jpnn.com, JAKARTA - Akademisi dari Fakultas Kesehatan Gigi Universitas Padjadjaran, Amaliya, mengatakan produk tembakau alternatif layak dikedepankan menjadi opsi bagi perokok dewasa untuk mendapatkan nikotin lantaran telah terbukti secara kajian ilmiah memiliki profil risiko yang lebih rendah.
Hal ini juga dibuktikan melalui kajian klinis yang dilakukan Amaliya bersama Agus Susanto dan Jimmy Gunawan dengan tajuk Respon Gusi Pada Pengguna Vape (Rokok Elektrik) Saat Mengalami Peradangan Gusi Buatan (Gingivitas Experimental).
BACA JUGA: Riset Produk Tembakau Alternatif Perlu Ditingkatkan Lagi
“Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengguna rokok elektrik yang telah berhenti dari merokok menunjukkan perbaikan kualitas gusi yang dibuktikan dengan tingkat peradangan dan pendarahan gusi yang sama seperti yang dialami oleh non-perokok. Artinya, kondisi pertahanan gusi pengguna rokok elektrik telah kembali normal,” ujar Amaliya, Kamis (6/4).
Dengan fakta tersebut, pemerintah seharusnya memaksimalkan produk ini untuk menurunkan prevalensi merokok sekaligus meningkatkan perbaikan kesehatan publik.
BACA JUGA: Lewat Manfaat Kartu Tani, Ganjar Ciptakan Tata Kelola Pertanian Terbaik
Produk tembakau alternatif bisa menjadi solusi komplementer dari berbagai program dan upaya yang telah dijalankan pemerintah selama ini.
“Melihat bukti-bukti ilmiah yang ada, pemerintah harus bersikap lebih terbuka untuk dapat melihat profil risiko yang dimiliki oleh produk tembakau alternatif dan memanfaatkannya secara optimal,” terang Amaliya.
BACA JUGA: Safari Ramadan, Jamkrindo Bagikan 7.937 Paket Sembako & Santunan di Berbagai Daerah
Dalam artikel dua mantan pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Profesor Robert Beaglehole dan Profesor Ruth Bonito, berjudul 'Tobacco Control: getting to the finish line' diungkapkan bahwa pengendalian tembakau yang berlaku sekarang tidak berfungsi dalam menurunkan angka perokok di dunia.
Secara global, jumlah perokok tidak mengalami perubahan.
Saat ini, hanya 30 persen dari seluruh negara di dunia yang telah berada di jalur yang tepat untuk mencapai target pengurangan angka perokok dewasa pada 2030 mendatang yang ditetapkan WHO.
Menurut Robert dan Ruth, gagalnya strategi pengurangan jumlah perokok yang diterapkan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) lantaran tidak memasukkan konsep pengurangan bahaya tembakau.
Selama ini, kebanyakan orang merokok karena kecanduan nikotin. Jadi, konsep ini bertujuan untuk mengurangi risiko akibat konsumsi rokok dengan mendorong perokok dewasa yang sulit untuk berhenti dari kebiasaanya agar dapat beralih ke produk tembakau alternatif sebagai alat penghantar nikotin yang memiliki profil risiko lebih rendah daripada rokok.
“Sayangnya WHO menolak konsep pengurangan bahaya. Penentangan ini tidak didasarkan pada kemajuan teknologi abad ke-21 dan terlalu dipengaruhi oleh kepentingan pribadi yang mempromosikan untuk menentang nikotin,” sebutnya.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada