jpnn.com, BALIKPAPAN - Proyek Tol Balikpapan–Samarinda dijadwalkan akan diresmikan Desember 2018 mendatang.
Namun kenyataannya, hingga memasuki pertengahan tahun ini, masalah lahan masih belum klir.
BACA JUGA: Please, Percepat Pembebasan Lahan Pembangun Fly Over TAA
Polemik terjadi di Seksi II (Samboja-Palaran) dan Seksi V (Km 13- Bandara Internasional Sepinggan Balikpapan).
Menurut pengamat konstruksi, Slamet Suhariadi, tahap konsinyasi yang kini sedang ditempuh dalam pembebasan lahan merupakan solusi terakhir.
BACA JUGA: Aher Berharap Pembebasan Lahan Pelabuhan Patimban Dibantu APBN
Dia mengakui isu pemilik lahan yang belum menyepakati proses pergantian ganti rugi lahan menjadi hambatan proyek tersebut.
“Prinsipnya negara juga tidak boleh kalah. Karena ini menyangkut kepentingan umum. Lakukan saja konsinyasi, uang taruh di pengadilan dan proyek tetap berjalan. Berapa nanti jatuh biayanya sesuai persidangan, tinggal pembayaran saja,” ucapnya.
BACA JUGA: Anggarkan Rp 300 M untuk Pembebasan Lahan RTH
Begitu pula bagi pemilik lahan yang merasa keberatan harga dari sistem appraisal. Pihak tersebut tetap dapat menyelesaikan permasalahan melalui jalur pengadilan.
Menurutnya, warga selaku pemilik lahan harus yakin dan tidak perlu takut. Sebab pemerintah pasti membayar ganti rugi tersebut. Apalagi dana sudah jelas tersedia dan berada di pengadilan.
“Tidak ada alasan pemilik lahan untuk tidak menerima, kecuali kalau belum jelas dana ganti ruginya mana. Terutama zaman sekarang ini tidak ada istilah ganti rugi, adanya pemerintah malah ganti untung. Pemilik lahan diuntungkan dengan adanya appraisal,” katanya.
Slamet menjelaskan, bagaimana pun masyarakat akan untung karena perhitungan ganti rugi jauh lebih besar dengan sistem appraisal dibandingkan nilai jual objek pajak (NJOP).
Sehingga, seharusnya ada kesadaran pemilik lahan untuk sepakat dalam harga ganti rugi. Mengingat proyek tol ini bermanfaat untuk masyarakat umum.
“Tidak menutup kemungkinan, pemilik lahan nantinya ikut menggunakan tol. Belum lagi kalau masih ada tanah sisa, mereka akan lebih untung. Bukan hanya karena ada akses baru, ekonomi bisa tumbuh dan otomatis nilai jual lahan terus meningkat. Jadi tidak ada alasan menolak karena mereka banyak mendapatkan manfaat,” jelasnya.
Slamet menyebutkan, hanya saja terkadang muncul oknum yang ingin memanfaatkan situasi aji mumpung. Kemudian ikut menyoal permasalahan ganti rugi.
Sehingga, dia berharap pemilik lahan dapat berpikir jernih untuk turut mendukung proses pembangunan tol.
“Seharusnya pemilik lahan jangan menyulitkan, namanya hidup bermasyarakat. Semua ‘kan awalnya tanah negara, harusnya pemilik lahan membantu saat negara membutuhkan,” bebernya.
Selain itu, ucap dia, peran penegak hukum untuk mengawal proses pembebasan lahan juga dibutuhkan. Agar masalah lahan dapat rampung secepatnya. Sebab tol Balikpapan – Samarinda masuk dalam proyek strategis nasional (PSN).
Dia berharap pemerintah bisa turut membantu dengan menurunkan aparatur negara. Terutama ketika pemilik lahan tak bergerak dan memberikan kepastian.
“Kalau ada pengawalan dari aparat, mungkin bisa lebih cepat prosesnya. Kemudian didukung pemilik lahan juga mau berpikir dewasa karena ini untuk kepentingan bersama. Kalau sudah begitu, saya yakin tidak ada lagi masalah dalam pembangunan ini,” katanya.
Hal yang terpenting lainnya, yakni koordinasi antarlembaga terkait pembangunan tol. Sebab dalam proses pembebasan dan pembangunan tol, tentunya ada pembentukan satgas.
Misalnya perwakilan Kementerian Pekerjaan Umum, pejabat pembuat komitmen(PPK), Badan Pertanahan Nasional (BPN) provinsi dan kabupaten/kota.
“Karena ini kewajiban bersama, jadi tidak akan terlalu berat apabila mampu mengawalnya beramai-ramai. Kadang koordinasi antarlembaga yang menimbulkan hambatan. Makanya mereka harus saling konsentrasi. Saya optimis deadline akan tercapai, tol rampung akhir tahun depan,” tuturnya.
Menurutnya, keberadaan tol nantinya mampu memberikan pengaruh besar untuk warga Kaltim. Mengingat hadirnya jalan alternatif yang membuat transportasi antar dua kota besar di Benua Etam menjadi lebih mudah.
“Kalau kondisi jalan sekarang hanya ada satu-satunya, bayangkan kalau ada pohon tumbang dan sebagainya bisa menyebabkan macet tidak karuan. Jadi jalan hambatan ini mendesak untuk memecah konsentrasi pengguna jalan,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Lembaga Pengawas Jasa Konstruksi (LPJK) Heru Cahyono menyebutkan, pihaknya terus mendukung terkait beragam proyek infrastruktur.
Sebab Kaltim terhitung masih sangat kurang infrastruktur dan membutuhkan pembangunan secepatnya. Menurutnya jika dalam perjalanan ditemukan masalah pembebasan lahan, tentu bukan hal yang mengagetkan.
“Masalah utama untuk setiap pekerjaan konstruksi pasti terkait lahan, tinggal pemilik lahan saling bantu mempercepat proses itu. Dana tidak menjadi masalah di Kaltim karena sudah banyak upaya dalam hal pendanaan,” sebutnya.
Dibandingkan dengan Tol Jawa Tengah, yang sudah mulai 10 tahun lalu, menurutnya progress masih lebih lambat dari pembangunan tol Balikpapan – Samarinda.
Heru menyebutkan, pihaknya berencana dalam waktu dekat segera melakukan kunjungan ke berbagai PSN yang berada di wilayah Kaltim. Termasuk tol Balikpapan – Samarinda.
“Sesuai dengan pesan gubernur, LPJK diminta untuk ikut mengawal dan mengawasi proyek secara teknis konstruksinya. Kami akan lakukan peninjauan untuk lihat seberapa jauh kondisi pembangunan tol,” pungkasnya. (*/gel/riz/k18)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berharap Pembangunan KA Bandara Adi Soemarmo Lancar
Redaktur & Reporter : Soetomo