jpnn.com, JAKARTA - Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PPKL KLHK) Sigit Reliantoro menyatakan proyek Sustainable Management Peat-Land Ecosystems Indonesia (SMPEI) telah berhasil mengubah pola pikir dan keyakinan masyarakat tentang lahan gambut.
“Dari keyakinan awal masyarakat yang mempercayai bahwa lahan gambut merupakan lahan tidur dan tidak dapat ditanami selain sawit, saat ini masyarakat telah mulai percaya bahwa lahan gambut juga dapat dimanfaatkan sebagai media pertanian yang ramah gambut,” ujar Sigit Reliantoro di Pekanbaru, Riau, Kamis (1/12/2022).
BACA JUGA: KLHK: Luas PIPPIB Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut 2021 Berkurang
Lebih lanjut, Sigit Reliantoro mengatakan kemitraan dengan multi-pihak termasuk dengan unit usaha masih perlu ditindaklanjuti untuk menjaga keberlanjutan dari aset-aset yang telah dibangun beserta manfaatnya.
Sigit mengakui Proyek SMPEI sebagai proyek manajemen yang paling kompleks dengan multi-stakeholder.
BACA JUGA: KLHK Hentikan Izin Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut Capai 66,18 Juta Hektar
“Pelaksanaan Proyek SMPEI ini diharapkan dapat menjadi lesson learnt dan center of excellence bagi perlindungan dan pengelolaan ekosistem dan dapat direplikasi di tempat-tempat lain baik nasional maupun global sehingga dapat memberikan manfaat lebih besar lagi bagi bumi ini,” kata Sigit Reliantoro pada penutupan (closing ceremony) berakhirnya proyek SMPEI yang telah dilaksanakan sejak tahun 2018 tepat pada Desember 2022.
Seperti diketahui, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI melalui Direktorat Pengendalian Kerusakan Ekosistem Gambut, Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan di empat tahun ini mendapatkan HIBAH dari GEF-5 yang dikelola IFAD melalui Proyek SMPEI (Sustainable Management Peat-Land Ecosystems Indonesia (SMPEI).
BACA JUGA: Dirjen PPKL: Perkuat Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Ekosistem Gambut Berkelanjutan
Wilayah kerja SMPEI meliputi Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai Kampar dan Sungai Gaung dan Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai Gaung-Batang Tuaka, pada Kabupaten Pelalawan, Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir di Propinsi Riau dengan total luas kedua KHG yaitu 850 ribu ha.
Acara penutupan ini adalah sebagai bagian dari upaya melanjutkan konsolidasi sosial, kolaborasi dan membangun komitmen juga rasa syukur, ucapan terima kasih kepada semua stakeholder, para mitra kerja yang telah bekerjasama selama empat tahun pelaksanaan proyek.
Hadir secara langsung pada kegiatan penutupan yaitu Gubernur Provinsi Riau, yang diwakili oleh Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi dan Keuangan Setda Provinsi Riau, Tengku Fauzan Tambusai; Wakil Bupati Indragiri Hilir, H. Syamsuddin Uti.
Selain itu, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Ir. Sigit Reliantoro, M.Sc; Kepala Dinas LHK Kabupaten Pelalawan Eko Novitra, M.Si; Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setkab Indragiri Hulu Paino, SP; perwakilan Project SMPEI, IFAD, GEF, serta undangan yang berasal dari para penanggung jawab yang terlibat dalam proyek; perwakilan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten dan Bappeda di Provinsi Riau; unit usaha; akademisi; dan juga organisasi masyarakat.
Beragam capaian penting pada Proyek SMPEI yang telah diketahui pada tingkat Internasional, Nasional dan Daerah, sebagai milestone pembelajaran dan potensial untuk diperluas melalui kolaborasi multi pihak, selain juga tergambarkan besarnya tantangan keberlanjutan menuju tujuan perbaikan permanen tata kelola ekosistem gambut Indonesia.
Terkhusus di tapak kegiatan di Kabupaten Pelalawan, Indragiri Hulu, dan Indragiri Hilir.
Selain itu, pelaksanaan Talkshow ini mempromosikan beragam pembelajaran praktis perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut dari tapak yang melibatkan kolaborasi multipihak.
Tujuan Proyek SMPEI
Dirjen PPKL Sigit Reliantoro mengungkapkan proyek SMPEI mulai dilaksanakan sejak 2018 bertujuan untuk mempromosikan pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan, meningkatkan taraf kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Dengan demikian, masyarakat dapat secara mandiri berpartisipasi aktif secara langsung dalam perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut guna mengurangi potensi kerusakan lahan, menjaga keberlanjutan keanegaragaman hayati ekosistem gambut.
Selain itu, masyarakat berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca. Sebanyak 14 desa fokus utama dalam kegiatan Proyek SMPEI di tingkat tapak.
Upaya perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut setelah keluarnya PP 57 Tahun 2016 mensyaratkan pelaksanaannya secara terus menerus hingga tercapai tujuan akhir yaitu keseimbangan pencapaian manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan.
Pendekatan penting sebagai sebuah terobosan adalah perlindungan dan pengelolaan skala bentang alam atau yang telah disepakai dalam regulasi dengan sebutan Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG).
Sejak dilaksanakannya kegiatan Proyek SMPEI baik di tingkat nasional dan di tingkat tapak, telah banyak capaian-capaian yang dihasilkan, di antaranya:
1. Pembentukan 14 Tim Kerja Pengelolaan dan Perlindungan Ekosistem Gambut atau TK-PPEG di setiap desa;
2. Pembangunan sekat kanal sebanyak 313 unit dan Demonstration Plot (Demplot) pertanian dengan total luasan 85,5 hektar yang tersebar di 14 Desa Projek SMPEI sejak tahun 2019 – 2021;
3. Selain itu, telah diberikan juga kepada masyarakat 3 unit mesin pengelolaan air bersih untuk 3 (tiga) Kabupaten dan juga 14 Pompa Jinjing yang dapat dimanfaatkan untuk penyiraman demplot dan pemadaman;
4. Telah terbangun juga 28 (dua puluh delapan) Papan Tanda Peringkat Bahaya Kebakaran di 14 Desa Projek SMPEI;
5. Berbagai kegiatan pelatihan juga telah dilaksanakan di tingkat nasional dan di tingkat tapak:
• Di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, beberapa kegiatan pelatihan yang telah dilaksanakan diantaranya adalah bimbingan teknis untuk penyusunan dokumen RPPEG; bimbingan teknis penyusunan perencanaan kegiatan pengelolaan ekosistem gambut oleh unit usaha; bimbingan teknis terkait upaya mitigasi kebakaran hutan dan lahan, serta kegiatan peningkatan kapasitas Fasilitator Masyarakat dan TK-PPEG.
• Di tingkat tapak, Projek SMPEI telah melaksanakan kegiatan pelatihan di tingkat masyarakat, seperti kegiatan Pelatihan Pengolahan Bahan Makanan dan Minuman Berbahan Baku Nenas; Pelatihan Ketrampilan Budidaya Ikan dalam Keramba Tancap dan Keramba Apung; dan Pelatihan Budidaya Lebah.
6. Pembangunan aplikasi Sistem Informasi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (SIPPEG) yang baru saja di launching pada kegiatan COP27 di Mesir juga merupakan salah satu capaian dari Projek SMPEI. Aplikasi tersebut dapat digunakan sebagai tindakan pencegahan kebakaran yang dapat dengan mudah diakses oleh publik;
7. Kegiatan SMPEI juga memberikan dukungan dalam pelaksanaan penyusunan RPPEG Nasional, dan RPPEG Provinsi dan beberapa Kabupaten.
Seluruh kegiatan yang dilaksanakan di tingkat tapak ini telah memberikan manfaat kepada sekitar 7,497 penerima manfaat langsung di area Proyek SMPEI dan membuat sekitar 42,968 masyarakat di 14 Desa menjadi tidak rentan terhadap ancaman bahaya kebakaran hutan dan lahan.
Lebih lanjut, kegiatan Proyek SMPEI juga telah melibatkan partisipasi gender (TK-PPEG perempuan) dalam pelaksanaan kegiatannya di tingkat tapak.
Di sisi lain, Proyek SMPEI juga turut mendukung tercapainya tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang meliputi SDG: 1 (Tanpa Kemiskinan), 4 (Pendidikan Berkualitas), 5 (Kesetaraan Gender), 6 (Air Bersih dan Sanitasi Layak), 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), 9 (Industri, Inovasi, dan Infrastruktur), 13 (Penanganan Perubahan Iklim), 15 (Ekosistem Daratan), dan 17 (Kemitraan untuk Mencapai Tujuan).(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari