jpnn.com, JAKARTA - Konversi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian yang mencapai 50.000 hingga 100.000 hektare per tahunnya di Indonesia, memunculkan potensi krisis pemenuhan kebutuhan pangan secara jangka panjang.
Namun, masyarakat tak perlu khawatir. Pemerintah melalui salah satu program strategis pembangunan pertanian nasional 2021, Food Estate, menargetkan pemenuhan ketahanan pangan dalam negeri.
BACA JUGA: Kementan Sebut Program Food Estate di Wonosobo Hasilkan Bawang Merah 12,3 Ton
"Program Food Estate yang dibuat pemerintah sangat baik karena akan mampu memenuhi kebutuhan pangan kita di masa depan," kata Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Edi Santosa saat dihubungi pada Kamis (14/7).
Edi menjelaskan setiap tahun sekitar 50.000 hingga 100.000 hektare lahan pertanian di Indonesia berubah peruntukannya menjadi lahan nonpertanian seperti infrastruktur jalan, pabrik, dan rumah tinggal, sehingga berpotensi menimbulkan krisis ketersediaan pangan di dalam negeri.
BACA JUGA: Menko Marves Monitor Progres Food Estate dari AWR Kementan
"Dengan adanya Food Estate itu hingga 2045 maka lahan (pertanian) yang bertambah bisa mencapai 1 juta hektare," ujarnya.
Prof Edi menambahkan, agar Food Estate bisa berjalan sesuai rencana maka dibutuhkan konsistensi, teknologi, infrastruktur dan sumber daya manusia yang memadai.
BACA JUGA: Menko Luhut Pengin Formula R5 IKA ITS Digunakan di Lahan Food Estate di Kalteng
"Anak-anak muda dari daerah (tempat Food Estate diterapkan) bisa menjadi pioneer. Kita bisa membuat sekolah khusus bisa hanya enam bulan saja, untuk ajari soal Food Estate ke mereka," katanya.
Di sisi lain dia berharap bila nantinya terjadi pergantian pemerintahan, Food Estate akan tetap berjalan sesuai program yang sudah dicanangkan.
Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB, Ernan Rustiadi juga membenarkan makin berkurangnya lahan pertanian di dalam negeri saat ini.
"Dibandingkan dengan negara lain, betapa kecilnya ketersediaan lahan pangan yang bisa ditanami per kapita di Indonesia," katanya.
Menurut Ernan, jika lahan pertanian pangan dirasiokan dengan jumlah penduduk maka luas lahan per kapita Indonesia termasuk yang terendah di antara negara-negara lainnya.
"Padahal, kebutuhan pangan merata di seluruh wilayah. Mau tidak mau, Indonesia harus melakukan ekstensifikasi atau perluasan lahan pangan," ujarnya.
Berdasarkan perhitungan Ernan, luas lahan pangan dalam negeri saat ini mencapai 24,7 hektare atau 13% dari luas daratan yang sebesar 191 juta hektare.
Kemudian setelah dibagi jumlah penduduk maka luas lahan pangan hanya 0,095 hektare per kapita.
"Food Estate Indonesia adalah cara khas dan inovasi baru pencapaian kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan Indonesia," kata Ernan dalam paparannya yang bertajuk "Kemandirian Pangan dan Tantangan Penyediaan Lahan Pangan".
Adapun lingkup Food Estate Indonesia yang dipaparkan Ernan mencakup empat fokus, yaitu fokus komoditas mencakup komoditas pangan nasional dan komoditas andalan daerah, pengadaan lahan sesuai agroekologi dan terkonsolidasi, sistem agribisnis terpadu mencakup seluruh subsistem hulu, on-farm, hilir dan penunjang, serta dukungan infrastruktur juga teknologi, dan fokus korporasi petani serta badan usaha. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia