Pria asal Melbourne bernama AJ Kearns mengatakan, ia hanya seorang ayah biasa yang tinggal di pinggiran kota dengan dua anak kecil. Tapi ada banyak orang yang mungkin tak setuju dengan pernyataannya itu.

Pada usia 41 tahun, AJ adalah seorang transgender yang memilih untuk hamil dan memiliki bayi.

BACA JUGA: Foto Selfie Turis Disebut Ikut Andil dalam Bisnis Perdagangan Singa Afrika

Setelah hidup sebagai seorang pria selama tiga tahun, AJ menunda transisi fisiknya untuk mengambil langkah yang sangat tak biasa, yakni menjadi hamil.

"Jadi meskipun saya tahu saya adalah seorang pria dan cukup nyaman dengan fakta bahwa saya transgender, saya harus menahan transisi fisik saya, sementara saya melahirkan," cerita AJ.

BACA JUGA: Koala di Gold Coast Dihadiahi Tambahan 90 Ribu Pohon Eucalyptus

Ia dan mantan pasangannya, Zu White, telah memiliki satu anak. Namun karena komplikasi pada kelahiran pertama, ia memutuskan untuk menjadi pihak yang mengandung anak kedua mereka.

"Saya mengerti, cerita saya mungkin tampak membingungkan. Saya melihatnya sebagai hal yang sederhana. Tubuh saya diberkati dengan kemampuan untuk memberi kehidupan," ujarnya.

BACA JUGA: Takut Menginspirasi Tahanan, Cemilan Bermerek Freedom Dilarang Beredar di Pulau Manus


AJ Kearns adalah pria transgender yang memilih untuk hamil dan memiliki bayi. (Foto: Mark Farnell)

Kehamilan tak mengubah perannya sebagai ayah

Bidan Aaren Stillwell mendukung AJ selama kehamilan dan persalinannya.

"Ini adalah pertama kalinya saya pernah bekerja dengan seseorang yang transgender, jadi, pada awalnya, ini sungguh menantang untuk harus menggunakan kata ganti yang benar karena Anda selalu mengatakan ia (perempuan) dan ia (pria) serta wanita hamil jadi saya tak pernah mengatakan ia (pria) atau orang hamil,” tutur sang bidan.

Di samping melahirkan, AJ selalu menganggap dirinya sebagai bapak dua anak.

Zu mengatakan, AJ adalah "apa yang saya minta" dari seorang ayah.

"Ia berkomitmen, ia mengabdi, sangat mudah untuk bekerja sama dengannya," tutur perempuan ini.

Pasangan itu mengatakan, mereka telah bersikap jujur kepada anak-anak mereka tentang bagaimana mereka dikandung.

"Kemungkinan besar ketakutan terbesar saya adalah bahwa anak-anak saya akan menanggung beban kebodohan masyarakat. Persepsi masyarakat atas apa yang membentuk suatu keluarga kini menjadi lebih luas,” utara AJ.

"Saya pikir selama anak tahu ia sangat dicintai, itulah yang membentuk keluarga. Jadi fakta bahwa saya memiliki sejarah jenis kelamin saya sendiri, saya kira cerita itu tak membuat saya menjadi orangtua yang kurang baik,” tegasnya.

Spesialis gender, Dr. Fintan Harte, yang didatangi AJ mengatakan, kasus AJ adalah pertama kalinya dalam 30 tahun bagi seorang psikiater untuk menghadapi pasien pria trans-identitas, yang berencana hamil.

Pada tahun 2010, AJ mulai menemui Dr Fintan untuk meminta persetujuan suntik hormon testoteron dan operasi payudara.

Saat itu, AJ sangat gugup ketika memberi tahu psikiaternya bahwa ia berencana ingin punya bayi.

“Saya khawatir ia tak akan melihat saya sebagai seorang pria atau saya kira saya tak cukup transgender atau disalahartikan sebagai keinginan kembali menjadi seorang perempuan,” tutur AJ.

Sementara Dr Fintan mengatakan, ia tak melihat alasan mengapa AJ tak boleh punya bayi, meski ia juga sempat khawatir akan bagaimana seorang pria transgender mampu menghadapi fisik seorang perempuan hamil.

Sang psikiater juga mengatakan, anak-anak AJ seharusnya baik-baik saja dengan mengetahui kebenarannya.

"Anak-anak memiliki fantasi hidup yang kaya; katak berubah menjadi pangeran, labu berubah menjadi pedati dan seorang perempuan berubah menjadi pria dan sebaliknya, adalah benar-benar permainan anak," utaranya.

"Jadi itu benar-benar bergantung pada bagaimana orang dewasa menangani situasi dan bagaimana kejujuran dikelola," tambahnya.

Enam bulan setelah melahirkan, AJ memulai transisi fisik, mengambil hormon testosteron dan kemudian menjalani operasi payudara.

"Saya pikir jika ia tak bertransisi ada kemungkinan yang sangat kuat bahwa ia akan mengambil hidupnya sendiri," kata Dr Fintan.

AJ, yang memiliki gelar Magister Seni Rupa, mendokumentasikan kehamilan dan transisi fisik yang dialaminya setiap bulan selama dua tahun, dengan fotografer Alison Bennett.

Hasilnya, kini, dipamerkan dalam eksibisi berjudul ‘INVERTO’ yang juga dipamerkan di luar Australia.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Film Dokumenter Jihad Selfie Angkat Tantangan Baru Hadapi Pengikut ISIS

Berita Terkait