PSHK Dorong UU yang Melarang Politik Dinasti di Indonesia, Tidak Bisa Lagi Mengandalkan Etik

Sabtu, 25 November 2023 – 07:26 WIB
Pemilu 2024. Ilustrasi. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Violla Reinanda mendorong larangan politik dinasti diatur secara tegas karena potensi bahaya yang ditimbulkan.

Menurut Violla, perlu memperkuat Undang-Undang yang sudah ada karena tidak bisa lagi mengandalkan etik untuk mengunci perilaku elite maupun pejabat negara.

BACA JUGA: Mahasiswa dan Masyarakat Yogya Gelar Mimbar Demokrasi, Sepakat Tolak Politik Dinasti

Namun, dia menyadari tidak mudah untuk menetapkan larangan politik dinasti karena pernah diputus Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kita tidak bisa lagi sekadar mengandalkan etik untuk mengunci perilaku elite politik/pejabat negara, karena terbukti di peristiwa ketatanegaraan akhir-akhir ini, tidak ada sama sekali budaya malu setelah terbukti melanggar etik berat dan hukum di MK,” tegas Violla, Jumat (24/11/2023).

BACA JUGA: Forum Cipayung Kota Medan Sepakat Tolak Praktik Politik Dinasti & Nepotisme

Sebaliknya, aturan hukum yang ada saat ini harus dimaksimalkan menjadi basis pengawasan dan penegakan hukum.

“Misalnya soal-soal pidana pemilu, UU Tipikor, dan UU Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme) untuk memastikan pemilu berjalan secara fair dan bersih,” ujar Violla.

BACA JUGA: BEM Surabaya Protes Keras Putusan MK dan Politik Dinasti Jokowi

Dia juga menyarankan Pemerintah dan DPR segera merumuskan RUU Tentang Benturan Kepentingan yang sudah menjadi rekomendasi dari Tim Percepatan Reformasi Hukum Kemenko Polhukam amanat untuk pemerintahan berikutnya.

Dia berharap UU tersebut dapat mengatur secara lebih komprehensif tentang definisi conflict of interest dalam kandidasi pemilu, politik dinasti serta bagaimana membatasinya, sanksinya, dan lembaga mana yang berwenang dalam penegakan hukum.

“Benturan kepentingan dalam pemerintahan merupakan ancaman serius terhadap integritas, transparansi, dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga pemerintahan. Bahaya utama dari fenomena ini dapat merusak prinsip-prinsip dasar demokrasi,” tegas Violla.

Violla yakin jika Undang-Undang dapat ditetapkan maka akan menjadi alat penting dalam mencegah praktik-praktik yang tidak etis dan memastikan bahwa pejabat negara bertindak dalam kepentingan terbaik masyarakat dan negara, bukan dalam kepentingan diri sendiri atau kelompok tertentu.

Sementara itu, Peneliti Perludem Kahfi Adlan Hafiz menilai adanya hambatan untuk membendung politik dinasti melalui jalur hukum semata.

“Saya kira memang agak sulit melarang politik dinasti melalui pendekatan hukum semata,” tambahnya.

Oleh sebab itu, dia mengungkapkan pentingnya penumbuhan kesadaran etika dalam berpolitik, terutama pada para pejabat negara.

“Tentu yang paling penting hari ini adalah kesadaran etik para pejabat negara untuk menahan keluarganya maju dalam politik,” ujar Kahfi.

Sebab, jika kerabat dan keluarga para pejabat aktif maju dalam pertarungan pemilu, dikhawatirkan ada tindakan favoritisme yang dilakukan demi pemenangan keluarganya.

“Inilah yang saat ini terjadi saat Gibran Rakabuming Raka maju di gelanggang Pilpres 2024, saat sang ayah Joko Widodo masih menjabat Presiden RI,” ujar dia.

“Ini juga potensial terlihat gamblang menjelang masa kampanye ketika putra presiden menjadi cawapres.”(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler