jpnn.com, JAKARTA - Transisi perubahan skema pertambangan terbuka menjadi tambang di bawah tanah membuat produksi konsentrat PT Freeport Indonesia tahun ini akan merosot.
Angkanya menjadi 1,2 juta ton dari dua juta ton pada 2018. Kendati demikian, produksi akan kembali naik pada 2020.
BACA JUGA: Kritik Terbaru Fadli Zon soal Divestasi Saham Freeport
Puncaknya akan terajdi pada 2025 setelah beroperasinya tambang bawah tanah.
”Perubahan dari tambang terbuka ke tambang di bawah tanah ada proses. Ada (pembangunan) infrastruktur, bikin jalan, dan lain sebagainya menjadikan produksinya turun 1,2 jutaan konsentrat,” papar Direktur Mineral Ditjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yunus Saefulhak belum lama ini.
BACA JUGA: SBY Puji Cuitan Said Didu soal Freeport
Penurunan produksi itu turut membuat ekspor konsentrat perseroan anjlok.
Pada 2018 Freeport mengekspor 1,2 juta ton konsentrat tembaga. Sisanya, 800 ribu konsentrat tembaga, diolah di PT Smelting, Gresik, Jawa Timur.
BACA JUGA: Testimoni SMI soal Ikhtiar Panjang Kuasai Freeport Indonesia
Tahun ini ekspor konsentrat tembaga Freeport hanya 200 ribu ton. Sisa satu juta ton konsentrat diolah dan dimurnikan di PT Smelting.
Penurunan produksi juga memengaruhi pendapatan Freeport Indonesia menjadi USD 3,14 miliar pada 2019.
Angka itu turun hampir setengah dari prognosis pendapatan PT FI 2018 sebesar USD 6,52 miliar.
Jumlahnya kembali naik pada 2021 dengan proyeksi pendapatan mencapai USD 5,12 miliar.
Pendapatan PT FI baru bisa mencapai USD 6 miliar pada 2022. Setelah itu, pendapatan akan stabil, bahkan bisa menembus di atas USD 7 miliar. (vir/c10/fal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bela Jokowi soal Freeport, Misbakhun Bakal Ganjal Angket DPR
Redaktur & Reporter : Ragil