Produsen Ban Minta Pengecualian Aturan Impor

Selasa, 23 Mei 2017 – 11:59 WIB
Industri ban sedang bergejolak. Ilustrasi. Foto Sumutpos/jpnn.com

jpnn.com - Produsen ban yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) meminta pemerintah memberikan pengecualian terhadap kegiatan impor ban.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan mengatakan surat dari APBI diajukan pada 10 April 2017.

BACA JUGA: Pengetatan Impor Ban Sulitkan Industri Strategis

Di mana APBI meminta agar pemilik AP-P anggota APBI, bisa melakukan impor ban yang tidak diproduksi di Indonesia.

Langkah ini dilakukan lantaran legalitas pemilik API-P untuk melakukan impor ban terkendala di Bea Cukai menyusul pelaksanaan Permendag 77/2016 mengenai ketentuan impor ban.

BACA JUGA: Kemendag Bakal Buka Tol Laut Rute Surabaya-Tahuna

Sesuai Permendag 77/2016 yang berlaku mulai 1 Januari 2017, importansi ban harus dilakukan melalui sejumlah tahapan.

Dalam pelaksanaannya, impor ban hanya dapat dilakukan perusahaan pemilik Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) atau perusahaan pemilik Angka Pengenal Importir Umum (API-U) yang telah mendapatkan persetujuan impor dari menteri. Selain itu, impor ban hanya bisa dilakukan jika ban impor dipergunakan sebagai penunjang atau melengkapi proses produksi.

BACA JUGA: Begini Strategi Mendag Awasi Stok Pangan Jelang Puasa

Sejumlah pihak menilai, langkah Kemendag memberikan ijin kepada anggota APBI untuk melakukan importansi ban menggunakan Permen 118/2015 menunjukkan keberpihakan dan adanya dualisme sistem importasi ban dengan regulasi dan fasilitas yang berbeda. Padahal ban yang diimpor oleh API-P bukanlah ban komplementer, karena ban bias dan ban radial sangat berbeda.

Ban radial menjadi prioritas pemilik usaha lantaran memiliki kualitas yang lebih tinggi dan memberikan jaminan keselamatan, hemat energi dan cost efficiency yang lebih baik ketimbang ban bias yang mayoritas diproduksi di dalam negeri.

Oke menjelaskan, secara prinsip pemerintah tidak berniat membatasi impor ban. Syaratnya, ban tersebut tidak diproduksi di Indonesia. Pertimbangan lain, impor ban diperbolehkan untuk kepentingan layanan purna jual, tes pasar, atau keperluan industri tertentu.

“Untuk tes pasar tidak mungkin rutin tiap bulan. Begitu juga misalnya untuk ekspor kendaraan ke Eropa yang ada empat musim, kan tidak mungkin ekspor kendaraan tanpa ban,” jelas Oke.

Sebelumnya, sejumlah pengusaha di industri strategis seperti transportasi, pertambangan, perkebunan, hingga pelabuhan mengeluhkan pengetatan impor ban yang telah menciptakan kelangkaan ban dan membuat bisnis mereka semakin tidak efisien. Kini, sudah banyak pelaku usaha melakukan kanibalisasi untuk tetap beroperasi. Dan ban-ban tersebut belum diproduksi di Indonesia.

Gemilang Tarigan, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) menyatakan berbagai aturan menyulitkan di tengah industri ban dalam negeri yang belum mendukung. Sejumlah ban sektor utama ekonomi seperti ban untuk tambang, pelabuhan dan pertanian belum diproduksi di Indonesia.

“Sekarang produksi ban Truck Bus Radial (TBR) belum mencukupi kebutuhan. Sementara ban Bias buatan dalam negeri memiliki persoalan yang dapat berpengaruh pada keamanan, kenyamanan, dan efisiensi. Harusnya pemerintah tidak mengabaikan masalah ini,” tandasnya.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler