Proposal Kenaikan BBM Masuk ke DPR

Draf APBN-P 2014 Sudah Dikirim Pemerintah

Minggu, 19 Mei 2013 – 05:20 WIB
JAKARTA – Kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sudah semakin dekat. Draf Rancangan APBN Perubahan (RAPBN-P) sudah diserahkan pemerintah ke DPR. Parlemen juga sudah bersiap memulai membahas draf yang diduga memuat proposal kenaikan harga BBM tersebut.    

Draf RAPBN-P itu diserahkan pada Jumat (17/5) malam. ”Kami akan mulai siapkan pembahasannya,” ujar Wakil Ketua DPR Shohibul Imam di Jakarta kemarin (18/5).

Sesuai prosedur, pembahasan akan dimulai di tingkat pimpinan dewan. Pimpinan akan memeriksa surat yang masuk untuk kemudian menyiapkan pemberitahuan draf rancangan ke Badan Musyawarah (Bamus) DPR.

Selanjutnya, apabila rapat Bamus menyetujui, maka draf tersebut kemudian akan dibawa ke rapat paripurna. Jika disetujui, pembahasan kemudian dibawa ke tingkat komisi dan Badan Anggaran DPR. ”Soal cepat atau tidaknya, kita ikuti prosedurnya,” imbuh Shohibul.

Pada pidato pembukaan masa sidang IV DPR RI, beberapa hari lalu, Ketua DPR Marzuki Alie telah menyampaikan bahwa rapat paripurna pembicaraan pendahuluan RAPBN-P 2014 akan dilaksanakan pada 20 Mei.

Di pihak pemerintah, Presiden SBY telah menyampaikan harapannya agar pembahasan RAPBN-P 2014 bisa berlangsung cepat. Hal itu disampaikan usai mengadakan sidang kabinet paripurna di kantor presiden pada 8 Mei 2013 lalu.

Presiden berharap DPR dapat menyepakati poin-poin perubahan anggaran yang diajukan pemerintah. Segala bentuk perubahan dari sisi situasi dan kondisi perekonomian secara global maupun nasional sudah dipertimbangakan secara matang oleh pemerintah. Selain pengurangan subsidi BBM, menurut SBY, pemerintah juga fokus terhadap pengurangan defisit dalam APBN-P 2013.

Melihat peta politik terkini, harapan presiden itu diperkirakan banyak pihak tidak akan seketika terlaksana. Dinamika politik fraksi-fraksi di parlemen diprediksi akan tetap muncul.

Hal itu terlihat, dari sikap Fraksi PKS yang notabene termasuk anggota koalisi. Fraksi terbesar keempat di parlemen itu hingga saat ini termasuk yang masih rajin mengkritisi beberapa hal terkait rencana kenaikan BBM.

Anggota Komisi VII dari Fraksi PKS Rofi’ Munawar, misalnya, menilai kalau pemerintah terus menerus mengeluarkan wacana yang meresahkan masyarakat seputar BBM. ”Ini menunjukan bahwa Pemerintah tidak memiliki perencanaan matang dalam rangka pengurangan subsidi BBM. Ironinya, pemerintah mengeluarkan kebijakan hari ini dan besok tidak sama,” kritik Rofi’.

Dia memaparkan, selain akan menaikkan harga BBM bersubsidi, pemerintah juga ternyata tetap membatasi konsumsi BBM bagi masyarakat. Mulai Juli nanti, Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas dan Pertamina dipastikan sudah akan menerapkan alat kendali BBM. Pada tahap awal, pemasangan alat kendali itu akan dilakukan di Jakarta untuk kendaraan dinas.

Rencana kebijakan itu sudah ada payung hukumnya, yakni Peraturan Menteri ESDM No 12 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri ESDM No 1 Tahun 2013.     

Rofi’ menilai jika benar kenaikan BBM disertai dengan pembatasan sesuai mekanisme penjatahan diterapkan, maka pemerintah telah kehilangan sensitifitas dalam menerapkan kebijakan publik. Kebijakan itu akan memukul aktivitas dan mobilitas masyarakat.

”Sebaiknya pembatasan tidak dilakukan dengan menerapkan penjatahan, namun memindahkan pola konsumsi masyarakat ke BBM non subsidi dan edukasi yang intensif. Bisa dibayangkan akan terhambatnya aktivitas logistik maupun mobilitas masyarakat yang secara rutin antar kota dan jarak jauh,” kritiknya lagi. 

Selain itu, lanjut dia, pemerintah seharusnya juga menekan penyimpangan pendistribusian BBM bersubsidi yang masih sangat marak terjadi. ”Sebab, kalau penyimpangan subsidi dapat ditekan, maka akan dapat mengurangi kebocoran kuota BBM bersubsidi juga,” imbuh Rofi’.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Sudirman MR menilai kenaikan harga BBM tidak akan berpengaruh langsung terhadap biaya produksi mobil. Ia justru lebih khawatir terhadap beberapa kebijakan lain yang berpotensi menghambat produksi mobil pada tahun ini.

”Hambatan tahun ini yaitu kenaikan tarif listrik, kenaikan harga gas, kenaikan UMR (upah minimum regional) dan kebijakan anti dumping baja,” ujarnya.

Seperti diketahui, Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) sudah melakukan penyelidikan terhadap impor produk baja lembaran (cold rolled coil/CRC) asal Tiongkok, Taiwan, Korea Selatan, Jepang dan Vietnam yang meningkat drastis dalam lima tahun terakhir.

KADI menilai negara-negara itu telah melakukan dumping sehing diputuskan untuk menerapkan bea masuk anti dumping (BMAD) sebesar 14,69 persen sejak April.”Itu dampaknya lebih besar dari BBM,” kata Presdir PT Astra Daihatsu Motor ini.

Mengenai penjualan, Sudirman mengakui akan ada potensi kelebihan pasokan mobil baru pada tahun ini. Pasalnya, suplai kendaraan baru lebih besar dibanding permintaan masyarakat.

Oleh karena itu, meskipun tahun ini biaya produksi berpotensi meningkat karena tarif listrik, harga gas dan UMR, pihaknya tidak berani menaikkan harga jual mobil.”Kita tidak berani menaikkan harga karena daya beli masyarakat sedang turun. Sudah untung masih ada yang beli,” tukasnya.

Sementara itu, Ketua III Gaikindo, Johnny Darmawan menambahkan pihaknya sudah bisa menerima kebijakan pemerintah yang akan menaikkan harga BBM, meskipun ia tahun akan terjadi penurunan penjualan mobil pada tahun ini.

”Market pasti akan syok, tapi berdasar pengalaman harga BBM naik 110 persen pada tahun 2005 itu sempat drop 40 persen, tapi secara tahunan penjualan hanya drop 20 persen. Waktu itu hanya terjadi vakum (penjualan sepi) empat bulan,” tandasnya.

Oleh karena itu, pihaknya yakin jika pemerintah menaikkan harga BBM dengan kisaran Rp 1.000-2.000 perliter dampakanya tidak akan terlalu besar terhadap penjualan. Presdir PT Toyota Astra Motor (TAM) ini mengaku sudah siap jika pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM itu.

”Kita harus lihat kepentingan yang besar daripada kepentingan yang lebih kecil, kalau kita mau egois bisa saja kita bilang jangan naikin. Tapi kalau negara nggak maju kita juga nggak akan maju,” tegasnya.

Dari sisi produksi, Johnny mengaku kenaikan harga BBM tersebut tidak mempengaruhi biaya produksi. Pasalnya, selama ini industri dilarang menggunakan BBM bersubsidi. Pihaknya memperkirakan hal itu hanya akan berpengaruh ke biaya logisitik.

”Paling pengaruhnya ke transportasi karyawan, ke distribusi ada tapi tidak signifikan hanya untuk kirim-kirim mobil itu kecil. Jadi tidak aka nada kenaikan harga mobil gara-gara kenaikan harga BBM subsidi ini,” lanjutnya.

Johnny menilai subsidi BBM yang digelontorkan pemerintah sudah sangat besar. Oleh karena itu,l dia berharap dana hasil penghematan subsidi bisa digunakan untuk membenahi infrastruktur.

Secara umum, Johnny memperkirakan penjualan mobil akan terkoreski tipis tahun ini atau sama dengan pencapaian tahun lalu 1,1 juta unit. ”Siapa tahu program diskon bisa mendongkrak penjualan jadi bisa lebih tinggi dari 1,1 juta unit,” jelasnya. (dyn/wir)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Apresiasi AITIS 2013, Syarief Yakini Tumbuhkan Ekonomi Indonesia

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler