Prof. Mega

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Kamis, 10 Juni 2021 – 11:35 WIB
Megawati Soekarnoputri. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Megawati Soekarnoputri dikukuhkan sebagai guru besar kehormatan di Universitas Pertahanan dengan gelar profesor di bidang ilmu pertahanan.

Dengan gelar ini lengkap sudah deretan gelar yang disandang Mega. Sebelumnya, dia sudah punya delapan gelar doktor kehormatan.

BACA JUGA: 3 Alasan di Balik Gelar Profesor Kehormatan Unhan untuk Megawati

Dengan tambahan gelar professor di belakang namanya berarti ada sembilan gelar yang dipajang di belakang nama Megawati.

Ini tentu sebuah capaian yang luar biasa, karena Mega tidak pernah menyelesaikan pendidikan sarjana S1. Ijazah formalnya hanya SMA.

BACA JUGA: Soal Duet Megawati-Prabowo di Pilpres 2024, Begini Respons Bang Dasco

Mega tercatat pernah menjadi mahasiswa Universitas Padjadjaran, Bandung pada 1965, tetapi kuliahnya terbengkalai karena situasi politik yang kacau ketika itu.

Kemudian Mega berkuliah di Universitas Indonesia, Jakarta pada 1970, tetapi tidak berhasil menyelesaikan kesarjanaannya.

BACA JUGA: Profesor Jepang: Kepemimpinan Megawati Mewarisi Gaya Soekarno yang Simpati pada Rakyat Jelata

Delapan gelar doktor S3 dan satu gelar profesor semua didapat oleh Mega sebagai pemberian dari berbagai kampus. Gelar-gelar ini disebut sebagai honoris causa, atau gelar kehormatan yang diberikan kepada seseorang yang dianggap mempunyai jasa dalam bidang tertentu.

Pada 2020 yang lalu Puan Maharani, anak Megawati, juga memperoleh gelar doktor kehormatan dari Universitas Diponegoro.

Pemberian gelar kehormatan semacam ini adalah hal yang lumrah. Namun, menjadi kurang lumrah kalau pertimbangan politiknya lebih kental dibanding pertimbangan akademis.

Universitas Airlangga, Surabaya pernah memberikan gelar doktor honoris causa kepada Muhaimin Iskandar, ketua umum PKB (Partai Kebangkitan Bangsa).

Pemberian gelar ini mendapat protes keras dari kalangan internal Unair.

Beberapa dosen senior membuat surat pernyataan penolakan karena menilai pemberian gelar kepada Muhaimin sarat dengan pertimbangan politis daripada akademis.

Ada beberapa alasan yang dikemukakan untuk menjustifikasi pemberian gelar kepada Mega.

Pertama, Megawati dianggap memiliki dan menguasai tacit knowledge tentang ilmu pertahanan, khususnya bidang kepemimpinan strategis.

Kedua, Megawati telah memenuhi semua persyaratan akademis maupun administratif untuk diangkat sebagai profesor kehormatan.

Ketiga, penganugerahan profesor kehormatan ini diharapkan menjadi contoh teladan alias role model. Kiprah Megawati dapat menjadi motivasi bagi generasi muda penerus bangsa untuk senantiasa berprestasi.

Alasan-alasan ini tentu bisa diperdebatkan. Kemampuan Mega yang menguasai tacit knowledge dalam ilmu pertahanan tidak banyak diketahui masyarakat umum maupun masyarakat ilmiah di lingkungan akademik, karena selama ini Mega tidak pernah terdengar kiprahnya dalam perdebatan akademik mengenai ilmu pertahanan.

Maklum, selama menjadi presiden Mega dikenal sangat irit dalam berbicara sehingga publik tidak banyak mengenal pemikiran-pemikiran strategisnya.

Mungkin karena itu, pengetahuan Mega disebut sebagai tacit knowledge atau pengetahuan yang tersembunyi.

Ternyata, diam-diam di balik keiritan bicara itu Mega dianggap punya kemampuan yang tersembunyi. Saking tersembunyinya sampai tidak ada yang tahu bahwa Mega punya kemampuan itu.

Mengenai syarat akademis, Mega dianggap sudah memenuhi semua syarat yang ditentukan untuk menjadi guru besar kehormatan, termasuk dukungan gelar S3 yang sudah berderet-deret.

Sayang, di dunia akademik tidak ada pemberian gelar S2 secara cuma-cuma. Andai saja ada pemberian gelar S2 kehormatan tentu mudah bagi Mega untuk mendapatkannya.

Alasan ketiga agar generasi muda menjadikan Mega sebagai role model mudah-mudahan tidak disalahmengerti oleh anak-anak milenial.

Jangan sampai mereka berpikir bahwa untuk mendapat gelar profesor dan gelar doktor yang berderet-deret tidak perlu sekolah susah-susah. Cukup lulus SMA saja lalu menjadi ketua umum partai, maka berbagai gelar akademik pun akan datang dengan sendirinya.

Pro kontra di kalangan masyarakat umum dan di lingkar akademik sangat ramai. Banyak yang menilai Mega tidak layak menerima gelar bergengsi itu.

Namun, banyak juga yang menganggap Mega sudah cukup layak, karena pengetahuan dan leadership yang sudah cukup mumpuni.

Ada pula yang menganggap pemberian gelar ini semacam upeti politik kepada Mega sebagai ketua partai. Di antara tokoh yang paling rajin mengirim upeti politik kepada Mega adalah Prabowo Subianto, ketua umum Partai Gerindra yang juga merangkap menteri pertahanan.

Universitas Pertahanan adalah perguruan tinggi yang berada pada pembinaan Departemen Pertahanan.

Pemberian gelar kepada Mega tentu atas sepengetahuan Prabowo. Dan hal ini menjadi bukti bahwa Prabowo punya hubungan dekat dengan Mega, atau setidaknya sekarang Prabowo berusaha makin dekat dengan Mega.

Beberapa hari sebelumnya, pada 6 Juni, bertepatan dengan hari ulang tahun Soekarno, bapak Megawati, Prabowo memberikan kado istimewa berupa patung Soekarno menunggang kuda yang dikerek di kompleks Departemen Pertahanan.

Prabowo secara khusus mengundang Mega pada peresmian itu.

Tidak itu saja. Patung Bung Karno juga dibangun di kompleks Lembaga Pertahanan Nasional, Lemhanas Jakarta, dan di kompleks Akademi Militer di Magelang. Di lembaga-lembaga kemiliteran itu bukannya patung Jenderal Sudirman yang dibangun, tetapi patung Bung Karno.

Sejarah mencatat Jenderal Sudirman sebagai panglima pertama TNI yang meletakkan dasar-dasar pertahanan negara melalui pembentukan TNI. Sejarah juga mencatat bahwa Soekarno tidak mempunyai hubungan yang akrab dengan TNI pada masa-masa kepemimpinannya sebagai presiden.

Kejatuhan Soekarno pada 1965 antara lain akibat konflik dengan TNI.

Karena itu banyak yang menduga Prabowo tengah 'PDKT' dengan Megawati.

Sudah maklum diketahui bahwa Prabowo sudah digadang-gadang untuk maju lagi di pilpres 2024 berpasangan dengan Puan Maharani. Rencana koalisi Gerindra dengan PDIP ini sudah matang meskipun belum ketok palu.

Namun, beberapa perkembangan terakhir bisa saja merusak skenario perjodohan itu.

Mega sudah pernah mengingkari janjinya untuk mendukung Prabowo menjadi calon presiden. Perjanjian yang disebut sebagai Prasasti Batutulis itu menyatakan Mega akan mendukung Prabowo pada pilpres 2014. Namun, Mega mengingkarinya dan memberikan dukungan kepada Jokowi.

Kali ini pun tidak ada jaminan bahwa perjodohan Prabowo-Puan akan terwujud pada 2024. Apalagi belakangan ini diketahui bahwa popularitas dan elektabilitas Puan di berbagai survei tidak pernah bisa bergerak dari angka dua persen.

Karena itu harus ada skenario alternatif. Salah satu spekulasi yang muncul adalah Megawati sendiri yang mungkin akan maju lagi sebagai capres. Dengan begitu berarti Prabowo akan turun kelas sebagai capres.

Kalau ini terjadi, dan Prabowo siap menahan malu karena turun kelas, berarti akan ada pasangan Mega-Pro Part Two, mengulangi Mega-Pro 2009. Ini berarti Mega dan Prabowo akan CLBK, alias Cucian Lama Belum Kering, dan harus dicuci lagi dan dikeringkan supaya ambisi politik terlampiaskan. (*)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler