Proses Uji Materi UU Penyiaran Terlalu Lama

Selasa, 14 Agustus 2012 – 16:49 WIB
JAKARTA - Koalisi Independen untuk Demokrasi Penyiaran (KIDP) menilai proses uji materi Undang-Undang (UU) No 32 Tahun 2012 tentang Penyiaran di Mahkamah Konstitusi (MK) berlangsung terlalu lama. Sejak diajukan KIDP pada 1 November 2011 lalu, sampai sekarang perkara No. 78/PUU-IX/2011 itu belum juga diputuskan.
 
Padahal, dari data MK, sudah 21 UU di atasnya yang diputuskan, mulai dari UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang didatarkan Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK) dengan No 79/PUU-IX/2011, sampai dengan perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2012 Putaran Kedua yang diajukan Jusuf Latuconsina dan Liliane Aitonam dengan No 38/PHPU.D-X/2012, yang diputuskan Senin (13/8).

"Kami mengharapkan MK segera memutus uji materi yang diajukan. Uji materi itu sudah terlalu lama ada di MK," kata pewakilan KIDP, Hendrayana dalam konferensi pers tentang  somasi terhadap seleksi multipelksing di Jakarta, Selasa (14/8).

Disebutkan, saat ini sedang dibahas revisi UU Penyiaran. Kalau saja MK cepat memutuskan uji materi UU tersebut, maka hasil putusan itu bisa menyinkronkan materi pembahasan dalam UU baru. Dengan demikian, tidak terjadi tumpang-tindih aturan, yang akhirnya diuji materi seperti dalam UU No 32 Tahun 2002.
 
Hendrayana menjelaskan, KIDP sudah mengirim surat untuk menanyakan hal tersebut ke MK pada bulan Juni lalu. Namun, MK  belum memberi tanggapan atas surat KIDP tersebut. Karena itu, posisinya sampai sekarang masih menunggu putusan MK.
 
Sebagaimana diketahui, KIDP mengajukan uji materi terhadap UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.  Koordinator KIDP, Eko Maryadi menjelaskan, kesimpulan akhir ini  dirumuskan oleh tim hukum KIDP berdasarkan proses dan fakta persidangan yang berlangsung selama ini.
 
Sikap yang dilakukan KIDP, kata Eko, semata-mata untuk  memperbaiki dunia penyiaran Indonesia, melalui pengaturan kembali  masalah kepemilikan lembaga penyiaran yang dimonopoli sekelompok elite pengusaha. Di samping itu, KIDP juga ingin  memperbaiki konten siaran agar lebih berpihak kepada kepentingan publik
 
Dia mencontohkan, pemusatan kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta,  pemberian, penjualan, dan pengalihan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) dalam kasus PT Elang Mahkota Teknologi (EMTK) Tbk yang menguasai  PT Indosiar Karya Media, yang memiliki PT Indosiar Visual Mandiri (Indosiar) dan menguasai PT Surya Citra Media Tbk (SCMA,) yang memiliki PT Surya Citra Televisi (SCTV), yang dilakukan sekitar Juni 2011.
 
Pemusatan kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta , pemberian, penjualan dan pengalihan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) dalam kasus PT. Visi Media Asia Tbk yang menguasai PT. Cakrawala Andalas Televisi (ANTV) dan PT. Lativi Media Karya (TVOne) yang terjadi sekitar Februari 2011.
 
Hendrayana menambahkan, keseluruhan proses persidangan atas uji materi itu telah selesai. Sidang terakhir digelar April lalu sehingga hanya menunggu diputuskan MK.
 
"Kami dapat informasi bahwa masih di tahap musyawarah pimpinan hakim. Kami tidak tahu kapan diputus," ujar Hendrayana yang juga anggota Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP).
 
Sementara itu, mantan Ketua Pansus UU Penyiaran Paulus Widiyanto berharap agar MK memutuskan uji materi itu seadil-adilnya. Putusan jangan terpengaruh oleh kepentingan-kepentingan pengusaha media.
 
"Posisi kami saat ini adalah menunggu putusan MK. Putusan itu sangat penting untuk sinkronisasi dengan UU baru yang sedang dibahas. Putusan itu juga untuk keseimbangan pemilik media, bukan monopoli pihak tertentu," ujarnya.
 
Paulus yang merupakan Ketua Masyarakat Cipta Media ini menegaskan koalisi masyarakat sipil tidak bisa intervensi hakim MK. Masyarakat percaya akan hati nurani hakim dalam memutuskan perkara tersebut. Karena itu, pihaknya menunggu putusan tersebut.(fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mabes Polri Bantah Sadap KPK

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler