jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) terus menyiapkan langkah-langkah strategis dalam menghadapi El Nino, di antaranya dengan mempersiapkan berbagai upaya antisipasi adaptasi dan mitigasi di sektor pertanian yang siap dilaksanakan setiap daerah.
Kementan juga terus mendorong dan membantu petani dalam meningkatkan produktivitas sektor pertanian sebagai upaya memenuhi kebutuhan pangan.
BACA JUGA: Program CSA Asa di Tengah Ancaman Perubahan Iklim
Program Climate Change Agriculture (CSA) Strategic Irrigation Modernization and Urgent Rehabilitation Project (SIMURP) menjadi salah satu jawaban terhadap perubahan iklim, terutama kondisi El Nino yang terjadi saat ini.
Karena itu, petani harus melanjutkan teknologi yang diterapkan, meski program tersebut akan berakhir pada 2024 mendatang.
BACA JUGA: Wagub Jabar Apresiasi Kinerja Program CSA Kementan
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan saat ini tantangan pembangunan pertanian sangatlah besar.
Selain adanya perubahan iklim atau climate change, juga terjadi degradasi lahan, sarana produksi terbatas, khusus pupuk kimia kian mahal, produksi juga tidak efisien dengan penurunan produktivitas lahan.
BACA JUGA: Remaja Putri Diperkosa 16 Orang, Oh, Pengakuan Korban
“Karena itu, sekarang ini kita tidak bisa lagi dengan cara lama, tetapi, harus sudah menggunakan cara baru dalam meningkatkan produksi pangan. Dengan jumlah penduduk kita mencapai 280 juta jiwa, hadirnya pertanian yang makin maju, makin modern dan mandiri akan sangat berarti. Karena penduduk Indonesia sangat besar,” ujar Mentan Syahrul.
Syahrul juga memastikan jika kebutuhan beras dalam menghadapi cuaca buruk El Nino dalam kondisi aman.
"Untuk menyikapi perubahan iklim tak menentu, pelaku pertanian dituntut membuat pertanian agar lebih ramah lingkungan sekaligus berdapatasi dengan fenomena alam lainnya, sehingga produktivitas dan keragaman komoditi pertanian bisa dicapai," ujar Syahrul.
Terpisah, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan (BPPSDMP) Kementan Dedi Nursyamsi mengatakan tantangan pembangunan pertanian, climate change, degradasi lahan, saprodi terbatas, pupuk kimia mahal, produksi tidak efisien dan menurun.
“Masalah pangan adalah masalah yang sangat utama dan menentukan hidup matinya suatu bangsa. Oleh karena itu gencarkan olah tanah, olah tanam, dan manfaatkan lahan pekarangan, terutama pangan lokal. Semua harus mendukung Gerakan ketahanan pangan nasional,” ujar Dedi.
Dia menambahkan bahwa Program SIMURP utamanya ditujukan untuk membangun resiliensi ketangguhan pertanian Indonesia terhadap Climate Change.
Oleh karena itu, di dalam SIMURP disajikan berbagai inovasi teknologi yang betul-betul adaptif dan mitigatif terhadap perubahan iklim yang terjadi. Juga mampu beradaptasi dari cekaman biotik yaitu tahan hama penyakit, maupun abiotik yaitu kekeringan dan banjir serta intrusi air laut, jelas Kabadan Dedi lagi.
Wakil Bupati Purworejo Yuli Hastuti pada acara Farmer Field Day (FFD) Scalling Up teknologi CSA atau Hari Temu Lapang Petani di Desa Tegalrejo, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo, Rabu (30/8) menyampaikan bahwa pemerintah terus berupaya meningkatkan produktivitas pertanian.
Salah satunya melalui Program SIMURP, yakni modernisasi dan rehabilitasi jaringan irigasi yang mendesak dan penting.
Menurutnya, kegiatan FFD ini merupakan wadah bersama untuk saling berbagi pengalaman, pengetahuan, dan teknik terbaik dalam pertanian.
“Melalui kegiatan ini, mari kita tetap semangat dan berkomitmen untuk terus meningkatkan produktivitas pertanian, mengadopsi teknologi terbaru, serta menjaga kelestarian lingkungan demi generasi masa depan,” katanya.
Hadir juga di acara FFD ini Kepala Pusat Penyuluhan (Kapusluhtan) Bustanul Arifin Caya, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Purworejo Hadi Sadsila, Forkopimcam Banyuurip, Tim NPIU BPPSDMP, dan sejumlah Pejabat Pemkab Purworejo serta para penyuluh pertanian dan petani penerima manfaat program SIMURP.
Dalam sambutannya, Kapusluhtan Bustanul Arifin Caya mengatakan jika kegiatan ini bertujuan untuk mensosilisasikan dan mengkampanyekan kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh petani, utamanya dalam menerapkan teknologi CSA.
Dari sejumlah laporan yang kami terima, kegiatan CSA ini telah mampu meningkatkan produktivitas hasil pertanian.
Lebih dari 1,2 ton Gabah Kering Panen (GKP) telah dihasilkan dan terjadi peningkatan. Hal ini menunjukan jika kegiatan CSA ini telah mampu mendukung peningkatan produksi, ungkap Bustanul.
“Kesuksesan ini, kami harapkan juga diteruskan kepada para petani yang lain. Tidak hanya di wilayah Kecamatan Banyuurip tetapi semua kecamatan, sehingga resonansi kegiatan CSA ini bisa dirasakan oleh seluruhnya di Kabupaten Purworejo,” ujar Bustanul.
Sedangkan menurut Kepala DKPP Kabupaten Purworejo Hadi Sadsila, pihaknya telah melaksanakan program SIMURP sejak tahun 2020 dan dinilai telah berjalan baik karena manfaatnya telah dirasakan langsung oleh masyarakat.
Dikatakan Hadi, kegiatan SIMURP difokuskan pada upaya mengantisipasi dampak negatif perubahan iklim global melalui pelaksanaan pembangunan pertanian cerdas iklim.
Pelaksaaan pembangunan pertanian cerdas iklim dilakukan atas dasar dampak perubahan iklim global yang saat ini makin nyata.
"Perubahan iklim yang ekstrim saat ini telah mempengaruhi kegiatan budidaya tanaman yang menyebabkan penurunan produktivitas, produksi dan mutu hasil pertanian. Sehingga berpengaruh dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional," kata Hadi.
“Hari ini kami coba melihat hasil dari Program SIMURP dan ini penting untuk disebarluaskan karena kita membutuhkan sosialisasi dan bukti agar program ini dapat terus dikembangkan di Kabupaten Purworejo. Harapannya, ke depan agar sinergi Pusat dengan kabupaten dapat terus berjalan,” ujar Hadi. (rhs/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Karnaval HUT RI di Mojokerto Jatim Mencekam
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti