Program RJIT Kementan Terbukti Memberikan Dampak Positif

Selasa, 02 Maret 2021 – 13:38 WIB
Syahrul Yasin Limpo. Foto: M. Fathra Nazrul Islam/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Program Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT) Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (Ditjen PSP Kementan) memberi dampak positif bagi petani maupun produksi pangan nasional.

Banyak daerah yang merasakan manfaat program RJIT ini, seperti petani di Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.

BACA JUGA: Berkat RJIT, Petani di Ponorogo Bisa Tanam 3 Kali Setahun

Sebelum ada RJIT, indeks pertanaman (IP) petani dalam satu tahun hanya 2 kali (IP-200).

Namun, setelah ada perbaikan irigasi tersier petani bisa menanam 3 kali dalam setahun yang berarti IP menjadi 3 kali (IP-300).

BACA JUGA: Petani Food Estate: Kami Betul-betul Dikawal Teman-teman dari Kementan

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) mengatakan RJIT memang dilakukan untuk memastikan lahan pertanian mendapatkan irigasi yang akan menjamin kebutuhan air hingga panen.

“Pengelolaan air dilakukan petani untuk memastikan lahannya bisa terus berproduksi. Pengelolaan air bisa dilakukan salah satunya dengan cara merehabilitasi jaringan irigasi, sehingga air benar-benar dipastikan mengalir ke lahan pertanian. Pengaturannya pun tepat,” kata Mentan SYL, Senin (1/3).

BACA JUGA: Mentan SYL Dorong Percepatan Produksi dengan Teknologi dan Mekanisasi

Mengingat program ini sangat bermanfaat, maka kegiatan RJIT ini dilakukan secara berkelanjutan.

Pada 2020 RJIT mencapai areal seluas 135.861 hektare (ha). Kegiatan ini dilakukan di 32 provinsi dan lebih dari 300 kabupaten/kota.

Program ini merupakan kegiatan penting dalam proses usaha tani karena memiliki dampak langsung terhadap peningkatan luas areal tanam.

Direktur Jenderal PSP Kementan Sarwo Edhy menyebutkan pengelolaan air irigasi dari hulu (upstream) sampai dengan hilir (downstream) memerlukan sarana dan prasarana irigasi yang memadai.

“Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa waduk/bendungan, bendung, saluran primer, saluran sekunder, boks bagi, dan saluran tersier serta saluran tingkat usaha tani,” kata Sarwo Edhy.

Menurut dia, tidak berfungsinya atau rusaknya salah satu bangunan irigasi akan memengaruhi kinerja sistem irigasi yang ada, sehingga mengakibatkan efisiensi dan efektivitas irigasi menurun.

“Program RJIT diutamakan pada lokasi yang telah dilakukan SID dan pada daerah irigasi yang saluran primer dan sekundernya dalam kondisi baik. Tujuannya untuk meningkatkan indeks pertanaman padi sebesar 0,5,” ujar Sarwo Edhy.

Kegiatan RJIT ini diarahkan pada jaringan irigasi tersier yang mengalami kerusakan yang terhubung dengan jaringan utama (primer dan sekunder) yang kondisinya baik dan/atau sudah direhabilitasi oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, atau dinas provinsi/kabupaten/kota urusan pengairan sesuai kewenangannya.

Untuk kriteria lokasi, kegiatan RJIT dilaksanakan pada jaringan tersier di daerah irigasi sesuai kewenangan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota, dan irigasi pada tingkat desa yang memerlukan rehabilitasi atau peningkatan.

Lokasi perbaikan diutamakan pada jaringan irigasi yang tersiernya mengalami kerusakan dan/atau memerlukan peningkatan, jaringan irigasi primer dan sekunder dalam kondisi baik dengan sumber air yang tersedia.

“RJIT bukan hanya membenahi saluran irigasi yang bermasalah tetapi juga memaksimalkan fungsi saluran, agar luas areal tanam bisa bertambah. Sehingga diharapkan indeks pertanaman dan provitasnya pun meningkat,” katanya.

Contohnya kegiatan RJIT yang dikelola Kelompok Tani (Poktan) Karya Tani di Desa Pomahan, Kecamatan Pulung, Ponorogo.

Kelompok tani yang diketuai Sumariyadi ini memiliki lahan seluas 37 ha yang ditanami padi dan sesekali jagung saat ketersedian air berkurang.

Dia mengatakan, kondisi saluran sebelum diperbaiki berupa saluran tanah sehingga distribusi air ke lahan sawah kurang lancar akibat sering kehilangan air akibat tanah yang porus.

“Kondisi saluran saat ini menjadi saluran permanen menggunakan konstruksi ferocement dengan sistem cor di tempat dengan 2 sisi saluran,” ungkapnya.

Luas layanan irigasi sebelum dilakukan rehabilitasi saluran seluas 50 ha. Luas layanan irigasi setelah dilakukan rehabilitasi saluran layanan irigasi menjadi 55 ha.

Sementara produktivitas sebelumnya hanya 7 ton per ha, namun setelah saluran direhabilitasi mengalami kenaikan menjadi 7,7 ton per ha.

Sebelumnya IP pada lokasi tersebut 250, setelah ada kegiatan intensitas pertanaman (IP) menjadi 300 atau 3 kali tanam dalam 1 tahun.

“Dampak lain dari kegiatan rehabilitasi saluran ini adalah dapat dilakukannya percepatan tanam secara serempak (tanaman padi), serta meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan saluran irigasi tersebut,” katanya.

Manfaat kegiatan RJIT juga dirasakan petani di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Kegiatan padat karya ini mampu meningkatkan produktivitas pertanian di Desa Leppangeng, Kecamatan Belawa, Kabupaten Wajo.

Produktivitas yang sebelumnya hanya 5,3 ton per ha, meningkat menjadi menjadi 6,7 ton per ha setelah saluran irigasi direhabilitasi.

“Lewat kegiatan padat karya ini, saluran irigasi kami maksimalkan dan tingkatkan fungsinya. Sehingga lahan yang bisa teraliri air meningkat dan luas tanam juga bertambah,” tutur Sarwo Edhy.

Di Kabupaten Wajo, kegiatan RJIT dilakukan secara swakelola oleh Kelompok Tani Padi Mekar XIX di Daerah Irigasi Palaguna.

Panjang saluran irigasi yang direhabilitasi mencapai 107 meter. Kondisi saluran irigasi sebelum diperbaiki berupa saluran tanah, sehingga distribusi air ke lahan sawah pada bagian hilir kurang lancar

“Dengan RJIT, saluran saat ini menjadi saluran permanen menggunakan konstruksi pasangan batu dengan dua sisi saluran. Jika sebelumnya luas layanan irigasi 50 ha, namun setelah RJIT meningkat menjadi seluas 55 ha,” pungkasnya. (*/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler