Presiden, DPR, dan MA Harus 1 Suara Soal Hakim MK

Sabtu, 28 Januari 2017 – 15:04 WIB
Ilustrasi. Foto dok JPNN.com

jpnn.com - jpnn.com - Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Mahkamah Agung (MA) harus satu suara dalam menentukan rekrutmen calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki mengatakan, pasal 24 C Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyebutkan bahwa sembilan hakim konstitusi diusulkan masing-masing tiga orang oleh DPR, presiden dan MA.

BACA JUGA: INGAT! Ketua MK tak Cukup Minta Maaf

"Jadi bukan "dari" tapi "oleh". Ini juga ditegaskan UU MK," kata Suparman saat diskusi bertajuk Lagi, Korupsi di Mahkamah Konstitusi? di Gado-Gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (28/1).

Menurut dia, dari sini mulai terjadi permasalahan. Sebab, mekanisme penentuan pengusulan hakim MK ditentukan masing-masing lembaga yang berwenang. Suparman menegaskan, cara-cara atau mekanisme ini harus direvisi.

BACA JUGA: Kewenangan KY Awasi MK Harus Diatur di UUD 1945

"Cara yang berlaku harus sama. Kalau tidak nanti cuma berdasarkan selera," tegasnya.

Dia mencontohkan, ketika penunjukan Patrialis Akbar sebagai hakim MK, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu tidak membentuk tim seleksi (timsel). Patrialis langsung ditunjuk.

BACA JUGA: Kembalikan Kewenangan KY Awasi Hakim Konstitusi

Padahal, kata dia, proses seleksi harus berlaku bagi tiga lembaga yang diberi kewenangan UUD merekrut calon hakim konstitusi.

"Jangan diserahkan kepada masing-masing lembaga (mekanismenya)," kata Suparman.

Anggota Komisi III DPR Syaiful Bahri Ruray mengatakan, masalah frasa "dari" dan "oleh" itu sebenarnya belum selesai.

Dia mengakui, kadang masih ada anggota Komisi III DPR mengartikan dipililh "oleh" itu harus dari internal atau politikus.

"Padahal, tidak harus anggota legislatif," ujar Syaiful.

Dia mengatakan, perlu ada mekanisme rekrutmen yang seraham oleh masing-masing instansi. "Jangan asal suka-suka," tegasnya.

Dia mengatakan, reformasi proses rekrutmen yang seragam itu bisa dilakukan dengan penerbitan UU, maupun peraturan pemerintah (PP).

"Itu harus mengikat MA, DPR dan presiden. Harus ada cara pandang uang seragam untk perubahan kultural dan struktural (MK)," katanya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR: Kalau Tamparan Ketiga, Amblas Kita


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler