SORONG – Bantuan pengadaan kapal nelayan ukuran 34 gross ton (GT) dari Provinsi Papua Barat kepada perhimpunan nelayan tradisional Kota Sorong tahun 2011 lalu menyisakan masalah.
Pasalnya sejak bantuan itu diserahkan, kapal nelayan yang diberi nama Inkamina 48 itu tidak dapat digunakan. Ketua Perhimpunan Nelayan Tradisional Kota Sorong Johana Sia yang ditemui Radar Sorong (JPNN Group) Rabu siang (23/5) mengatakan, pengadaan bantuan kapal Inkamina 48 itu dari Dinas Kelautan Provinsi Papua Barat.
Kapal tersebut diserahkan kepada Perhimpunan Nelayan Tradisional pada tanggal 5 Juni 2011 lalu. Awal bantuan kapal itu bermula dimana perhimpunan nelayan tradisional mengajukan proposal pada bulan Maret tahun 2010 ke Dirjen Tangkap Kantor Kementrian Kelautan dan Perikanan Jakarta.
“Aturannya pada tahun 2010 itu kita sudah harus mendapat bantuan tersebut, karena proposal kami langsung dijawab oleh pak Dirjen. Tapi bantuan itu tidak terselesaikan pada tahun 2010 sesuai waktunya, tapi bantuan baru diserahkan dan diterima pada tanggal 5 Juni 2011,”tutur Johana Sia.
Dalam proyek pengadaan kapal yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) tahun 2010 itu ditemukan kejanggalan dimana saat provinsi menyerahkan kapal itu kepada perhimpunan nelayan tradisional, tidak disertai dengan surat- surat kapal.
Menurut Johana Sia, surat kapal itu baru ia terima pada November 2011 lalu. Proyek pengadaan bantuan kapal tersebut dinilai Johana Sia merupakan proyek gagal. Yang disesalkan setelah bantuan tersebut diterima, tidak ada biaya operasional awal termasuk surat-surat kapal.
Johana Sia mengaku sudah menanyakan kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua Barat dan dijawab bahwa dana operasional awal tidak ada. Sementara menurut Dirjen Tangkap Kantor Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) Jakarta Dedi Sutisna bahwa itu sudah merupakan satu paket.
“Yang namanya operasional awal adalah paket bersama dengan kapal. Tapi kami tidak pernah menerima yang namanya operasional awal, sehingga kami terkendala pengoperasional kapal yang besar seperti ini menggunakan biaya yang cukup besar. Nah kapal Inkamina 48 adalah kapal ukuran 34 GT diperuntukkan bagi nelayan tradisional,”tandasnya.
Lebih parahnya lagi, ketika kapal tersebut akan dilakukan uji coba trail, ternyata mesin kapal tersebut mengalami trouble. “Saya sempat datang minta petunjuk ke Adpel Sorong langsung ke Kabid Kelaikan. Mereka minta kami buat surat untuk diperiksa kembali kapal itu. Hasil pemeriksaaannya, diputuskan bahwa kapal bantuan bagi para nelayan tradisional tidak layak digunakan. Padahal kapal tersebut dibiayai dari APBN sekitar Rp 1,5 M,” urainya.
Karena mesinnya tidak bisa dipakai,maka sejak bantuan kapal itu diserahkan sampai saat ini tidak pernah pernah dipakai nelayan untuk mencari ikan.
Menurut salah satu staf dari Kementrian Kelautan dan Perikanan dari Direktrot Kapal Api, mesin kapal tersebut tidak cocok harusnya yang paling cocok atau paling standar adalah 170 HP. Sementara pengadaan mesin kapal Inkamina 48 adalah 120 HP.
“Jadi tidak mampu, kita pernah mencoba trail, ketinting saja bisa lewat kita dan tidak mampun menendang. Itu dalam keadaan kapal kosong belum ada muatan. Yang jelas kapal bantuan sampai detik saat ini, tidak dapat digunakan,”ujarnya.
Pembangunan kapal yang diawasi staf Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi berinisial IS itu juga diduga hanya dilakukan di Klalin Pantai Kabupaten Sorong, bukan di atas galangan kapal. Karena itulah mesin kapal yang dipakai pun tidak connect.
Menurut Johana Sia, hal ini juga sudah dicroscheek ke pihak pabrik mesin kapal tersebut-mesin Yuchai- dimana dikatakan bahwa mereka hanya akan menjual mesinnya kepada pemenang tender yang memiliki galangan kapal. Selanjutnya pemenang tender tinggal menyebut ukuran grosstonennya dan pabrik mesin kapal pun menentukan kapal itun memakai mesin berapa HP.
Lebih lanjut dibeberkan, bantuan kapal dari Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan bagi para nelayan tradisional di Papua Barat yang bersumber dari APBN tahun 2010 itu sebanyak 3 unit kapal, yakni kapal Inkamina 48 untuk Kota Sorong, Inkamina 47 untuk Kabupaten Manokwari dan satu kapal lagi untuk Kabupaten Sorong.
Terkait dengan pengadaan bantuan kapal yang tidak dapat digunakan tersebut, Johana Sia mengaku sudah dipanggil dan dimintai keterangan oleh Kejaksaan Negeri Sorong. Hal ini karena kuat dugaan terjadi mark up dalam proyek tersebut.
Terkait dengan hal tersebut Kepala Kantor Kejaksaan Negeri (Kajari) Sorong Dwi Hartanta, SH MH yang ditemui mengatakan, pihaknya serius menyelidiki pengadaan kapal tersebut. Hanya saja kata Kajari, pihaknya menemui kendala dimana ketika akan dimintai keterangan, pejabat Provinsi Papua Barat berpendapat semestinya yang memeriksa mereka adalah Kejaksaan Tinggi Papua.
Padahal locus delicty-nya di Sorong, termasuk saksi- saksinya semua berada di Sorong sehingga Kejaksaan Negeri Sorong sangat berwenang menangani masalah penyelidikan dugaan mark up pengadaan kapal Inkamina tersebut.
“Menjawab hal ini kita sudah jelaskan tidak ada aturan seperti itu sebenarnya. Tapi karena masih beda pendapat, yang jelas kami berupaya supaya penyelidikan ini berjalan sukses. Perlu tahu Kejari Sorong sangat serius tangani masalah dugaan mark up ini,”ujar Dwi Hartanta.
Untuk lanjutan proses penyelidikan, Kajari mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Papua dan pihaknya akan terus melakukan penyelidikan dan hasilnya akan segera paparkan. (radar sorong)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gas 3 Kg Masih Langka
Redaktur : Tim Redaksi