Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un telah mendarat di Singapura menjelang pertemuan tingkat tinggi yang telah lama dinanti dalam sejarah dunia. Pertemuan AS dan Korea UtaraKim Jong-un telah bertemu PM Singapura Lee Hsien Loong di Istana KepresidenanKim akan menginap di St Regis Hotel, tempat dimana Presiden China, Xi Jinping pernah menginapPaus Francis berharap pertemuan keduanya bisa mengantarkan perdamaian bagi Korea

BACA JUGA: Dianggap Merugikan, Israel Cabut Larangan Visa Turis Indonesia

Keduanya akan bertatap muka hari Rabu (12/06), dengan upaya Presiden Trump untuk mencapai kesepakatan menghentikan program nuklir dari negara yang menjadi musuh besar Amerika Serikat tersebut.

Sebagai balasan menyerah dari program nuklirnya, Kim meminta bantuan dari sejumlah sanksi yang telah melumpuhkan dan meringankan beban ekonomi bagi rezimnya.

BACA JUGA: Bakar Pacar Karena Bertengkar Dihukum 11 Tahun Penjara

Jika pertemuan ini berlangsung maka akan menjadi yang pertama kalinya bagi presiden Amerika Serikat dan pemimpin Korea Utara untuk duduk bersama.

Kim tiba di Singapura Minggu sore (10/06) dengan pesawat yang dipinjam dari China. Kedatangannya membuat keamanan di Singapura sangat diperketat.

BACA JUGA: Anak Usia Lima Tahun Tewas Ditusuk Ayahnya di Sydney

Photo: Melepas kepergian Kim Jong-Un menuju Singapura menggunakan maskapai Air China (AP: Ministry of Communications and Information of Singapore)

Sebuah limusin dengan bendera Korea Utara diiringi kendaraan berwarna hitam dengan jendela gelap terlihat melaju melalui jalanan pusat Singapura menuju St Regis Hotel. Di hotel ini Presiden China, Xi Jinping pernah menginap.

Bagi Kim, baru tiga kali kunjungannya terbuka bagi publik sejak ia mengambil alih kekuasaan setelah kematian ayahnya di akhir tahun 2011. Kunjungan yang informasinya diumumkan kepada publik tersebut adalah dua kali berkunjung ke China dan sekali melewati perbatasan Korea Selatan ke Zona Demiliterisasi di pertemuan bersama para pemimpin China dan Korea Selatan.

Sesaat setelah tiba di Singapura, Kim bertemu Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong di istana kepresidenan.

"Seluruh dunia sedang menyaksikan pertemuan bersejarah antara [Korea Utara] dan Amerika Serikat, dan terima kasih berkat upaya tulus Anda ... kami bisa selesaikan persiapan untuk pertemuan bersejarah ini," kata Kim kepada PM Lee melalui seorang penerjemah.

Dalam komentar publik pertamanya sejak tiba, Kim mengatakan peran Singapura akan dicatat dalam sejarah jika pertemuan berjalan lancar.

Sementara Presiden Trump tiba di Pangkalan Udara Paya Lebar dengan pesawat kepresidenan Air Force One dan disambut oleh Menteri Luar Negeri Singapura, Vivian Balakrishnan.

Saat ditanya reporter soal pertemuannya nanti, Presiden mengatakan, "sangat baik."

Presiden Trump dan PM Lee rencananya akan bertemu hari Senin (11/06).

Sekretaris pers Gedung Putih, Sarah Huckabee Sanders mengatakan para pejabat Amerika Serikat dan Korea Utara akan mengadakan pembicaraan mulai hari Senin.

Ia mengatakan delegasi AS akan dipimpin oleh Sung Kim, seorang diplomat veteran yang baru-baru ini mengadakan pembicaraan dengan para pejabat Korea Utara.

Seorang pejabat AS mengatakan pertemuan hari Senin bertujuan untuk membuat kemajuan 11 jam menjelang pertemuan kedua pemimpin, karena pertemuan Sung Kim sebelumnya tidak banyak 'menutup perbedaan' antara kedua belah pihak soal definisi denuklirisasi atau kesepakatan soal komitmen tdari Pyongyang untuk membongkar senjata nuklirnya.

Kedatangan kedua pemimpin menandai satu langkah penting menuju pertemuan puncak yang sebelumnya diperkirakan para pengamat sebagai sesuatu yang mustahil, bahkan nyaris tidak terjadi. Photo: The North Korean motorcade, believed to be carrying North Korean leader Kim Jong Un, travels along Singapore's Orchard Road, Sunday, June 10, 2018, ahead of the summit with U.S. leader Donald Trump. (AP: Joseph Nair)

Bulan lalu, Presiden Trump membatalkan pertemuan, dengan menyebutkan Pyongyang "menebar permusuhan secara terbuka". Tetapi kemudian ia mengumumkan telah menerima "surat yang sangat bagus" dari Kim, yang dikirim ke Gedung Putih oleh seorang utusan senior Korea Utara.Pertemuan bisa mengarah pada kesepakatan untuk mengakhiri Perang Korea

Meskipun tujuan utama pertemuan dimaksudkan untuk melucuti Korea Utara dari senjata nuklirnya, Presiden Trump menggambarkan pertemuan ini sebagai ajang untuk 'saling kenal'.

Ia juga telah meningkatkan kemungkinan pertemuan lebih lanjut dan kesepakatan yang mengakhiri Perang Korea, dengan mengganti gencatan senjata yang ditandatangani tahun 1953 dengan perjanjian damai.

China dan Korea Selatan sepertinya perlu menandatangani perjanjian hukum.

Ada spekulasi membingungkan tentang hasil apa yang akan didapatkan dari pertemuan keduanya.

Tujuan awalnya adalah "denuklirisasi penuh" dari Korea Utara.

Pyongyang mengatakan pihaknya bersedia untuk menghentikan seluruh program senjata nuklirnya, jika Amerika Serikat menyediakan jaminan keamanan dan memberikan manfaat lainnya.

Tetapi banyak pengamat mengatakan hal ini sangat tidak mungkin terjadi, mengingat betapa sulitnya bagi Kim untuk membangun program nuklirnya dan senjata nuklir tersebut dianggap sebagai jaminan utama bagi kekuasaannya yang tidak terkendali.

Setiap kesepakatan nuklir akan bergantung pada keinginan Korea Utara untuk mengizinkan dilakukannya inspeksi dari hulu ledak dan bahan radioaktif, yang kemungkinan sebagian besar disimpan di kompleks bawah tanah yang sangat luas.

Kesepakatan nuklir di masa lalu telah gagal karena keengganan Korea Utara untuk membuka pintunya terbuka bagi pihak luar.

Korea Utara telah lama menuntut dan mengakhiri Perang Korea, dengan asumsi agar pasukan AS keluar dari Semenanjung Korea dan akhirnya membuka jalan bagi Korea Utara untuk memimpin Korea. External Link: Video Menelusuri Dinasti Kim

Pertempuran berakhir pada 27 Juli 1953, tetapi perang secara teknis berlanjut hingga saat ini karena militer untuk PBB yang dipimpin AS, Korea Utara dan China menandatangani gencatan senjata yang menghentikan pertempuran.

Korea Utara melihat perjanjian, serta jaminan keamanannya dari Washington, sebagai cara terbaik untuk melestarikan dinasti keluarga Kim.

Pengakuan sebagai "negara yang normal" bagi Korea Utara mungkin dapat meringankan sanksi, kemudian mendapat bantuan dan investasi internasional.

Kim mungkin juga tertarik untuk mendapatkan bantuan dan investasi untuk menstabilkan dan kemudian membangun kembali ekonomi yang hancur.

Pertemuan dengan Presiden Trump juga akan memberikan pengakuan bagi Kim sebagai pemimpin negara yang 'normal' dan sejajar dengan pemimpin Amerika Serikat.

Simak laporannya dalam bahasa Inggris disini.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jurnalis Australia Ditangkap di Myanmar Terkait Narkoba

Berita Terkait