jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Garuda, Teddy Gusnaidi menyebutkan pihak yang menolak putusan MK soal aturan bagi menteri yang maju dalam pada Pemilu 2024.
Teddy menjelaskan argumentasi para lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau partai yang menolak putusan itu akibat tidak membaca undang-undang.
BACA JUGA: SKI Terkejut pada Putusan MK soal Menteri Jadi Capres, Kenapa?
"Maka dapat saya dipastikan, mereka sama sekali tidak membaca UU Pemilu dan UU ASN. Kenapa? Karena kalau mereka membaca, maka tidak akan ada pandangan seperti itu," kata Teddy dalam keterangannya, Kamis(3/11).
Dia menyebutkan para menteri dan pejabat setingkat menteri jelas harus cuti serta dilarang kampanye di luar masa yang ditentukan oleh KPU.
BACA JUGA: Mengkritisi Putusan MK, Sultan: Kinerja Menteri Terganggu jika Ikut Berkontestasi di Pilpres
"Kalau kerja mereka terpublikasi, bukankah hal itu sudah terpublikasi sejak awal mereka menjadi menteri? Apakah itu dinamakan kampanye? Tentu tidak," jelasnya.
Juru bicara Partai Garuda itu juga menjelaskan dalam undang-undang ASN, disebutkan para menteri tidak boleh memanfaatkan pegawai negeri sipil untuk mengkampanyekan diri.
BACA JUGA: Partai Garuda Sambut Baik Putusan MK soal Menteri Jadi Capres
"Jadi, kalau nekat memanfaatkan ASN, maka akan ada sanksinya, sama seperti di UU Pemilu. Laporkan saja jika memiliki bukti terjadi penyalahgunaan kewenangan," ujar Teddy.
Dia menyebutkan definisi dan teknis kampanye juga telah diatur dalam undang-undang pemilu, sehingga kerja sebagai menteri yang terpublikasi sejak awal tidak bisa dituduh sebagai bagian kampanye.
"Ini akibatnya jika tidak membaca dan memahami, yang dikedepankan hanya kecurigaan tanpa memiliki dasar sama sekali," pungkasnya.
Sebelumnya, Sekretariat Kolaborasi Indonesia (SKI) terkejut pada keputusan Mahkamah Konstitusi terkait permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Seperti diketahui, Hakim konstitusi Arief Hidayat dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) Senin (31/10) lalu menyampaikan menteri atau pejabat setingkat menteri yang maju jadi calon presiden atau calon wakil presiden tak perlu mundur dari jabatannya.
Mereka hanya perlu mendapatkan izin cuti dari presiden untuk ’nyapres’.
Sekjen Sekretariat Kolaborasi Indonesia (SKI), Raharja Waluya Jati menilai MK seolah-olah menafikan pertimbangan etika kepemimpinan dalam memutuskan hal tersebut.
"MK menyatakan pengunduran diri dari jabatan sebagai syarat bagi pejabat negara yang dicalonkan sebagai capres atau cawapres dinilai tak lagi relevan. Hal tersebut merupakan kemunduran bagi setiap upaya masyarakat untuk mewujudkan kepemimpinan nasional yang jujur dan berintegritas,” ujar Jati, di Jakarta, Rabu (2/11).(mcr8/jpnn)
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Kenny Kurnia Putra