PEJANAM - Proyek rumah murah untuk masyarakat di Penajam Paser Utara (PPU) yang dibiayai dari APBD Pemkab PPU, tidak berjalan mulus. Proyek belum jalan sudah bermasalah sehingga masuk ke ranah hukum. Dari pantauan Balikpapan Pos, Senin (28/5) siang, seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Penajam tampak sedang memeriksa beberapa pejabat Pemkab PPU.
Salah satu yang diperiksa untuk dimintai keterangan sebagai saksi adalah Khaeruddin, Camat Penajam. "Saya ke sini memenuhi panggilan Kejaksaan untuk dimintai keterangan sebagai saksi kasus proyek rumah murah. Yah..saya sendiri tidak tahu persis mekanisme pembebasan lahan. Kebetulan lokasi proyek di wilayah kerja saya, lokasinya tak jauh dari Kantor Camat Penajam," kata Khaerudin di Kejari Penajam, Senin (28/5).
Khaeruddin menyebutkan, dalam proyek perumahan tersebut ada dua Surat Keputusan (SK) yang berbeda. SK yang satu menyebutkan proyek rumah murah untuk pegawai negeri sipil (PNS) untuk golongan 1, golongan 2 dan bisa dibeli oleh masyarakat. Sedangkan SK satunya lagi menyebutkan proyek perumahan pejabat. "Saya sendiri belum melihat dua SK itu," imbuh Khaerudin.
Lebih jauh, dia mengakui termasuk anggota tim 9 proyek tersebut. Namun dia tak tahu persis mekanisme pembebasan lahan yang diibiayai APBD PPU sebesar Rp7 miliar. "Dibentuk tim 9, tetapi tidak jelas apa tugasnya masing-masing. Saya sendiri nggak tahu mekanime pembebasan lahan dan pembayarannya," pungkas Khaeruddin.
Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Penajam Oktario SH menyatakan masih mendalami lebih jauh kasus proyek rumah murah. "Kami meminta keterangan pihak-pihak yang terlibat untuk mendalami kasus ini. Tersangkanya belum ada, setelah selesai pemeriksaan para saksi, ditetapkan siapa tersangkanya," ujarnya.
Oktario sempat menyebut ada aroma pernggelembungan dana pembebasan lahan. Yakni dalam laporan pertama disebutkan harga lahan per meter persegi Rp30 ribu. Tetapi dikeluarkan dana Rp50 ribu per meter persegi.
Untuk diketahui, sebelumnya proyek perumahan PNS di Babulu Darat tersandung hukum karena ada dugaan mark up tanah dari Rp7 miliar menjadi Rp9miliar. Dua orang yakni pengusaha Arifin Rauf dan Bupati PPU (saat itu) Yusran Aspar diajukan ke pengadilan sebagai tersangka. Arifin Rauf dituntut penjara 7 tahun, namun sampai di Mahkamah Agung, bebas karena tidak terbukti. Begitu juga Yusran Aspar, di tingkat Peninjauan Kembali (PK) MA, dibebaskan karena tidak terbukti. (ono)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kegiatan Eksportir Nakal Bakal Diblokir
Redaktur : Tim Redaksi