jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Profesor Yusril Ihza Mahendra berkomentar terkait rencana Initial public offering (IPO) Subholding Pertamina.
Dia menilai rencana tersebut tidak melanggar konstitusi dan perundang-undangan. Untuk itu, rencana IPO seharusnya tidak dipersoalkan, apalagi melakukan uji materi terhadap UU BUMN.
BACA JUGA: IPO Subholding Membuat Kinerja Pertamina Lebih Optimal
Yusril melihat rencana tersebut merupakan bagian transformasi dan tak ada yang inkonstitusional.
Karena seperti transformasi melalui apapun, termasuk IPO, hanya alat dan bukan tujuan. Yaitu untuk membuat Pertamina semakin kuat dan besar.
BACA JUGA: Demi Masyarakat Palembang, Pertamina Optimalkan Asetnya untuk Cultural Park
“Sehingga, kata ‘menguasai’ dalam Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 bukanlah tujuan, namun alat untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bahwa pengertian ‘dikuasai’ itu sudah lebih dikuatkan dalam keputusan MK No. 002/PUU/2003,” kata Yusril dalam diskusinya dengan Pertamina, Kamis (16/7).
Terkait Pasal 77 UU BUMN, Yusril menegaskan, yang dimaksud larangan privatisasi persero tertentu, adalah yang secara tegas dilarang dalam perundang-undangan.
BACA JUGA: Sebaiknya Jangan Beli Buah dan Sayur yang Sudah Dipotong-potong
Dan dalam hal ini, UU Migas maupun ketentuan pelaksanaannya tidak mengatur larangan semacam itu.
“Apalagi yang dilakukan sekarang adalah restrukturisasi, belum privatisasi. Kalaupun privatisasi, nantinya juga bukan Pertamina-nya tetapi anak perusahaan Pertamina,” serunya.
Sedangkan bidangnya, selain biz Hulu, juga ada ada biz Refining dan Petchem, biz Commercial dan Trading, biz Power dan NRE, Shipping, dan juga gas yang sudah terlebih dahulu melalui PT PGN Tbk.
“Untuk itu, sejauh ini semua langkah yang telah dilakukan Pertamina terkait IPO Subholding adalah konstitusional, tidak melanggar hukum dan masih dalam track yang seharusnya,” kata Yusril menyimpulkan.
Sementara, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan pasar modal menjadi salah satu strategi perseroan untuk mendapatkan pendanaan.
Nicke menyebutkan, Pertamina memerlukan 28 persen pendanaan dari eksternal dan project financing atau sekitar USD 49 miliar hingga 2026.
Adapun, opsi IPO dengan pertimbangan akses jumlah pendanaan yang luas, tidak dibatasi oleh tenor, dan pengembalian atau dividen yang fleksibel.
"IPO merupakan salah satu bentuk metode pendanaan yang lazim dilakukan oleh perusahaan multinasional," tandas Nicke.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy