JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan menyatakan tidak ada satu pihak pun yang boleh memvonis Keputusan Menteri BUMN Nomor 236/MBU/2011 melanggar hukum selain lembaga peradilan. Makanya, SK pendelegasian kewenangan menteri ke para deputi di Kementerian BUMN pernah ditawarkan untuk dimintakan fatwa kepada Mahkamah Agung (MA).
Dahlan sendiri mengaku bingung dengan sejumlah langkah anggota DPR yang mengusulkan penggunaan hak interpelasi. Dahlan beralasan, pada rapat kerja antara Komisi VI DPR dengan jajaran Kementrian BUMN yang digelar Maret lalu, telah disepakati bahwa SKI Nomor 236 Tahun 2011 bakal direvisi.
"Sebenarnya saya tidak paham maksud interpelasi itu. Bukankah pada Raker antara BUMN dengan Komisi VI DPR bulan Maret lalu sudah disepakati jalan tengah, memperbaiki SK 236 itu? Saya sendiri waktu itu sebenarnya memilih menawarkan untuk minta fatwa hukum saja ke Mahkamah Agung. Saya berpendapat tidak bisa satu pihak pun memvonis SK itu melanggar hukum," kata Dahlan dalam keterangan tertulisnya yang diterima JPNN, Rabu (18/4).
Menurut Dahlan, beberapa anggota DPR memang ngotot menganggap SK itu melanggar hukum. Tapi Dahlan juga meyakini SK itu tidak salah. "Kami ngotot sama sekali tidak melanggar hukum. Sebenarnya jalan yang paling fair adalah minta fatwa MA," katanya.
Namun rencana permintaan fatwa ke MA diurungkan. Dahlan sadar bahwa keinginan sebagian anggota DPR yang menganggap SK 236 melanggar hukum merupakan bagian dari proses politik. Karenanya, penyelesaiannya pun harus secara politik.
"Tapi saya juga menyadari bahwa DPR itu proses politik. Dalam proses politik tidak boleh ada menang-menangan. Dalam proses politik kompromi tetap lebih baik sepanjang tidak mengorbankan prinsip," ucapnya.
Karena itu, kata dia, pihaknya menyetujui SK pendelegasian kewenangan itu disempurnakan. "Yang penting substansi dari yang dimaksudkan SK 236 itu tetap bisa dijalankan. Itu akan lebih bermanfaat dibanding harus ke MA. Ini juga untuk menunjukkan bahwa saya bukan orang yang ingin menang sendiri," ucapnya.
Dipaparkannya pula, tim di Kementerian BUMN setelah raker pada Maret lalu langsung melakukan perbaikan SK 236. Selanjutnya SK perbaikan itu diteken Dahlan pada 12 April lalu.
"Intinya tidak mengubah substansi keinginan untuk menyederhanakan prosedur birokrasi karena teman-teman DPR juga memberikan apresiasi terhadap perlunya penyederhanaan birokrasi dan lebih ditonjolkannya aksi-aksi korporasi di BUMN," pungkasnya.
Sesuai janjinya, Dahlan memang telah merevisi SK 236/MBU/2011 tanggal 15 November 2011 tentang Pendelegasian Sebagian Kewenangan dan/atau Pemberian Kuasa Menteru BUMN sebagai Wakil Pemerintah Selaku Pemegang Saham pada Persero dan Perseroan Terbatas serta Pemilik Modal pada Perum, kepada Direksi, Dewan Komisaris/Dewan Pengawas dan Pejabat Eselon I di Lingkungan Kementrian BUMN.
Kemudian, Dahlan mengeluarkan tiga SK sekaligus pada 13 April lalu sebagai perbaikan SK 236 Tahun 2011. SK hasil revisi itu antara lain SK-164/MBU/2012 tentang Penetapan Sebagian Kewenangan Menteri Negara Bumn Sebagai Wakil Pemerintah Selaku Rups Pada Perusahaan Perseroan (Persero) Menjadi Kewenangan Dewan Komisaris Dan Direksi.
Kemudian ada pula SK-165/MBU/2012 tentang Penetapan Sebagian Kewenangan Menteri Negara Bumn Sebagai Wakil Pemerintah Selaku Pemilik Modal Pada Perusahaan Umum (Perum) Menjadi Kewenangan Dewan Pengawas Dan Direksi.
Satu SK lagi adalah SK-166/MBU/2012 tentang Pemberian Kuasa Atas Sebagian Kewenangan Menteri Negara Bumn Sebagai Wakil Pemerintah Selaku Pemegang Saham/Pemilik Modal Pada Bumn Kepada Pejabat Eselon I Kementerian BUMN.(awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dijemput Paksa, Saksi Dhana Ditahan
Redaktur : Tim Redaksi