Produsen Rokok Kecil Diambang Kepunahan

Kamis, 18 Oktober 2012 – 08:30 WIB
SURABAYA - Para pelaku industri rokok menengah kebawah nampaknya sudah tak punya kesempatan lagi. Beban yang diberikan oleh regulasi-regulasi baru tampaknya sudah tak bisa ditanggung. Menurut data Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) , pabrik yang yang aktif memproduksi rokok hanya tinggal 100 perusahaan.

Sekretaris Jenderal GAPPRI Hasan Aoni Azis mengatakan, kondisi produsen rokok menurun sekitar 20 persen tiap tahun. Hasil tersebut dikalkulasi dari jumlah produsen rokok saat ini yang terdaftar, yakni 800 perusahaan. Padahal, angka produsen pada 2007 mencapai 5.000 pada 2007. "Dari angka 800, yang masih aktif memproduksi hanya 100 saja. Lainnya tak stabil," jelasnya.

Dia merinci, mayoritas dari produsen yang bangkrut adalah produsen rokok menengah ke bawah. "Dari 100 perusahaan yang aktif, hanya 15-20 produsen yang dikategorikan menengah ke bawah. Lainnya sudah pasti perusahaan besar,"ungkapnya.      

Hasan menjelaskan, alasan utama mengapa produsen kecil tergeser dalam persaingan bisnis adalah beban finansial yang semakin besar. Misalnya, cukai rokok yang naik sekitar 10 persen per tahunnya. Kebijakan tersebut tentu memberatkan produsen yang hanya memproduksi 500 batang per bulan. Belum lagi, investasi yang harus dilakukan untuk menepati dari ketentuan RPP Tembakau yang sedang dirancang.

"Perlu investasi besar untuk menepati standarisasi kadar rokok yakni 1,5 mg tar dan 20 mg nikotin. Atau memberikan peringatan kesehatan berupa gambar pada kemasan rokok," ujarnya.     

Dia menambahkan, prediksi jika RPP Tembakau berlaku sudah bisa dipastikan. Sebab, dia sudah melihat contoh nyata pada beberapa saat lalu saat pemberlakuan batasan luas indutri hasil tembakau. "Bagaimana tidak? Sudah pasti produsen kecil itu luas bangunannya hanya mencapai 150 meter persegi. Dibawah 200 meter persegi yang menjadi luas minimal," tambahnya.     

Padahal, di sisi lain, konsumsi rokok semakin meningkat. Tahun lalu saja, pasar rokok indonesia sudah menyerap sekitar 250 miliar batang rokok. Kemudian, tahun ini diprediksi bakal ada 300 miliar batang yang diproduksi dan diserap pasar indonesia.     

Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah Nurtianto Wisnu Brata merasa setali tiga uang dengan Hasan. Menurutnya, isu regulasi juga memberikan efek buruk terhadap petani tembakau.

"Soal standar misalnya, sampai saat ini belum ada teknologi untuk menanam tembakau dengan kadar serendah itu. Sebab, tanaman tembakau adalah komoditas yang tergantung pada lokasi geografis penanaman," jelasnya.

Nurtianto berharap, para pelaku industri hasil tembakau bisa dilibatkan dalam pembuatan regulasi pemerintah. Supaya, ketentuan dalam regulasi nantinya tak hanya berkonsentrasi terhadap isu kesehatan, namun juga sosial, ekonomi, dan budaya. (bil)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Agresif Isi Pasar Buah Lokal

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler