BANDUNG- Pelarangan RSBI diharapkan tidak sampai mengurangi mutu dan kualitas sekolah. Pasalnya, persepsi yang ada saat ini di masyarakat, seolah-olah segala sesuatu yang berbau internasional menjadi dilarang.
"Yang kami khawatirkan terjadi salah tafsir di masyarakat. Seolah-olah sekarang ini setiap ada upaya sekolah mengembangkan sesuatu yang dianggap internasional diharamkan, karena tidak semua program di RSI jelek bahkan menurut saya sangat positif khususnya mempersiapkan siswa menghadapu era globalisasi,” ujar Presiden Asosiasi Guru Matematika Indonesia Firman Syah Noor saat ditemui di Bandung.
Dikatakannya, suka tidak suka, globalisasi pasti masuk ke semua sektor. Bahkan apabila tidak bisa disikapi pasti kita ketinggalan, termasuk dalam hal pendidikan.
Firman menjelaskan, putusan MK ini jangan sampai memutuskan mata rantai upaya sekolah untuk meningkatkan mutu. Label internasional boleh saja dicopot, tapi di dalamnya, terutama program-program yang baik tetap harus dipertahankan bahkan ditingkatkan.
"Saat ini sekolah yang sudah bermutu terus ditingkatkan kualitasnya, dan sekolah yang masih kurang didorong juga. Jangan yang sudah bermutu dihentikan agar yang bawah bisa mengejar. Toh sejak awal pengkategorian sekolah sudah ada, ada sekolah standar nasional dan sebagainya. Saya kira itu bukan kastanisasi tetapi pemetaan, agar program yang dilakukan juga semakin jelas," ungkapnya.
Menurut Firman, dilihat dari visi misinya, program yang ada dalam RSBI sebetulnya sudah bagus. Namun di lapangan seringkali terjadi penyimpangan dengan menganggap label RSBI ini sebuah legitimasi untuk memungut dana jor-joran dari masyarakat.
"Yang perlu diperbaiki adalah pelaksanaannya. Memang dalam upaya peningkatan mutu itu perlu biaya, tapi tidak sedikit juga program peningkatan mutu yang murah dan tanpa biaya. Dan sebetulnya terkait pembiayaan ini, pemda bisa melakukan kontrol agar sekolah tidak seenaknya memungut biaya dari masyarakat," katanya.
Dengan putusan ini, kata Firman, bukan berarti semua program-program yang sudah ada di RSBI dihapuskan. Biaya bisa ditekan, misalnya dengan fokus pada kurikulum, peningkatan kreativitas dan kualitas guru, pengayaan materi ajar melalui berbagai media termasuk internet. Sementara program seperti infrastruktur di setiap kelas harus ada perangkat ICT, atau program student exchange ke luar negeri tidak perlu dilakukan.
"Kurikulum bisa buat sendiri. Akses ke kurikulum internasional, dan itu sebetulnya tidak mahal. Karena yang mahal itu sebetulnya di infrastruktur. Tinggal kreatifitas gurunya saja,” katanya.(tie)
"Yang kami khawatirkan terjadi salah tafsir di masyarakat. Seolah-olah sekarang ini setiap ada upaya sekolah mengembangkan sesuatu yang dianggap internasional diharamkan, karena tidak semua program di RSI jelek bahkan menurut saya sangat positif khususnya mempersiapkan siswa menghadapu era globalisasi,” ujar Presiden Asosiasi Guru Matematika Indonesia Firman Syah Noor saat ditemui di Bandung.
Dikatakannya, suka tidak suka, globalisasi pasti masuk ke semua sektor. Bahkan apabila tidak bisa disikapi pasti kita ketinggalan, termasuk dalam hal pendidikan.
Firman menjelaskan, putusan MK ini jangan sampai memutuskan mata rantai upaya sekolah untuk meningkatkan mutu. Label internasional boleh saja dicopot, tapi di dalamnya, terutama program-program yang baik tetap harus dipertahankan bahkan ditingkatkan.
"Saat ini sekolah yang sudah bermutu terus ditingkatkan kualitasnya, dan sekolah yang masih kurang didorong juga. Jangan yang sudah bermutu dihentikan agar yang bawah bisa mengejar. Toh sejak awal pengkategorian sekolah sudah ada, ada sekolah standar nasional dan sebagainya. Saya kira itu bukan kastanisasi tetapi pemetaan, agar program yang dilakukan juga semakin jelas," ungkapnya.
Menurut Firman, dilihat dari visi misinya, program yang ada dalam RSBI sebetulnya sudah bagus. Namun di lapangan seringkali terjadi penyimpangan dengan menganggap label RSBI ini sebuah legitimasi untuk memungut dana jor-joran dari masyarakat.
"Yang perlu diperbaiki adalah pelaksanaannya. Memang dalam upaya peningkatan mutu itu perlu biaya, tapi tidak sedikit juga program peningkatan mutu yang murah dan tanpa biaya. Dan sebetulnya terkait pembiayaan ini, pemda bisa melakukan kontrol agar sekolah tidak seenaknya memungut biaya dari masyarakat," katanya.
Dengan putusan ini, kata Firman, bukan berarti semua program-program yang sudah ada di RSBI dihapuskan. Biaya bisa ditekan, misalnya dengan fokus pada kurikulum, peningkatan kreativitas dan kualitas guru, pengayaan materi ajar melalui berbagai media termasuk internet. Sementara program seperti infrastruktur di setiap kelas harus ada perangkat ICT, atau program student exchange ke luar negeri tidak perlu dilakukan.
"Kurikulum bisa buat sendiri. Akses ke kurikulum internasional, dan itu sebetulnya tidak mahal. Karena yang mahal itu sebetulnya di infrastruktur. Tinggal kreatifitas gurunya saja,” katanya.(tie)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sudah Ganti Nama
Redaktur : Tim Redaksi