Prevelansi Menurun, Pneumonia Tetap Mengancam Balita

Minggu, 30 September 2012 – 06:47 WIB
JAKARTA - Pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian pada balita. Sekitar 156 juta kasus pneumonia baru per tahun terjadi di seluruh dunia dan menjadi penyebab kematian 1,5 juta anak usia di bawah lima tahun (balita) setiap tahun. Sayangnya, penyebab kematian utama pada balita ini termasuk dalam kelompok pembunuh yang terlupakan karena kurangnya edukasi dan tingkat kesadaran yang rendah masyarakat.

Di Indonesia, berdasarkan hasil penelitian terbaru yang dilakukan mendapati sekitar 33 persen dari 1200 anak sehat yang dilakukan pengambilan apusan, mengandung kuman s.pneumonia di nasofaringnya. Angka prevalensi ini menurun bila dibandingkan dengan penelitian Soewignyo pada 1997, dimana prevalensinya saat itu adalah 48 persen.  "Hal ini menunjukkan kolonisasi pada anak sehat tidak banyak berubah. Karenanya, meski prevalensinya menurun tetap harus diwaspadai," ujar Prof. DR. Dr. Sri Rezeki Hadinegoro, SpA(K) Ketua Peneliti Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI, dalam keterangan persnya, Sabtu (29/9).

Dijelaskan, hasil penelitian Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI Jakarta dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah, NTB, yang dilaksanakan oleh Tim Peneliti yang diketuai oleh Prof. DR. Dr. Sri Rezeki Hadinegoro, SpA(K) sebagai peneliti utama.  Dari studi yang dilakukan pada lima puskesmas di Kabupaten Lombok Tengah, yaitu Puskesmas Praya, Pringgerata, Ubung, Puyung dan Mantang. Dengan sasaran anak sehat yang berusia dua bulan sampai lima tahun, dengan jumlah responden 1200 subyek, 33 persen isolat diantaranya positif mengandung kuman s.pneumonia.

"Setelah dilakukan pemeriksaan dengan PCR didapatkan pneumokokus dengan 25 serotipe, dengan persentase tiga serotipe terbanyak adalah 6A/B, 19F, dan 23F. Hal ini berbeda dengan penelitian pada 1997, dimana dari 221 isolat yang positif biakan pneumokokusnya, ditemukan pneumokokus dengan 17 serogrup/serotipe, dan yang terbanyak secara berturut-turut adalah Serogrup 6, 23, dan 15," tambahnya .

Berdasarkan hasil uji kepekaan pneumokokus terhadap antibiotik, sebagian besar masih sensitif terhadap antibiotik yang biasa digunakan di puskesmas (diatas 94%), dengan tingkat resistensi dibawah dua persen, yaitu untuk antibiotik cefadroxil, cefuroxime, amoxicilin, ampicilin, clindamicin, dan penicilin. Uji kepekaan yang paling rendah adalah terhadap antibiotik Kotrimoksazol, yang sensitivitasnya hanya 36 persen dan  resistensinya 48,6 persen.

"Tingkat resistensi terhadap obat kotrimoksazol meningkat dari 12 persen menjadi 48,6 persen. Hal ini menunjukkan tingkat resistensi obat ini terhadap pneumokokus, dan tidak mustahil juga pada kuman-kuman yang lain, semakin meningkat. Karenanya  penggunaan antibiotik ini sebagai pengobatan lini pertama, perlu dievaluasi lagi," tegasnya.

Bila dibandingkan dengan penelitian Soewignyo, kepekaan pneumokokus pada penelitian ini menunjukkan penurunan dibanding penelitian sebelumnya. Dari penelitian ini didapatkan juga bahwa 72 persen dari 1200 anak yang dilakukan pengambilan apusan di nasofaringnya, ternyata merupakan perokok pasif dari anggota keluarganya yang lain. Paparan terhadap asap rokok ini dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya infeksi oleh kuman pneumokokus. (Esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Banyak Perempuan Belum Gunakan Kontrasepsi

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler