Penelitian baru menunjukkan, produksi pangan global membuat upaya untuk memerangi perubahan iklim menjadi semakin sulit.
Para ilmuwan dari seluruh dunia telah menemukan bahwa perubahan pengelolaan lahan sejak tahun 1981 telah menghasilkan gas rumah kaca yang lebih banyak dari yang bisa diserap oleh hutan.
BACA JUGA: Setelah Mengambang 2 Tahun di Laut, Penulis Pesan dalam Botol Ditemukan
Mereka mengatakan, salah satu cara untuk mengatasi masalah itu yakni dengan mengurangi metana pertanian dan emisi oksida nitrat, terutama di Asia Timur.
Para ilmuwan yang melakukan penelitian itu berasal dari Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan Australia.
BACA JUGA: Monyet Terkecil di Dunia Ini Lahirkan Bayi Kembar 15 Gram
Salah satu penulis laporan, Pep Canadell dari CSIRO dan ‘Global Carbon Project’, mengatakan, mereka melihat berapa banyak metana dan dinitrogen oksida yang diproduksi antara tahun 1981 dan 2010.
"Ketika kita menghasilkan gas lain seperti metana dan dinitrogen oksida, yang sebagian besar berasal dari sistem makanan kita, apa yang kami lihat adalah bahwa keseluruhan cara mengelola biosfer kita, tanah global kita, telah membuat tanah-tanah global itu sebagai sumber gas rumah kaca yang sangat besar,” jelasnya.
BACA JUGA: Seni Membuka Pintu Baru Bagi Napi Aborijin
Emisi gas metana diproduksi oleh ternak, dan dinitrogen oksida digunakan secara luas dalam pupuk.
"Kita perlu memikirkan kembali tentang cara-cara yang kita gunakan untuk memberi makan populasi saat ini, pertumbuhan populasi, tetapi yang lebih penting, populasi yang lebih tertarik pada menu kaya daging," kata Dr Pep.
Ia mengatakan, mereka melihat Asia, khususnya China, karena penggunaan pupuk nitrogen mereka yang berkembang dengan cepat.
"Mereka tak hanya menggunakan pupuk nitrogen tapi mungkin banyak dari mereka menyalahgunakan dan melebihkan penggunaan pupuk nitrogen, yang banyak darinya akan kembali ke atmosfer sebagai dinitrogen oksida dan ke dalam saluran air,” terang Dr Pep.
Ia mengatakan, perubahan pada cara penggunaan tanah telah menghasilkan lebih banyak gas rumah kaca ketimbang diserap di tanah.
"Ketika kami mempertimbangkan semua gas bersama-sama, metana dan dinitrogen oksida sebenarnya luar biasa, tapi jika jumlahnya dua kali lipat, dampak yang baik dari hutan menghapus polusi karbon," kemukanya.
Ia menyebut, sementara hutan masih menjadi penyerap karbon yang besar, mereka tak menyerap metana dan dinitrogen oksida.
"Hutan terus menjadi sekutu aktif bagi kita dalam hal membantu memperlambat perubahan iklim, hanya saja kita tak cukup menyadari bahwa hal lain yang kita lakukan terhadap tanah memiliki konsekuensi bagi gas rumah kaca lainnya di atas dan di luar karbon dioksida," jelas Dr Pep.
Emisi pertanian Australia lebih tinggi dari negara lain
Direktur Pusat Tantangan Iklim bagi Industri Primer Victoria, Associate Professor Richard Eckard, mengatakan, pertanian Australia memproduksi sekitar 15% dari emisi gas rumah kaca nasional.
"Dibandingkan dengan proporsi penduduk, Australia mungkin menghasilkan sedikit lebih tinggi dari negara-negara lain karena kami mengekspor banyak makanan," ungkapnya.
Ia menambahkan, "Kami menghasilkan lebih banyak makanan daripada yang kami butuhkan di dalam negeri, sehingga emisi per kapita pertanian kami mungkin lebih tinggi dari negara-negara lain."
Pada tahun 2013, Pemerintah Australia mulai mendanai sejumlah program untuk mencoba mengurangi emisi pertanian.
"Banyak informasi yang telah diberikan kepada para petani. Ini adalah metode yang cukup baik bagi mereka karena ini menunjukkan bahwa bisa meningkatkan produktivitas Anda,” jelas Associate Professor Richard.
"Tapi kami mengatakan, ada ukuran efisiensi di sini -yang disebut sebagai intensitas emisi -yang mengatakan bahwa jika Anda bijaksana tentang jumlah nitrogen Anda masukkan ke dalam, jika Anda berhati-hati tentang bagaimana Anda memberi makan hewan Anda, maka Anda bisa menghasilkan lebih banyak dengan jejak emisi yang kurang," urainya.
Associate Professor Richard mengatakan, Australia memiliki peran untuk membantu negara-negara Asia dalam mengetahui bagaimana memberi pangan penduduk mereka dan meminimalkan emisi.
Studi ini diterbitkan dalam jurnal ‘Nature’.
BACA ARTIKEL LAINNYA... PM Kamboja Hun Sen Dituduh Beli Follower Facebook