JAKARTA - Protes yang bermunculan terkait pemberlakuan regulasi keterkaitan produsen rokok tak menyurutkan langkah Ditjen Bea Cukai untuk menjalankan aturan tersebut. Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan Agung Kuswandono mengatakan, Permenkeu No 78/2013 tentang Penetapan Golongan dan Tarif Cukai Hasil Tembakau tetap berlaku mulai 10 Juni 2013. "Sekarang kami tunggu self declare dari produsen rokok hingga 20 Juni," ujarnya kepada Jawa Pos, Rabu (12/6).
Self declare merupakan mekanisme yang diberikan kepada produsen rokok untuk memberi keterangan kepada Bea Cukai terkait hubungan atau afiliasi yang dimilikinya dengan produsen rokok lain. "Tentu kami sudah punya data awal tentang afiliasinya. Tapi kami tunggu keterangan dari produsen," katanya.
Sebagaimana diwartakan, Permenkeu tersebut mengatur tentang penggabungan golongan usaha bagi perusahaan atau pabrik rokok terafiliasi atau yang pemiliknya masih memiliki hubungan keluarga. Karena volume produksi menjadi lebih besar karena perusahaan harus digabung, cukai yang harus dibayar pun makin besar.
Sebagai gambaran, untuk pengusaha rokok sigaret kretek tangan (SKT) dan sigaret putih tangan (SPT) golongan I yang menghasilkan lebih dari 2 miliar batang tarif cukainya Rp 205-Rp 275 per batang atau gram.
Sedangkan pengusaha SKT dan SPT golongan II dengan produksi lebih kecil antara 300 juta-2 miliar batang dikenai tarif Rp 110-Rp 130 per batang atau gram. Lalu pengusaha dengan produksi lebih sedikit di bawah 300 juta batang dikenai tarif cukai lebih murah, yakni Rp 80 per batang atau gram.
Bagaimana jika produsen tidak melaporkan afiliasinya? Menurut Agung, aparat Bea Cukai akan mulai bergerak pada 21 Juni pasca tenggat waktu self declare. Nanti Bea Cukai akan melakukan verifikasi berdasar data self declare maupun data awal yang dimiliki. Agung menyebut, dirinya berharap agar aturan itu bisa dijalankan secepatnya. Sebab, tahun ini Bea Cukai harus mengejar target penerimaan Rp 153 triliun dalam APBN Perubahan 2013 atau naik Rp 3 triliun dibanding target APBN 2013. "Dari target itu, Rp 920 miliar di antaranya kami proyeksi dari penerapan aturan hubungan keterkaitan produsen rokok," ujarnya.
Terkait ancaman boikot dari produsen rokok kecil terhadap aturan tersebut, Agung mengatakan aparat Bea Cukai di lapangan akan terbuka untuk menampung masukan dari produsen. "Masukan itu akan kami sampaikan ke menteri keuangan dan BKF (Badan Kebijakan Fiskal) yang menggodog aturan ini," katanya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BKF Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah terbuka pada semua masukan terkait aturan baru cukai tersebut. "Tentu pada periode tertentu, semua aturan akan di-review. Tapi sebelum masa review, aturan ini tetap berlaku," ucapnya. (owi/oki)
Self declare merupakan mekanisme yang diberikan kepada produsen rokok untuk memberi keterangan kepada Bea Cukai terkait hubungan atau afiliasi yang dimilikinya dengan produsen rokok lain. "Tentu kami sudah punya data awal tentang afiliasinya. Tapi kami tunggu keterangan dari produsen," katanya.
Sebagaimana diwartakan, Permenkeu tersebut mengatur tentang penggabungan golongan usaha bagi perusahaan atau pabrik rokok terafiliasi atau yang pemiliknya masih memiliki hubungan keluarga. Karena volume produksi menjadi lebih besar karena perusahaan harus digabung, cukai yang harus dibayar pun makin besar.
Sebagai gambaran, untuk pengusaha rokok sigaret kretek tangan (SKT) dan sigaret putih tangan (SPT) golongan I yang menghasilkan lebih dari 2 miliar batang tarif cukainya Rp 205-Rp 275 per batang atau gram.
Sedangkan pengusaha SKT dan SPT golongan II dengan produksi lebih kecil antara 300 juta-2 miliar batang dikenai tarif Rp 110-Rp 130 per batang atau gram. Lalu pengusaha dengan produksi lebih sedikit di bawah 300 juta batang dikenai tarif cukai lebih murah, yakni Rp 80 per batang atau gram.
Bagaimana jika produsen tidak melaporkan afiliasinya? Menurut Agung, aparat Bea Cukai akan mulai bergerak pada 21 Juni pasca tenggat waktu self declare. Nanti Bea Cukai akan melakukan verifikasi berdasar data self declare maupun data awal yang dimiliki. Agung menyebut, dirinya berharap agar aturan itu bisa dijalankan secepatnya. Sebab, tahun ini Bea Cukai harus mengejar target penerimaan Rp 153 triliun dalam APBN Perubahan 2013 atau naik Rp 3 triliun dibanding target APBN 2013. "Dari target itu, Rp 920 miliar di antaranya kami proyeksi dari penerapan aturan hubungan keterkaitan produsen rokok," ujarnya.
Terkait ancaman boikot dari produsen rokok kecil terhadap aturan tersebut, Agung mengatakan aparat Bea Cukai di lapangan akan terbuka untuk menampung masukan dari produsen. "Masukan itu akan kami sampaikan ke menteri keuangan dan BKF (Badan Kebijakan Fiskal) yang menggodog aturan ini," katanya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BKF Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah terbuka pada semua masukan terkait aturan baru cukai tersebut. "Tentu pada periode tertentu, semua aturan akan di-review. Tapi sebelum masa review, aturan ini tetap berlaku," ucapnya. (owi/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Masih Bermasalah
Redaktur : Tim Redaksi