NA (22) warga asal Kabupaten Sukabumi mengaku, sebelum menjadi seorang pekerja seks komersial (PSK) sempat melakukan kawin kontrak selama tiga bulan dengan turis asal Timur Tengah. "Saya awalnya kawin kontrak dengan mahar sebesar Rp25 juta," ungkapnya.
Peneliti Masalah Sosial dan Kebijakan Publik Kabupaten Bogor, Jawa Barat Yusuf Solihin mengatakan, 90 persen perempuan pelaku kawin kontrak itu menjadi PSK. Selain kebutuhan hidup, rasa putus asa pun menjadi faktor penentu.
Menurut dia, masalah kawin kontrak merupakan fenomena yang bisa terjadi setiap saat karena kurangnya daya tahan ekonomi keluarga. Tak hanya itu, banyaknya makelar membuat praktik ini sulit dihilangkan. "Bukan hanya wisatawan, tapi pejabat pun suka melakukan kawin kontrak," imbuhnya.
Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Bogor, Iwan Setiawan menegaskan, kawin kontrak yang terjadi di wilayah Puncak merupakan akal-akalan para makelar demi meraup keuntungan dari turis asal Timur Tengah.
Lebih lanjut ia mengatakan, mayoritas pelaku kawin musiman adalah para PSK yang diubah jadi perempuan kampung. "Kami sebagai warga pribumi dirugikan dengan adanya kawin kontrak, karena telah mencoreng nama baik Puncak," tegasnya.
Mengenai keberadaan PSK, Kasatpol PP Kabupaten Bogor, Dace Supriyadi mengatakan, bisnis prostitusi di kawasan Puncak sulit dibersihkan. “Selama masih banyak orang yang berkepentingan, saya rasa sulit. Percuma dirazia berkali-kali kalau ada oknum yang selalu membocorkan,” tukasnya.(yus)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Rela Orang Kaya Jakarta Ditanggung Pemda
Redaktur : Tim Redaksi