jpnn.com - MATARAM – Pada dasarnya usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Kota Mataram punya pasar sendiri. Bahkan permintaan akan produk UMKM sangat tinggi dan kerap tidak bisa dipenuhi. Namun kebanyakan UKM ternyata tidak berkembang dengan baik.
Banyak UKM di Kota Mataram berkembang cukup baik. Salah satu UKM yang ditemui Lombok Post (Grup JPNN) bahkan mampu menjual produknya di puluhan supermarket, gerai dan toko. Omzet yang didapat dalam setiap bulan di atas Rp 35 juta.
BACA JUGA: Dana Peserta BPJS Ketenagakerjaan Dikelola Transparan
“Usaha kami bisa berkembang cukup baik,” kata owner UD Rizki Abadi, Zohrini.
Dia mengaku sampai kewalahan memenuhi permintaan pasar. Apalagi, memasuki hari-hari libur dan weekend, produk mereka laku keras di pasaran. Sejumlah toko khas Lombok seperti Lestari, Amelia, Sasaku, Ud Singga, Rinjani dan banyak lagi lainnya tak henti-henti memesan barang hasil produksi mereka.
BACA JUGA: Dorong Industri Tekstil Investasi Sektor Hulu
Zohrini berharap usahanya ini mampu bersaing di daerah sendiri dan mengalahkan produk luar lainnya. Dia berangan-angan ingin menjual produknya ke luar daerah, seperti, Bali, Jawa Timur, atau ke NTT. Namun rencana itu belum dilakukannya mengingat belum ada tenaga yang siap mengantarkan produknya ke luar daerah.
UD Rizki Abadi saat ini telah memperkerjakan lima orang sebagai karyawan. Itu di luar tim marketing yang bertugas mengantarkan barang ke berbagai toko di kota Mataram.
BACA JUGA: Harga Daging Sapi Cenderung Stabil
Zohrini mengaku usahanya bisa berkembang karena kerja keras dirinya dan para karyawan yang ada. Dia mengaku merintis usaha ini dari nol. Berbagai kendala dihadapinya, terutama modal dan pemasaran. Namun kini usahanya bisa berkembang cukup baik.
“Tentunya kami ingin terus mengembangkan usaha ini,” tandasnya.
Pelaku UKM lainnya, Jamal pemilik UD Sakana yang berada di kawasan Jalan Halmahera, Rembiga mengaku, persoalan yang dihadapi UMKM adalah soal manajemen dan permodalan.
“Selama ini saya menjalankan usaha dengan modal sendiri, tentu saja tidak besar,” tutur Jamal.
Usaha yang dirintis Jamal adalah usaha kuliner. Beberapa produk yang dihasilkan usaha yang dirintis Jamal, antara lain krupuk kulit ikan hiu, kerupuk kulit ikan pare, tempe pelecingan, tahu pelecingan, pelecing opak-opak, kerupuk tahu, kerupuk rumput laut, kerupuk pelecingan belinjo.
Diakuinya, persoalan yang dihadapi usahanya adalah masalah modal. Soal pemasaran, dinilainya sudah tidak ada masalah. Bahkan dirinya kerap kebanjiran orderan.
Dalam mencari modal untuk mengembangkan usahanya, dia berupaya mencari pinjaman dari bank serta program bantuan dari pemerintah daerah. Sayangnya baik bank maupun pemerintah daerah, kerap hanya menjanjikan kemudahan dalam peminjaman modal. Kenyataannya dia tetap kesulitan mengakses permodalan.
Prosedur pengusulan modal yang ribet dan memberatkan para pelaku UKM inilah yang akhirnya membuat Jamal menyerah. Dia lantas merintis usahanya dengan modal sendiri. Ia mencoba menabung modal sedikit-demi sedikit sampai pada akhirnya punya modal cukup untuk menjalankan usaha.
Persoalan lainnya adalah manajemen usaha yang memang masih dikelola secara keluarga. Ia tak bisa menekan para pekerjanya untuk bekerja secara on time dan sesuai target. Meski terkadang permintaan di pasar sedang sangat tinggi. Meski, fasilitas reward yang diberikan Jamal terbilang menjanjikan dengan memberi fasilitas tempat tinggal, makan dan minum di luar gaji untuk 4 karyawannya. Namun insentif ini ternyata belum cukup ampuh mendorong kinerja para pekerja.
“Kita kerja disini lebih bersifat kekeluargaan, jadi gak enak menekan pekerja,” ujarnya.
Soal peran pemerintah, menurut Jamal, saat ini sudah cukup baik. Pemerintah daerah kerap memberi pelatihan, pengarahan hingga bimbingan di lapangan. Namun, Jamal mengingatkan jika pemerintah sebenarnya bisa lebih besar dalam membangun kekuatan psikologi para pelaku UKM untuk terus berjuang dan berusaha.
“Saya sih berharap pemerintah sering-sering datang ke industri UKM, biar tahu apa masalah yang kami hadapi di lapangan,” usulnya.
Selama ini peran pemerintah terutama Dinas Koperasi, Peridustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kota Mataram lebih ke arah bantuan barang. Seperti, kardus, stiker, bungkus plastik, hingga alat produksi. Padahal kebanyakan UKM membutuhkan bantuan dalam bentuk modal usaha.
Baginya, untung rugi itu soal biasa. Namun jika dibarengi dengan usaha yang keras suatu ketika pasti membuahkan hasil. Ia mencontohkan dua rekannya yang akhirnya memilih gulung tikar karena tidak kuat hadapi persoalan, padahal dari kacamatanya dua rekannya itu sebenarnya berpotensi sukses.(cr-zad/ton/r4/fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kampung Lawas Maspati Diresmkian, Pelindo III Siap Kucurkan Modal
Redaktur : Tim Redaksi