jpnn.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo alias Jokowi akan memberikan Bintang Mahaputra Nararya untuk duo F, yakni mantan Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Fahri Hamzah.
Pemberian itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. UU ini juga mengatur syarat pencabutan gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan.
Selain UU, ada pula Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Pasal 1 Ayat 3 UU 20/2009 menyatakan Tanda Kehormatan adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden kepada seseorang, kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi atas darmabakti dan kesetiaan yang luar biasa terhadap bangsa dan negara.
BACA JUGA: Reaksi Fadli Zon soal Namanya Jadi Penerima Bintang Jasa dari Presiden Jokowi
Pada Ayat 6 disebutkan Bintang adalah tanda kehormatan tertinggi berbentuk bintang.
Pasal 3 huruf A UU 20/2009 menyatakan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan diberikan dengan tujuan menghargai jasa setiap orang, kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi yang telah mendarmabaktikan diri dan berjasa besar dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.
BACA JUGA: Ustaz HNW: Penghargaan Untuk Fadli dan Fahri Bukan Karena Kenyinyiran
Pada huruf b disebutkan, menumbuhkembangkan semangat kepahlawanan, kepatriotan, dan kejuangan setiap orang untuk kemajuan dan kejayaan bangsa dan negara.
Huruf c menyatakan menumbuhkembangkan sikap keteladanan bagi setiap orang dan mendorong semangat melahirkan karya terbaik bagi kemajuan bangsa dan negara.
Pasal 6 Ayat 1 menjelaskan Tanda Kehormatan berupa
a) Bintang
b) Saytalancana, dan
c) Samkaryanugraha.
Pasal 6 Ayat 2 menyatakan Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b diberikan kepada perseorangan.
Pasal 7 Ayat 1 menjelaskan Tanda Kehormatan Bintang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a terdiri atas Bintang sipil dan Bintang militer.
Pasal 7 Ayat 2 huruf B menjelaskan Tanda Kehormatan Bintang Sipil terdiri atas Bintang Mahaputera.
Pasal 8 menyebutkan Tanda Kehormatan Bintang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Bintang berkelas; dan
b. Bintang tanpa kelas.
(2) Tanda Kehormatan Bintang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Bintang Republik Indonesia terdiri atas 5 (lima) kelas:
1. Bintang Republik Indonesia Adipurna;
2. Bintang Republik Indonesia Adipradana;
3. Bintang Republik Indonesia Utarna;
4. Bintang Republik Indonesia Pratama; dan
5. Bintang Republik Indonesia Nararya.
b. Bintang Mahaputera terdiri atas 5 (lima) kelas:
1. Bintang Mahaputera Adipurna;
2. Bintang Mahaputera Adipradana;
3. Bintang Mahaputera Utama;
4. Bintang Mahaputera Pratama; dan
5. Bintang Mahaputera Nararya.
Pada Bab V UU ini mengatur tata cara pengajuan gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. Pasal 24 menyatakan untuk memperoleh Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan harus memenuhi syarat:
a. umum; dan
b. khusus.
Pasal 25 menerangkan syarat umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a terdiri atas:
a. WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI;
b. memiliki integritas moral dan keteladanan;
c. berjasa terhadap bangsa dan negara;
d. berkelakuan baik;
e. setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara; dan
f. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
Pasal 28 Ayat 2 mengatur syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Mahaputera terdiri atas:
a. berjasa luar biasa di berbagai bidang yang bermanfaat bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsa dan negara;
b. pengabdian dan pengorbanannya di bidang sosial, politik, ekonomi, hukum, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan beberapa bidang lain yang besar
manfaatnya bag1 bangsa dan negara; dan/ atau
c. darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional dan internasional
Dalam Bab VII UU ini mengatur pencabutan tanda jasa dan tanda kehormatan. Dalam Pasal 35 misalnya, menyatakan Presiden berhak mencabut Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan yang telah diberikan apabila penerima Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b, huruf e, dan huruf f.
Seperti diketahui Pasal 25 Huruf b terkait memiliki integritas moral dan keteladanan. Pasal 25 Huruf e mengatur tentang setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara. Serta Pasal 25 Huruf f tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
Sementara Pasal 36 Ayat 1 menyatakan Pencabutan Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan dapat diusulkan oleh perseorangan, lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, Pemerintah Daerah, organisasi, dan/atau kelompok masyarakat.
Ayat 2 menyatakan Usul pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan disertai alasan dan bukti pencabutan.
Sementara Ayat 3 menyatakan isul pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diteliti, dibahas, dan diverifikasi oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dengan mempertimbangkan keterangan dari penerima Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan.
Ayat 4, mengatur Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencabutan
Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Sementara itu, pelaksanaan UU 20/2009 diatur dalam PP 35/2010. Pasal 1 Ayat 5 PP 35/2010 menyatakan bintang adalah tanda kehormatan tertinggi berbentuk bintang.
Pasal 5 Ayat 2 huruf b menyatakan tanda kehormatan berupa Bintang sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Bintang Republik Indonesia;
b. Bintang Mahaputera;
c. Bintang Jasa
Pasal 6 Ayat 2 Huruf b menyatakan Bintang Mahaputera yang terdiri atas 5 (lima) kelas, yakni:
1. Bintang Mahaputera Adipurna;
2. Bintang Mahaputera Adipradana;
3. Bintang Mahaputera Utama;
4. Bintang Mahaputera Pratama; dan
5. Bintang Mahaputera Nararya.
Bab IX PP ini juga mengatur tata cara pencabutan tanda jasa dan tanda kehormatan. Pasal 79 Ayat 1 menyatakan dalam hal penerima Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan tidak lagi memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Presiden berhak mencabut Tanda Jasa dan/atau
Tanda Kehormatan yang telah diberikan.
Sementara Ayat 2 menyatakan Pencabutan Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pada Pasal 3 disebutkan Pencabutan Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) silakukan setelah mendapat pertimbangan Dewan.
Pasal 80 Ayat 1 mengatur tentang
Presiden dapat mencabut Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan atas usul perseorangan, lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, Pemerintah Daerah, organisasi, dan/atau melompok masyarakat.
Ayat 2 Permohonan pencabutan Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh pengusul kepada Presiden melalui Dewan disertai alasan dan bukti pencabutan.
Sementara, Ayat 3 menyatakan Usul pencabutan Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu diteliti, dibahas, dan diverifikasi oleh Dewan dengan mempertimbangkan keterangan dari penerima Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan.
Ayat 4 menyatakan Dalam melakukan penelitian dan pengkajian usulan pencabutan Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan, Dewan meminta pertimbangan dari menteri, pimpinan lembaga negara, atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy