Ratusan anak sekolah dan para pengguna jasa angkutan umum terpaksa berjalan kaki karena tidak satupun angkutan kota yang beroperasi hari itu.
Linda salah seorang pelajar SMUN 4 Kendari mengaku bahwa ia bersama rekan sebayanya terpaksa jalan kaki karena tidak ada angkutan umum. "Mau bagaimana lagi, kalau sopir angkot tidak ada yang beroperasi, kami terpaksa jalan kaki, meksipun panas seperti ini, tapi dinikmati saja kan rame-rame, jadinya seru," kata Linda sambil tersenyum seperti yang dilansir Kendarinews (JPNN Group), Jumat (9/11).
Demikian halnya Marni, salah seorang ibu rumah tangga. Ia mengaku kesulitan dengan adanya aksi mogok yang dilakukan para sopir. "Harusnya tidak perlu melakukan aksi mogok, kami yang sudah terbiasa menggunakan angkutan umum, akhirnya kesulitan jika tiba-tiba melakukan aksi mogok seperti ini, harusnya ada jalan keluar yang lebih bagus tanpa pemogokan," ujarnya.
Aksi mogok yang dilakukan para sopir angkot sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Pemerintah Kota Kendari yang menaikkan tarif retribusi angkot dari Rp. 1.500,- per hari menjadi Rp. 3.000,-. Para sopir menilai bahwa kenaikan yang dilakukan pemerintah merupakan kebijakan sepihak karena selama ini tidak melakukan sosialisasi langsung kepada sopir angkot, pihak pemerintah hanya melakukan sosialisasi di 10 kecamatan yang ada di Kota Kendari.
Sementara itu, Kadishub Kota Kendari, Yunus Alif Toondu menuturkan bahwa kenaikan tarif retribusi yang dilakukan pemerintah merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pasalnya, selama kurang lebih delapan tahun belakangan pemerintah tidak pernah lagi menaikkan tarif retribusi. (lina/awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tertimbun, Empat Penambang Batubara Tewas
Redaktur : Tim Redaksi