Presiden Sudah Kehilangan Hak Prerogatif Angkat Kapolri

Minggu, 01 Maret 2015 – 17:52 WIB
Joko Widodo. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Hak prerogatif presiden dalam pengangkatan Kapolri dianggap sudah sirna. Sebab, Presiden Joko Widodo alias Jokowi, harus mendapatkan persetujuan DPR dalam mengangkat orang nomor satu di Korps Bhayangkara.

"Memang dalam pengangkatan Kapolri sudah tidak ada lagi hak prerogatif presiden," ujar pengamat hukum tata negara Irman Putrasidin, saat diskusi publik bertajuk "Polemik Pengangkatan Kapolri dan Krisis Konstitusi", di Jakarta, Minggu (1/3).

BACA JUGA: Soal Obat yang Tertukar, Manajemen RS Siloam Pasrah

Menurut Irman, definisi hak prerogatif itu adalah ketika presiden mengambil keputusan dalam rangka mengisi jabatan, tidak perlu melibatkan lembaga lain. "Misalnya menteri, tidak perlu pertimbangan DPR. Untuk Kapolri, ini dari awal, presiden tidak punya hak prerogatif," ungkap Irman.

Begitu juga soal proses pemilihan calon. Menurut Irman, presiden tak dapat mencari sendiri dan mesti mendapatkan masukan dari Komisi Kepolisian Nasional. Kalaupun presiden dapat mencari sendiri, tetap harus ada pertimbangan dari Kompolnas. "Gerak presiden dibatasi," tegas dia.

BACA JUGA: Komnas HAM Minta Napi Tobat Juga Diberitakan

Nah, kata Irman, dalam prosesnya nanti di DPR-lah yang menentukan apakah orang yang diusulkan itu bisa jadi Kapolri atau tidak.

Dia pun mengingatkan, presiden harus tunduk pada pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 di dalam menjalankan roda pemerintahan. Siapapun pemegang kekuasan harus bersandar pada konstitusi yang memberikan jaminan kepastian hukum. "Presiden harus tunduk pada mekanisme konstitusional," tegasnya.

BACA JUGA: Jelang Munas Peradi, Fauzie-Thomas Luncurkan Website

Kemudian, kata dia, pertanyaannya bisakah kemudian presiden membatalkan proses konstitusional terkait Kapolri ini?

Irman menjelaskan sebelum digodok di DPR, bisa saja presiden menarik usulan mencalonkan Komjen BG sebagai Kapolri.

Namun, ketika BG ditetapkan sebagai tersangka sebelum uji kepatutan dan kelayakan di DPR, presiden tetap tidak mau menarik. Ini berarti presiden firm pada keputusannya mencalonkan BG.

Kemudian, DPR pun menyetujui usulan itu. Nah, Irman menegaskan, ketika DPR menyetujui usulan itu, maka sudah menjadi kewajiban konstitusional presiden untuk mengeksekusinya.

"Karena Kapolri lama sudah diberhentikan. Seandainya tidak diberhentikan (kondisi) tidak seperti ini. Ada jaminan hukum karena Kapolri masih ada," katanya.

Tapi, lanjut dia, karena Kapolri tidak ada, maka bagaimana supaya tidak terjadi kekosongan akhirnya ditunjuk Plt.

Namun, tegasnya, batas maksimum itu dalam Undang-undang hanya 30 hari saja. "Lewat dari itu maka yang disetujui oleh rakyat Kapolri yang sah secara konstitusi," katanya.

Namun, kata dia, kalau presiden mengusulkan yang baru lagi, maka harus melewati mekanisme di DPR. Menurut dia,  DPR pun tentu tidak serta merta mengambil keputusan untuk menyetujui atau tidak usulan baru itu. 

"Pasti rakyat (lewat DPR) bertanya yang kemarin itu (BG) mau diapakan? Terjadi komunikasi konstitusional DPR dan presiden, katanya.

Sebab, sampai saat itu BG juga belum menyatakan mundur dari pencalonan sebagai Kapolri. Kalau pun BG mengajukan pengunduran diri, DPR tentu bisa juga menolak atau menerima. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Kapolri, Jokowi Harus Lakukan Ini Agar tak Langgar UU


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler