jpnn.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai pelaksana percepatan penurunan stunting nasional bersamaan pada Hari Gizi Nasional 25 Januari 2021.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa menyatakan siap menerima perintah Presiden Jokowi tersebut.
BACA JUGA: Info Terkini dari Kabid Propam Soal Nasib Oknum Polisi yang Begituan di Ruang Isolasi
“Upaya menurunkan angka stunting merupakan tantangan tersendiri,” katanya.
Presiden telah menargetkan pada 2024, prevalensi stunting turun hingga 14 persen. Sementara saat ini, persentase penurunan stunting baru mencapai 2,7 persen.
BACA JUGA: Lihat Baik-baik, Inilah Tampang Pelaku Perampokan Disertai Pembunuhan Wanita di Kuala Langkat
BKKBN sendiri memprediksi hingga 2024 akan ada 20 juta kelahiran baru yang artinya terdapat 20 juta anak yang harus dijaga agar tidak mengalami stunting.
“Upaya-upaya penurunan stunting selama ini telah banyak dilakukan,” katanya.
BACA JUGA: Jokowi Tunjuk Hasto Ketuai Program Percepatan Penanganan Stunting
Presiden juga telah menugaskan Kementrian Koordinator PMK, Bappenas, untuk mewujudkan target penurunan stunting.
Bahkan Menteri Kesehatan yang baru saja dilantik pada 23 Desember 2020 juga diharapkan terus melakukan penanggulangan stunting di tengah kesibukan menangani pandemi COVID-19.
Namun, jika langkah-langkah tersebut belum terstruktur dan komprehensif maka pencapaian angka prevalensi stunting 14 persen di tahun 2024 akan sulit tercapai.
Belum lagi, situasi pandemi yang saat ini masih sulit dikendalikan, turut berdampak terhadap program kesehatan lainnya, termasuk stunting.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio berharap pergantian pejabat dan organisasi penanggung jawab penurunan stunting tidak mengganggu kelangsungan implementasi kebijakan yang telah ada.
“Kesinambungan harus dijaga, program yang bagus dan telah berjalan diteruskan, yang belum bagus diperbaiki,” jelas Agus Pambagio.
Ia mengingatkan, persoalan stunting tidak akan selesai bila pemerintah hanya sibuk dengan gonta-ganti pejabat struktural tapi melupakan akar dari persoalan stunting itu sendiri.
“Stunting harus ditekan dari hulu ke hilir mulai dari program edukasi hingga intevensi gizi spesifik pada saat anak gagal tumbuh. Program edukasi penting agar anak tidak salah gizi. Contoh sederhana, edukasi susu untuk anak. Kita tahu susu penting bagi pertumbuhan anak, tapi tidak semua susu baik untuk anak karena kandungan gizinya berbeda,” katanya.
Menurut Agus, hal lain yang juga harus diperhatikan adalah pengamatan terhadap kondisi gizi anak.
Pandemi telah mengakibatkan kegiatan posyandu di banyak daerah terhenti. Padahal selama ini Posyandu berperan besar sebagai langkah awal pengawasan gizi anak.
“Sekarang ini Posyandu kurang aktif, harus dicari cara lain agar gizi dan kesehatan anak terpantau, Menkes dan Ka BKKBN harus berani melakukan terobosan agar angka stunting dapat turun sesuai dengan yang diharapkan,” ujar Agus.
Sejatinya, Kemenkes telah mengeluarkan Juknis Permenkes Nomor 29 tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi bagi Anak Akibat Penyakit, di dalamnya mengatur tentang pemberian PKMK (Pangan Olahan Keperluan Medis Khusus) terhadap anak berisiko Gagal Tumbuh, Gizi Kurang, dan Gizi Buruk.
Melalui Permenkes dan Juknisnya ini diharapkan upaya pencegahan stunting melalui intervensi gizi dapat ditangani lebih baik, dari yang sebelumnya anak hanya diberikan intervensi spesifik berupa PMT (Pemberian Makan Tambahan) menjadi sebuah “oral nutrition supplement” dengan kandungan energi lebih besar dari 0,9 kkal/ml.
BACA JUGA: Dua Wanita dan Satu Pria Disergap Saat Berbuat Dosa
“Kita sedang berpacu, sekaligus memantau penerapan kebijakan intervensi gizi ini di 10 wilayah yang dilanjutkan menjadi program nasional. Kita berharap inisiatif ini bisa didukung oleh semua instansi agar terobosan kebijakan ini bisa membawa hasil nyata bagi anak Indonesia,” kata Agus Pambagio.(antara/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Budi