jpnn.com - JAKARTA - Pengetatan berbagai regulasi dan tarif untuk komoditas hasil tembakau rupanya berhasil mengerem laju produksi rokok. Memasuki bulan ke-9 tahun ini, pemerintah memangkas proyeksi produksi rokok tahun ini.
Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea dan Cukai Susiwijono Moegiarso mengatakan, berdasar analisis cukai terbaru hasil pemantauan di lapangan, produksi rokok sepanjang tahun ini diperkirakan tidak akan mencapai 360 miliar batang sebagaimana yang diproyeksikan pada awal tahun. “Perkiraan kami, volume produksi rokok tahun ini hanya akan mencapai 353 miliar batang,” ujarnya kepada Jawa Pos Senin (8/9).
BACA JUGA: Pimpinan MPR Tuding Kemen PU Terlalu Sibuk soal Pantura
Meski laju volume produksi rokok tidak setinggi proyeksi awal, namun angkanya tetap lebih tinggi dibanding realisasi produksi rokok pada tahun 2013 yang sebesar 341,9 miliar batang. Menurut Susiwijono, hal ini merupakan imbas dari ekspansi produsen rokok pada tahun lalu. “Pabrik-pabrik baru sudah mulai berproduksi,” katanya.
Berdasar laporan yang dihimpun Ditjen Bea Cukai, raksasa-raksasa produsen rokok Indonesia memang melakukan ekspansi besar pada 2013 lalu. Misalnya, Wismilak yang mengoperasikan mesin baru dengan kapasitas produksi sekitar 1,5 miliar batang rokok per tahun. Adapun PT Gudang Garam mengembangkan pabrik bari di Pasuruan dan Gresik.
BACA JUGA: Prioritaskan BBM untuk Nelayan Agar Tetap Melaut
Selain itu, Djarum Kudus juga menambah dua line produksi rokok dan merencanakan sistem kerja shift 24 jam dengan tujuan menaikkan kapasitas produksi SKM menjadi 15 ribu batang per menit. Lalu, PT HM Sampoerna yang mengembangkan pabrik baru di Purwokerto, Pasuruan, Madiun serta Panarukan.
“Jadi ada perluasan pabrik, penambahan mesin, dan optimalisasi shift atau jam kerja karyawan,” jelasnya.
BACA JUGA: Krakatau Steel Bentuk Usaha Patungan Bareng Osaka Steel
Susiwijono mengatakan, data produksi rokok sementara periode Januari - Agustus 2014 berdasar pemesanan pita cukai diperkirakan mencapai 229,43 miliar batang atau rata-rata sebesar 28,68 miliar batang per bulan. “Angka ini lebih rendah dari angka perkiraan kami yang sebesar 29,86 miliar batang per bulan,” ucapnya.
Menurut Susiwijono, jika melihat angka-angka realisasi produksi rokok secara khusus pada periode Juni-Juli 2014, dapat dilihat bahwa pengaruh pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 terkait ketentuan Peringatan Kesehatan (Picturial Health Warning) yang mengharuskan pemasangan gambar peringatan kesehatan 40 persen dari luas kemasan rokok, tidak terlalu signifikan dalam mengendalikan produksi dan konsumsi rokok. “Mungkin ada pengaruhnya pada konsumsi rokok, tapi tidak terlalu besar,” ujarnya.
Susiwijono mengatakan, salah satu tren menarik yang menjadi perhatian Ditjen Bea Cukai adalah shifting atau pergeseran produksi jenis rokok, yakni menyusutnya porsi rokok jenis sigaret kretek tangan (SKT). Pada 2004, pangsa SKT masih mencapai 36,5 persen, sigaret kretek mesin (SKM) 55,8 persen, dan sigaret putih mesin (SPM) 7,7 persen.
Nah, pada 2013, porsi SKT merosot tinggal 26,6 persen, SKM naik menjadi 67,3 persen, dan SPM turun tipis menjadi 6,1 persen. Tahun ini, pangsanya kembali bergeser menjadi SKT 22,3 persen, SKM naik menjadi 71,2 persen, dan SPM naik tipis ke 6,5 persen.
“Ini berpengaruh pada penerimaan cukai, sebab tarif cukai rokok jenis SKM lebih tinggi dibanding SKT,” jelasnya.
Menurut Susiwijono, tren menyusutnya pangsa rokok SKT akan membuat potensi penutupan pabrik rokok yang memproduksi SKT kian besar. Sebagaimana diketahui, pada akhir Mei 2014 lalu, dua pabrik yang memproduksi SKT milik PT HM Sampoerna di Lumajang dan Jember terpaksa ditutup. “Kalau trennya berlanjut, industri SKT memang akan makin berat,” ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia (Formasi) Heri Susianto menambahkan, penutupan dua pabrik rokok milik HM Sampoerna itu hanya fenomena gunung es dari suramnya industri rokok SKT. Dia menyebut, pada awal 2014, salah satu raksasa industri rokok Bentoel juga sudah menutup pabrik rokok kretek dan merumahkan sekitar 6.000 karyawan.
“Sebelum Bentoel, sudah ada sekitar 5.800 pabrik rokok kecil dan menengah yang gulung tikar,” ujarnya.(owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Resmi Dukung Kenaikan Harga Elpiji 12 Kg
Redaktur : Tim Redaksi