Profesor Bagong Bilang, Kasus Tendang Sesajen di Semeru Bisa Diselesaikan Kekeluargaan

Senin, 17 Januari 2022 – 22:00 WIB
Pembuang sesajen di Gunung Semeru Hadfana Firdaus meminta maaf kepada masyarakat Indonesia atas perbuatannya, Jumat (14/1). Foto: Arry Saputra/JPNN.com

jpnn.com, SURABAYA - Kasus menendang dan membuang sesajen di kawasan Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur, bisa diselesaikan secara kekeluargaan.

Pendapat itu dikatakan Pakar Sosiologi Universitas Airlangga Surabaya Prof Bagong Suyanto.

BACA JUGA: Kasus Sesajen Ditendang, Politikus asal Jatim Menanggapi Prof Al Makin, Simak Baik-baik

Dia mengatakan pelaku Hadfana Firdaus yang saat ini diamankan di Polda Jatim tidak berasal dari Lumajang sehingga tidak mengetahui adat istiadat setempat.

”Menurut saya memang tidak perlu memperpanjang masalah ini sampai ke ranah hukum. Kita bisa menyelesaikannya dengan cara kekeluargaan dan yang terpenting ketika pelaku sudah meminta maaf," ujarnya kepada wartawan di Surabaya, Senin.

BACA JUGA: Tengah Malam Puluhan Napi Lapas Semarang Dibawa ke Nusakambangan

Kendati demikian, dosen di Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik tersebut tetap tak menyetujui tindakan yang dilakukan dengan cara membuang sesajen.

Terlebih, lanjut Prof Bagong, Indonesia adalah bangsa multikulturalisme sehingga setiap orang perlu menghargai perbedaan.

“HF (Hadfana Firdaus) kan orang luar daerah yang datang ke komunitas lokal (masyarakat Lumajang). Maka dia harus berempati dan belajar memahami perbedaan," kata Dekan FISIP Unair tersebut.

Dia juga menuturkan bahwa hal ini bisa menjadi pelajaran bersama agar mau mengenal dan memahami ritual dari agama serta kepercayaan lain.

Prof Bagong mengatakan bahwa masyarakat boleh saja mempercayai dan mengimani suatu keyakinan, akan tetapi tidak perlu menyalahkan atau merendahkan yang lainnya.

“Cukup dirasakan sendiri tanpa menyinggung keyakinan lain,” tutur dia.

Pihaknya berharap tidak terulang kejadian serupa serta saling menghormati dan kesediaan untuk menerima bahwa perbedaan itu ada.

“Kita harus berempati dan bertoleransi dan kuncinya adalah memahami dan menerima segala bentuk perbedaan," ucap dosen yang dinobatkan sebagai peneliti terbaik Unair versi Google Scholar tersebut. (antara/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler