Provinsi Kepulauan Minta UU Khusus

Senin, 30 Januari 2012 – 20:26 WIB

JAKARTA - Gubernur Maluku, yang juga Ketua Badan Kerjasama Provinsi Kepulauan, Karel Albert Ralahalu, mendesak Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Kepulauan sebagai upaya yuridis memberdayakan masyarakat kepulauan. Pengaturan hukum untuk daerah kepulauan, menurut dia penting. Alasannya, di samping provinsi kepulauan terdapat pula kabupaten atau kota kepulauan yang berada dalam daerah provinsi yang bukan kepulauan.

“Perlakuan khusus melalui sebuah Undang-Undang terhadap daerah kepulauan (provinsi, kabupaten atau kota) menyangkut kebijakan pemerintah terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan serta pelayanan masyarakat sangat dibutuhkan. Karena itu, kami berharap DPD menyiapkan RUU-nya,” tegas Karel Albert Ralahalu, saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD), di gedung DPD, Senayan, Jakarta, Senin (30/1).

Dijelaskan Karel, urgensi RUU Daerah Kepulauan menyangkut substansi bahwa daerah kepulauan memiliki karakteristik yang berbeda dengan daerah kontinental, sehingga model pembangunan infrastruktur juga berbeda.

"Selama ini perhatian terhadap pembangunan ekonomi dan bidang lainnya terlambat di daerah kepulauan dan masyarakatnya terisolir. Selain karakteristiknya berbeda, substansi lainnya ialah amanat Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, dan Pasal 25A UUD 1945," ujarnya.

Lebih lanjut, dia mendefinisikan daerah kepulauan sebagai wilayah yang memiliki karakteristik akuatik teresterial (lautan lebih luas dari daratan) seperti Provinsi Maluku yang 92,6 persen wilayahnya laut, Provinsi Kepulauan Riau 96 persen, Provinsi Nusa Tenggara Timur 80,8 persen, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 79,9 persen, Provinsi Nusa Tenggara Barat 59,13 persen, Provinsi Sulawesi Utara 95,8persen, dan Provinsi Maluku Utara 69 persen.

"Selain akuatik teresterial, wilayah di Indonesia terbagi atas wilayah yang memiliki karakteristik teresterial (seluruhnya daratan) dan terestrial aquatik (daratan lebih luas dari lautan)," katanya.

Menurut Karel, realitas karakteristik daerah kepulauan adalah punya sumberdaya alam yang dominan berupa perikanan dan kelautan. Masalahnya, provinsi dan kabupaten/kota kepulauan tidak mendapatkan manfaat langsung pengelolaan sumberdaya alamnya, terutama perikanan. Misalnya, tidak mendapatkan proporsi dana bagi hasil perikanan, infrastruktur kelautan belum memadai untuk ekspor, serta kebijakan pembangunan berorientasi kontinental sangat merugikan daerah kepulauan.

“Wilayah terestrial dan terestrial aquatik memiliki banyak kemudahan ketimbang wilayah aquatik terestrial. Di wilayah aquatik terestrial yang dikenal sebagai daerah kepulauan, masyarakatnya cenderung terisolir karena tidak memiliki akses di berbagai bidang terutama pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik dan sosial budaya. Jika demikian, daerah kepulauan membutuhkan upaya yuridis untuk dapat memberdayakan dan mengangkat masyarakatnya dari kemiskinan dan kemelaratan,” bebernya.

Upaya yuridis untuk daerah kepulauan merupakan pengaturan normatif sebagai perlakuan khusus. Contohnya, pengaturan dana bagi hasil perikanan yang memperhitungkan persentase tertentu, kewenangan daerah kepulauan mengeluarkan perizinan bidang perikanan dan kelautan, pembangunan kawasan industri kelautan berbasis gugus kepulauan, serta melindungi sumberdaya alam di laut agar terjaga potensi lestarinya.

Menyikapi usulan tersebut, Ketua Komite I DPD Dani Anwar menyatakan bahwa Komite I DPD mendukung pemerataan dan keadilan untuk daerah kepulauan, baik daerah kepulauan provinsi maupun daerah kepulauan kabupaten/kota.

“Kami sepakat dan bersemangat memperjuangkan RUU Daerah Kepulauan,” ujarnya, didampingi Ketua Tim Kerja (Timja) RUU Daerah Kepulauan Jacob Jack Ospara. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Belum Satu pun Pemda Serahkan Data Pegawai


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler