PRIMA Desak Pemerintah Usut Tuntas Penggunaan Mortir di Papua

Senin, 06 Juni 2022 – 16:11 WIB
Juru Bicara PRIMA khusus Papua Arkilaus Baho. Foto: Dok. PRIMA

jpnn.com, JAKARTA - Dewan Pimpinan Wilayah Partai Rakyat Adil Makmur (DPW PRIMA) Papua mendesak pemerintah atau pihak terkait untuk mengusut tuntas penggunaan mortir dalam menangani konflik di wilayah Papua.

Ketua DPW PRIMA Papua Everitus Kayep mengatakan laporan dari Conflict Armament Research (CAR), kelompok pemantau senjata yang berbasis di London, menyebut BIN menggunakan 2.500 mortir dari Serbia yang dijatuhkan ke desa-desa di Papua pada tahun 2021 harus diungkap kebenarannya.

BACA JUGA: Seuntai Catatan Peringatan Harlah Ke-1 PRIMA

“Hasil investigasi CAR harus diusut tuntas supaya terang benderang kebenarannya,” kata Everitus Kayep dalam keterangan tertulis, Senin (6/6).

Ever menduga penggunaan mortir tersebut tidak hanya dilakukan sepanjang tahun 2021 saja, melainkan bahan peledak itu sudah digunakan dalam memberangus basis-basis Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) semenjak tahun 2019 silam.

BACA JUGA: Peringati Harlah Ke-1 PRIMA, Ketum Agus Jabo Ajak Membangun Jati Diri Bangsa

Dia mencontohkan kasus peledakan bom fosfor sempat heboh di Papua meski hal itu dibantah oleh pemerintah.

Untuk itu, Ever mendesak agar laporan tersebut segera diusut dan pihak-pihak yang menyalahgunakan kekuasaan dapat dihukum seberat-beratnya.

BACA JUGA: Rumah Warga Kena Mortir Marinir, KSAL Keluarkan Perintah, Dankormar Langsung Bergerak

“Warga setempat mengatakan serangan udara terjadi di beberapa kampung distrik Kiwirok pada 14-21 Oktober 2021. Warga bercerita bahwa sekitar 50-an bom dijatuhkan di kampung, yakni di Kampung Pelebib, Kampung Kiwi, Kampung Delpem, dan Kampung Lolim,” ujar politikus PRIMA asal Suku Muyu itu.

Juru Bicara PRIMA khusus Papua Arkilaus Baho meminta BIN segera memberikan klarifikasi atas laporan tersebut.

Sebab, menurut dia, BIN tidak memiliki kewenangan penggunaan senjata berdaya ledak seperti mortir.

Selain itu, harus ada pertanggungjawaban dari pihak terkait dalam aksi yang berujung pada pemusnahan orang asli Papua (OAP) tersebut.

Arki menyampaikan laporan investigasi itu memberikan fakta baru bahwa BIN sebagai lembaga negara sudah tidak berdaya dalam penanganan konflik di provinsi paling timur Indonesia itu.

“Pendekatan bersenjata dalam menyelesaikan persoalan Papua tak menyelesaikan masalah. Pendekatan humanis, kesejahteraan dan kultur yang tidak berdaya rusak harus segera dilakukan,” ucapnya.

Menurut Arki, sejak awal PRIMA dan kelompok sipil lainnya sudah menekankan agar pemerintah mengedepankan pendekatan persuasif yang berbasis pada kemanusiaan dan kebangsaan dalam penanganan konflik di Papua.

“Merajut Papua sebagai salah satu bangsa dalam bingkai NKRI adalah pendekatan nilai-nilai Pancasila. Kami (PRIMA) punya jalan penyelesaian konflik secara permanen, yaitu Dewan Rakyat Papua (DRP),” tutupnya.

Untuk informasi, kelompok pemantau senjata yang berbasis di London, Conflict Armament Research (CAR) dalam laporan yang kini di publis secara luas itu, menuding Badan Intelijen Negara (BIN) membeli 2.500 mortir dari Serbia untuk agen mata-mata RI di Papua dan dijatuhkan ke desa-desa di wilayah wilayah konflik pada 2021.

Konflik kian memanas dan berdampak pada operasi keamanan negara besar-besaran tahun 2021, mengakibatkan 282 pengungsi asal Kiwirok dan sekitarnya.

Komnas HAM Papua mencatat sekitar 3.019 orang pengungsi di Kabupaten Puncak. Lebih dari 600 orang dilaporkan mengungsi di Gereja Katolik St Misael Bilogai, Intan Jaya.

Tahun 2019, data yang dihimpun oleh Tim Solidaritas untuk Nduga, mencatat sedikitnya 5.000 warga Nduga mengungsi dan 139 di antara mereka meninggal dunia.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler