Proses Administrasi Hambat Pelantikan Jokowi

Jumat, 05 Oktober 2012 – 05:01 WIB
HINGGA kini, pelantikan Jokowi-Ahok sebagai pasangan terpilih dalam Pilkada DKI 2012 belum memiliki kepastian jadwal. Pasalnya kubu parpol pendukung yakni PDI Perjuangan dan Partai Gerindra maupun tim sukses pasangan tersebut belum mendapatkan informasi pasti. Kendati berdasarkan jadwal sebelumnya dipastikan pelantikan dilaksanakan pada 7 Oktober 2012.
 
Namun jadwal tersebut kini menjadi tak pasti lantaran terdapat persoalan administrasi yang belum terselesaikan. Walaupun terdapat sejumlah kabar bahwa pelantikan akan mengalami pengunduran jadwal. “Sejauh ini kami belum mendapatkan pemberitahuan secara resmi,” ujar Wakil Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta, Syarif kepada INDOPOS (JPNN Group), Kamis (4/10).
 
Akan tetapi, sambung Syarif, pihaknya telah mendapatkan informasi secara lisan dari sejumlah kalangan. Kalaupun terjadi pengunduran jadwal, kemungkinan pelantikan dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober. “Tapi kami tetap menunggu kabar resmi dari DPRD DKI,” imbuhnya.
 
Sejumlah kendala administrasi yang berdampak pada jadwal pelantikan yakni terkait surat pengunduran Jokowi selaku walikota Solo. DPRD Solo telah menerima surat pengunduran diri tersebut, lalu diproses oleh Pemprov Jawa Tengah untuk diusulkan ke Mendagri Gamawan Fauzi.
 
Selanjutnya surat keputusan pengesahan pemberhentian sudah dibuat drafnya untuk diteken oleh Mendagri Gamawan Fauzi. Pengunduran pelantikan itu tentunya akan berdampak pada kekosongan kursi kepemimpinan di Jakarta.
 
Karena itu, Mendagri menyiapkan pelaksana tugas (Plt) di Pemprov DKI. Tugas Plt untuk mengisi kekosongan mulai tanggal 7 Oktober 2012, yakni berakhirnya masa jabatan Gubernur Fauzi Bowo. Selain surat pengunduran Jokowi, Kementerian Dalam Negeri (KDN) RI juga menunggu surat pemberhentian Fauzi Bowo dari DPRD DKI.
 
Menanggapi kondisi tersebut, Pengamat Politik dari Universitas Indonesia Arbi Sanit menegaskan, proses administrasi mengalami hambatan lantaran dilakukan secara tergesa-gesa. Majunya Jokowi sebagai calon gubernur di DKI tidak diikuti dengan pengunduran diri sebagai walikota Solo.
 
Akibatnya, proses menuju pelantikan tidak berjalan sesuai jadwal seharusnya. “Seharusnya ketika Jokowi terdaftar sebagai calon gubernur, melepas jabatan walikotanya. Artinya ada faktor kecelakaan politik. Sedang menjabat, maju di tempat lain,” tandas Arbi.
 
Sikap maju sebagai calon gubernur tanpa melepas jabatan sebelumnya, kata Arbi, merupakan langkah gambling (berjudi). “Kebiasaan ini harus dihilangkan dalm politik, agar lebih sehat. Undang-undang yang membuka celah seperti itu harus diperbaiki,” pungkasnya. (rul)
BACA ARTIKEL LAINNYA... AMD: Abraham Jangan jadi Pengamat Politik

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler