JAKARTA – Tak sedikit kalangan birokrat muda yang terjebak pada tindakan korupsi. Pemicunya adalah perilaku konsumerisme yang mewabah di lingkungan birokrasi. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan. Apalagi itu terjadi pada kelompok birokrat muda yang sejatinya menjadi simbol perbaikan dan perubahan menuju birokrasi yang modern, sehat, dan bebas korupsi.
Demikian yang dikatakan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas, yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Pencegahan KPK saat menghadiri pencanangan zona bebas korupsi di intansi pemerintah di Hotel Sahid, Jakarta.
”Justru para birokrat muda itulah yang ikut masuk dalam tindakan korupsi. Ini sangat memprihatinkan,” tandasnya.
Dia mencontohkan tak sedikit birokrat muda yang baru bekerja sudah dapat mengabil cicilan mobil. Padahal pendapatan yang diterima oleh pegawai sipil itu tak lebih dari Rp 5 juta per bulan. Mobil yang dikreditkan pun sangat mahal. Tak cukup itu, Busyro menambahkan, cicilan tersebut diperberat dengan berbagai cicilan lainnya seperti elektronik dan lainnya. Semua tak lebih sebagai perilaku konsumerisme dan gaya hidup saja. ”Jika sudah begitu, tentu pegawai-pegawai muda tersebut tak mungkin lolos dari upaya mencari penghasilan yang tak halal,” tambah mantan Ketua KPK ini.
Dorongan konsumerisme dan gaya hidup yang berlebihan, lanjut dia, memaksa para PNS tersebut mencari celah. Kondisinya diperparah dengan lemahnya kontrol instansi, sehingga memicu terjadinya kesempatan melakukan korupsi. Apalagi, sambung dia, kemampuan mencari celah tersebut dipermudah dengan munculnya kebijakan-kebijakan. Akibatnya membentuk sistem yang tercipta secara sendirinya. Bahkan, dianggap legal dan biasa.
”Terbentuklah sistem, melalui kebijakan-kebijakan atau proses legislasi untuk melegalkan korupsi,” terangnya.
Terkait persoalan itulah, lanjut dia, KPK terus mendorong upaya pencegahan korupsi di lingkungan instansi pemerintah. Pembentukan zona integritas wilayah bebas korupsi menjadi sangat penting. Sebagai upaya bersama melawan korupsi.
Direktur Indonesian Budget Center, Arif Nur Alam menegaskan, budaya konsumerisme di lingkungan birokrat memang sudah lama terbentuk. Perilaku itu ditandai dengan perubahan gaya hidup birokrat yang terlalu modernistik. ”Lihat saja birokrat lebih menjaga penampilan dibandingkan pelayanannya. Mereka lebih bangga memiliki mobil, dari pada memperbaikan pelayanan publik,” pungkasnya.
Lebih parahnya perilaku konsumerisme itu, kata dia, seolah-oleh mendapat pembenaran di lingkungan sosial birokrat. Akibatnya kontrol sosial pun lemah. Ditambah Sistem Pengawasan Internal (SPI) yang sudah ada pun terkontaminasi. Tak itu saja, Arif menjelaskan, SPI yang sudah ada tidak berjalan optimal. Bukan sebatas terkontaminasi oleh budaya konsumerisme, tapi juga secara sistemik lembaga yang berkaitan dengan SPI sengaja dilemahkan.
”Jika melihat dari struktur kepegawaiannya. Para pejabat di lingkungan pengawas internal birokrat itu berpangkat rendah. Jadi mana mungkin bisa kuat melakukan pengawasan diatasnya,” tegas dia.
Secara teknis, dia merasa perlu ada tindakan tegas dari KPK. Lembaga yang memiliki kemampuan melakukan penyidikan terhadap tindakan korupsi harus gencar bekerja. Menindak para birokrat muda yang memang terbukti bersalah. ”KPK jangan hanya terus berkoar-koar saja. Kalau bisa bertindak lebih agresif, menelusuri dan mendorong ke meja hijau,” ujarnya. (rko)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SK Direvisi, Dahlan Tak Paham Maksud Interpelasi
Redaktur : Tim Redaksi