Food Estate jadi Proyek Jangka Panjang, Tak Semudah Membalikkan Telapak Tangan

Selasa, 23 Januari 2024 – 22:46 WIB
Ketua Umum Masyarakat Pemerhati Pangan Wignyo Prasetyo bicara soal food estate. Foto: dok MAPPAN

jpnn.com, JAKARTA - Program strategis Nasional Food Estate yang dilakukan pemerintah sejak 2020 kini menimbulkan pro dan kontra.

Saat debat calon presiden dan wakil presiden, food estate selalu menjadi topik yang selalu disoroti oleh para calon presiden dan wakil presiden.

BACA JUGA: Gibran Banggakan Food Estate, Jubir AMIN: Menutupi Kegagalan Rezim Jokowi

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Masyarakat Pemerhati Pangan (MAPPAN) Wignyo Prasetyo mengatakan food estate merupakan program pemerintah yang sudah tepat.

Menurutnya, food estate adalah projek jangka panjang untuk menjaga ketahanan pangan nasional.

BACA JUGA: Kunjungi Food Estate di Gunung Mas, Mentan Amran: Ini untuk Masa Depan

“Jadi tidak bisa seperti membalikkkan telapak tangan. Ini butuh waktu. Kita sama-sama tahu, food estate sangat penting itu proyek jangka panjang untuk menjaga ketahanan pangan nasional," kata Wignyo dalam keterangannya.

Kebijakan program strategis nasional pemerintah ini kian menuai kritik dan serangan dari sejumlah pihak.

BACA JUGA: Uni Irma: Food Estate Tidak Bisa Dikatakan Gagal

Di antaranya Kritik datang dari capres dan cawapres hingga LSM atau NGO yang bergerak di bidang lingkungan bahkan food estate dianggap sebagai program pemerintah yang gagal dan merusak lingkungan.

“Membuka lahan baru memang tidak mudah, butuh waktu untuk dijadikan sentra produksi pangan, lahan tersebut kan harus direstorasi terlebih dahulu," jelasnya.

Ketua koordinator nasional TIM 8 RJBBP itu  mengatakan program ketahanan pangan nasional ini adalah keharusan dan butuh dukungan yang kuat.

"Perlu ada inovasi benih-benih tanaman, agar adaptif dengan lahan baru, lalu Riset-riset harus dilakukan terus menerus,"ujarnya.

Meskipun program ini sempat mengalami masalah realokasi anggaran akibat pandemi Covid-19 pada 2020 hingga 2021, tetapi akhirnya kini telah membuahkan kawasan sawah dan kebun produktif seluas 30.000 hektar di Kalimantan Tengah, 5.000 hektar di Sumba Tengah Nusa Tenggara Timur (NTT), dan 215 hektar lainnya di Humbang Hasundutan (Humbahas) Sumatera Utara.

"Program ini masih terus berjalan dengan segala kekurangan dan kelebihannya, tetapi kita harus optimistis dong," tuturnya. (flo/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler