Prediksi UNDP soal Nasib Rakyat Myanmar Jika Militer Terus Berkuasa, Sangat Suram

Jumat, 30 April 2021 – 19:17 WIB
Biarawati, Suster Ann Rose Nu Tawng (kedua kanan) berlutut di depan aparat kepolisian untuk memohon agar menahan diri dari kekerasan terhadap anak-anak dan penduduk di tengah unjuk rasa anti kudeta militer di Myitkyina, Myanmar, Senin (8/3/2021). Foto: ANTARA FOTO/MYITKYINA NEWS JOURNAL/Handout via REUTERS/wsj.

jpnn.com - Dampak ganda dari pandemi dan krisis politik Myanmar yang dipicu oleh kudeta militer dapat mengakibatkan hampir setengah populasi, atau sebanyak 25 juta orang, jatuh ke dalam kemiskinan pada 2022, Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) memperingatkan.

Dalam laporan yang dirilis pada Jumat (30/4), UNDP mengatakan efek krisis dapat mendorong jutaan lebih banyak orang ke dalam kemiskinan.

BACA JUGA: Junta Myanmar Siap Dengarkan Usulan ASEAN, tetapi Ada Syaratnya

"COVID-19 dan krisis politik yang sedang berlangsung menambah guncangan yang mendorong mereka yang paling rentan kembali dan semakin jauh ke dalam kemiskinan," kata Asisten Sekretaris Jenderal PBB dan Direktur Regional UNDP untuk Asia dan Pasifik, Kanni Wignaraja, kepada Reuters.

"Pencapaian pembangunan yang dicapai selama satu dekade transisi demokrasi, betapapun tidak sempurnanya, akan terhapus dalam hitungan bulan," katanya, seraya menambahkan kemajuan negara itu mungkin akan mundur ke 2005, ketika negara itu juga berada di bawah kekuasaan militer dan separuh penduduk miskin.

BACA JUGA: Capai Konsensus, ASEAN Bakal Turun Tangan Selesaikan Krisis Myanmar

Studi tersebut menunjukkan bahwa pada akhir tahun lalu, rata-rata 83% rumah tangga melaporkan pendapatan mereka berkurang hampir setengahnya karena pandemi.

Jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan diperkirakan meningkat 11 poin persentase karena efek sosial ekonomi pandemi.

BACA JUGA: ASEAN Bakal Ikut Campur, Begini Respons Bos Junta Myanmar

Sementara itu, laporan tersebut mengatakan situasi keamanan yang memburuk, serta ancaman terhadap hak asasi manusia dan pembangunan di Myanmar sejak kudeta 1 Februari dapat meningkatkan kemiskinan hingga 12 poin persen lebih lanjut pada awal tahun depan.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih San Suu Kyi, menahannya dan politisi sipil lainnya, kemudian menindak dengan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa anti kudeta.

Pasukan keamanan telah menewaskan lebih dari 750 warga sipil dalam demonstrasi tersebut, kata sebuah kelompok aktivis.

Laporan tersebut mengatakan perempuan dan anak-anak akan menanggung beban terberat dari krisis.

"Separuh dari semua anak di Myanmar bisa hidup dalam kemiskinan dalam satu tahun," kata Wignaraja, seraya menambahkan pengungsi internal yang sudah rentan juga menghadapi lebih banyak tekanan.

Laporan itu mengatakan kemiskinan perkotaan diperkirakan meningkat tiga kali lipat, sementara situasi keamanan mematahkan rantai pasokan dan menghambat pergerakan orang, jasa, dan komoditas, termasuk barang-barang pertanian.

Tekanan pada mata uang Myanmar, Kyat, juga telah meningkatkan harga impor dan energi, kata laporan itu, sementara sistem perbankan tetap lumpuh.

"Seperti yang dinyatakan oleh Sekretaris Jenderal PBB, skala krisis membutuhkan tanggapan internasional yang mendesak dan terpadu," kata Wignaraja. (ant/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler