jpnn.com - JAKARTA- Direktorat Jenderal Kebudayaan akan mengembangkan kerja sama dengan Badan Nasional Standarisasi Profesi (BNSP) untuk membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).
Tugas dari LSP tersebut adalah mengelola dan menetapkan standar kompetensi untuk berbagai bidang kerja, profesi dan keahlian di ranah kebudayaan, seperti sejarah dan kesenian.
BACA JUGA: Mendikbud: Bahasa Indonesia Harus Go International
"Penetapan standar kompetensi ini penting dalam tata dunia baru yang mengubah pasar tenaga kerja secara signifikan," kata Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Himar Farid, Senin (6/9).
Dia menjelaskan, standar kompetensi ini tidak dimaksudkan untuk kategori yang sangat umum seperti sejarawan, seniman atau budayawan, tapi untuk bidang kerja yang spesifik di sektor tertentu.
BACA JUGA: Dari 90 Dosen, Hanya 1 Yang Profesional
Standar kompetensi tidak hanya berguna bagi pencari kerja tapi juga para pemberi kerja dalam melakukan rekrutmen, dalam mengembangkan dan menata perencanaan SDM di tempat kerja.
"LSP di bidang kebudayaan ini akan mengacu kepada pedoman BNSP dan juga ILO Guidelines for the Development of Regional Model Competency Standards (RMCS) karena ada kebutuhan khusus untuk menjawab tantangan regional di tingkat ASEAN, yakni terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)," jelasnya.
BACA JUGA: IAIN Antasari Tunggu Teken Presiden Jokowi
Agar standar kompetensi yang ditetapkan diakui di tingkat regional, maka LSP ini juga bekerja sama dengan berbagai lembaga pemerintah maupun non-pemerintah di negara lain.
Penetapan standar kompetensi ini akan membantu pengembangan career banding system di berbagai sektor. Sebagai langkah awal penerapan sistem ini, menurut Hilmar, Direktorat Jenderal Kebudayaan akan bekerja sama dengan lembaga pemerintah, baik di pusat maupun daerah, seperti pejabat eselon dinas yang membidangi kebudayaan, pengelola taman budaya, tenaga peneliti dan lainnya.
Untuk bidang sejarah, penetapan standar kompetensi akan berguna antara lain untuk memperbaiki kualitas pengajaran sejarah di berbagai jenjang pendidikan, meningkatkan kesempatan peneliti dan tenaga ahli untuk terlibat dalam kegiatan penelitian dan kerja sama ilmiah lainnya di tingkat regional dan internasional, memperbaiki kualitas penulisan sejarah resmi atau commissioned history yang diselenggarakan pemerintah maupun swasta, memperbaiki kualitas naskah akademik untuk peraturan perundangan- perundangan pusat maupun daerah, dan banyak lainnya.
"Sertifikasi profesi di bidang sejarah, bukan untuk menetapkan pengakuan terhadap status seseorang sebagai sejarawan (yang merupakan kategori abstrak/umum), tapi untuk pengembangan profesi yang terkait dengan pengetahuan sejarah, terutama tenaga ahli, konsultan, penulis dan peneliti. Hal lain yang penting diingat adalah penerapan standar kompetensi bersumber pada pengakuan dari para lembaga yang menggunakan (konsumen) dan bukan bersumber semata pada kewenangan lembaga yang menetapkan," beber Hilmar. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Parah! Pencairan BOS Telat Terus, Kepsek Terpaksa Hutang Kanan Kiri
Redaktur : Tim Redaksi