sejak dini. Ini merupakan salah satu opsi yang patut diperhitungkan oleh pemerintah. Penjagaan food estate bisa menjadi program bangsa yang diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat hingga pencapaian swasembada pangan bukan lagi mimpi semata. Mari katong baku jaga! (sam/jpnn)
Penulis: Fransiscus Go
Pemerhati Pendidikan dan Ketenagakerjaan
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu