jpnn.com - JAKARTA - Pakar lingkungan sekaligus Guru Besar bidang Perlindungan Hutan Intitut Pertanian Bogor (IPB), Prof Bambang Hero Saharjo, protes atas keputusan penyidik Polda Riau menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Profesor yang sudah menangani sekitar 500 kali kasus karhutla sejak 2000, tak terima karena keterangannya sebagai ahli yang diminta penyidik Polda Riau, diabaikan begitu saja. Bambang menjadi saksi atas dua dari 15 perusahaan yang di-SP3, yakni PT PAN United dan PT Riau Jaya Utama (RJU).
BACA JUGA: Jokowi Minta Kasus Munir Dituntaskan
"Bagaimana mungkin kita menyaksikan peristiwa itu di lapangan, kemudian kok di-SP3. Saya tidak setuju seribu persen penghentian kasus ini. Saya minta dibuka kembali. Terutama RJU dan PAN United. Saya saksi ahli di situ," kata Prof Bambang.
Prof Bambang bersama ahli kerusakan lingkungan yang juga dari IPB, DR Basuki Wasis, dihadirkan Panitia Kerja Karhutla Komisi III DPR dalam rapat yang dipimpin Benny K Harman, Rabu (12/10). Ia dimintai keterangan kajian dan formulasi karhutla, serta analisis kritik dan rekomendasi terkait SP3 dalam perspektif hukum lingkungan dan hukum keperdataan.
BACA JUGA: Cak Imin: PKB Bisa Menjawab Kegalauan Masyarakat
Pria yang menamatkan pendidikan S1 Fakultas Kehutanan di IPB tahun 1987, menyatakan pada kasus PT RJU di Kabupaten Kampar, Ia menemukan fakta bahwa emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan melebihi batas baku mutu. Sehingga, bisa dikatakan terjadi pencemaran.
Dalam penjelasannya yang dituangkan dalam BAP ahli, Bambang menerangkan bahwa berdasarkan hasil penelitiannya di laboratorium dan didukung pengamatan ke lapangan. Disimpulkan telah terjadi pembakaran dengan sengaja di areal tersebut.
BACA JUGA: 168 Juta Warga Sudah Perekaman e-KTP
"Berdasarkan pengamatan di lapangan, itu kondisi telah dipersiapkan (untuk dibakar). Pada bagian permukaan ditemukan semak yang ditebas sebelum dibakar," ungkap Bambang.
Berdasarkan pengamatan pada investigasi 2 Oktober 2015 di lapangan, terlihat jelas adanya arang dan abu hasil pembakaran yang masih menghitam. Ini dilakukan guna memudahkan pekerjaan, mendapatkan abu hasil pembakaran yang kaya mineral dan dapat berfungsi untuk pengganti pupuk yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.
"Dampak kebakaran, emisi gas rumah kaca yang dihasilkan telah melewati ambang batas, telah ada kerugian sekitar lima miliar rupiah," jelasnya.
Atas dasar itulah ia merekomendasikan SP3 kasus karhutla agar dibuka kembali. Alasannya antara lain, ahli yang digunakan pada kasus-kasus lain dimana dirinya tidak sebagai ahli, itu tidak berkompeten, tidak sesuai latar belakang pendidikan dan tidak memenuhi syarat.
Kemudian, kesimpulan ahli yang dijadikan dasar SP3 bersifat normatif, ahli tidak independen dan cenderung terjadi conflict of interest. Serta, keterangan yang disampaikan ahli tidak sesuai fakta lapangan.
Ada juga ahli yang kompeten dan sesuai bidangnya, menyimpulkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium serta fakta lapangan, namun hasilnya diabaikan oleh penyidik dengan alasan yang tidak jelas. Dalam kasus PT RJU dan PAN United, tegasnya, positif pembakaran. Makanya dia protes ketika diterbitkan SP3.
"Berati pihak polda menolak kesaksian ahli. Dan saya tak terima. Saya pernah komplain ke bareskrim, bahwa saya tak terima kasus itu di-SP3. Buka kembali semua," tegas pakar lulusan program Master di Divisi Pertanian Tropis (Division of Tropical Agriculture) Kyoto University 1996.
Pimpinan sidang, Benny K Harman mengatakan, panja perlu meminta keterangan ahli sebagai pembanding. Sebab, penyidik menggunakan penjelasan ahli sebagai dasar penerbitan SP3.
"Kami ingin menguji sejauhmana tata kelola penegakan hukum dalam kasus karhutla telah dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang," ujar politikus Demokrat itu.
Dalam agenda rapat berikutnya, panja akan Memanggil mantan Kapolda Riau Irjen Pol Dolly Bambang Hermawan, yang mendapat promosi bintang dua setelah menerbitkan SP3.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SIMAK Deh, Pesan Bunda untuk Ketua DPD Pengganti Irman
Redaktur : Tim Redaksi