Pro-Kiev Ditarik dari Crimea

Sabtu, 22 Maret 2014 – 04:58 WIB

KIEV - Ukraina tidak berdiam diri saat Rusia bersiap menyambut Republik Crimea ke pangkuannya. Kemarin (20/3) pemerintahan Perdana Menteri (PM) Arseniy Yatsenyuk mengevakuasi seluruh penduduk sipil dan serdadu pro-Kiev dari semenanjung di Laut Hitam tersebut. Sementara itu, Eropa kembali merumuskan sanksi tegas untuk Rusia. 
 
"Kami memohon PBB agar bersedia mendeklarasikan Crimea sebagai zona demiliterisasi," ungkap Kiev dalam pernyataan tertulisnya. Jika Crimea menjadi zona demiliterisasi, PBB berhak memulangkan sekitar 25.000 serdadu Rusia yang kini bertugas di sana. Selain itu, penetapan zona demiliterisasi tersebut otomatis akan membekukan perjanjian pertahanan Rusia dan Ukraina terkait dengan Crimea. 
 
Tidak hanya menjadikan Crimea sebagai wilayah bebas militer, Ukraina merevisi seluruh kerja sama politik dan nonpolitik dengan Rusia. Termasuk keputusan untuk menarik diri dari Persemakmuran Negara-Negara Merdeka (CIS) yang dikomandani Rusia. Ukraina juga tidak akan menerbitkan visa bagi seluruh warga Rusia yang hendak memasuki atau melintasi wilayahnya.     
 
Rencananya Yatsenyuk menandatangani kerja sama politik dengan Uni Eropa (UE) di bawah Kesepakatan Asosiasi UE pada hari ini (21/3). Hubungan Ukraina dan UE-lah yang lantas memicu konflik di negara berpenduduk sekitar 44,5 juta jiwa tersebut sejak November lalu. Sebab, Viktor Yanukovych yang ketika itu menjabat presiden lebih memilih Rusia ketimbang UE.  
 
Manuver politik Yanukovych yang membawa Ukraina lebih dekat dengan Rusia itu memantik protes oposisi. Gelombang unjuk rasa tidak pernah berhenti menerpa pemerintahan politikus 63 tahun tersebut. Puncaknya, massa oposisi sukses menggulingkan lawan politik Yulia Tymoshenko itu pada 22 Februari lalu. Kini Yanukovych bersembunyi di Rusia dan masih menganggap dirinya presiden. 
 
Kemarin para pemimpin UE kembali menggelar pertemuan untuk membahas lagi sanksi terhadap Rusia. Senin lalu (17/3) UE menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap beberapa politikus Rusia dan Ukraina. Sebagai bentuk dukungan terhadap Ukraina, negara-negara UE pun bakal segera menarik seluruh penduduk mereka dari Crimea. Mereka menyebut Crimea sebagai semenanjung pemberontak.
 
Rabu lalu (19/3) Komandan NATO Anders Fogh Rasmussen menyebut respons positif Rusia atas hasil referendum Crimea merupakan ancaman terburuk bagi keamanan Eropa. "Ini juga ancaman paling membahayakan stabilitas Eropa sejak berakhirnya Perang Dingin," ungkap tokoh 61 tahun tersebut. Tapi, Moskow sudah menegaskan akan membalas aksi keras UE dengan kekerasan juga. 
 
Sementara itu, Presiden (sementara) Ukraina Oleksandr Turchynov mengumumkan bahwa massa pro-Rusia yang menduduki pangkalan angkatan laut (AL) di Kota Sevastopol telah membebaskan Komandan Pangkalan Sergiy Gayduk. Pembebasan itu terjadi setelah Ukraina menerbitkan ultimatum yang mengandung ancaman tentang aksi balasan terhadap Crimea. 
 
Kemarin Gayduk akhirnya bebas. Selain Gayduk, massa pro-Rusia yang kabarnya menyandang senjata lengkap itu membebaskan beberapa sandera lainnya. Rabu lalu Ukraina mendesak massa pro-Rusia agar membebaskan para sandera sebelum pukul 09.00. Tidak jelas berapa jumlah sandera yang bebas bersama Gayduk. Turchynov juga tidak menyebut pukul berapa para sandera meninggalkan pangkalan. (AP/AFP/BBC/hep/c10/dos)

BACA JUGA: Pemilu Thailand Tidak Sah

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Alasan Australia Merilis Puing yang Diduga MH370


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler