KOTABUMI – Penindasan Yuki Irawan, bos pabrik kuali, terhadap sembilan warga Dusun Kemalaindah, Desa Blambangan, Kecamatan Blambanganpagar, Lampung Utara, sangat mengguncang psikologis para buruh.
Hingga Senin (6/5), mereka mengalami paranoid dan trauma berat. Misyanto (20) saat ditemui Radar Kotabumi (grup Radar Lampung) di kediamannya kemarin mengaku terus terbayang dengan siksaan dan situasi di pabrik tersebut. ’’Walaupun sekarang sudah berada di rumah sendiri, rasa takut dan trauma masih saya rasakan setiap saat,” ujarnya.
Ingatan itu terus melekat dalam pikiran remaja ini, yaitu kondisi tempat tinggal mereka di pabrik dan makanan yang diberikan oleh pemilik pabrik.
Di mana untuk tempat tinggal dan makanan yang diberikan dinilai jauh dari kata layak. Bahkan, menurut Misyanto, hal yang paling menakutkan saat ia dan rekan-rekannya mendapatkan penyiksaan fisik oleh pemilik dan mandor di pabrik tersebut.
Menurut Misyanto, penyiksaan terhadap dirinya beragam. Mulai ditendang, dipukul, dijenturkan ke tembok, hingga disundut dengan api rokok. ’’Saya dipukul dan ditendang waktu menanyakan tentang gaji. Dan yang memukul saya itu orangnya berpakaian seperti brimob lengkap dengan senjata laras panjang,” ungkapnya.
Atas kejadian yang pernah dialaminya itu, Misyanto menuturkan bahwa dirinya lebih baik bekerja sebagai buruh serabutan di kampung halamannya. ’’Saya takut Mas kerja jauh-jauh lagi. Lebih baik saya ikut orang tua saja bekerja sebagai buruh serabutan,” katanya.
Terpisah, Bupati Lampura Drs. Hi. Zainal Abidin, M.M. meminta aparat penegak hukum menindak tegas para pelaku yang telah menyekap dan menganiaya warganya. ’’Kami atas nama pemerintah daerah mengecam tindakan mereka (pelaku, Red),” ujarnya.
Zainal menambahkan, untuk memulihkan trauma psikologis para korban, pemkab melalui Dinas Kesehatan akan membawa mereka untuk dicek di Rumah Sakit Umum Ryacudu, Kotabumi.
Sementara, perbudakan yang dialami pekerja asal Lampura dan Cianjur oleh pemilik pabrik kuali bersama keempat mandornya itu memicu kemarahan buruh.
Puncaknya, aksi solidaritas gabungan buruh di Tangerang kemarin berakhir ricuh. Massa yang semula hanya berorasi terpancing dan menyerbu lokasi pabrik.
Tak puas, mereka merusak pagar rumah pemilik pabrik Yuki Irawan, dan rumah Mursan, kepala Desa (Kades) Lebakwangi. Beruntung, Kades yang tak lain adik ipar bos zalim itu selamat.
Polisi yang berada di lokasi tidak bisa berbuat apa-apa melihat kejadian ini. Ada sekitar enam pagar rumah dan pintu gerbang yang dirobohkan para buruh.’’Penindasan terhadap buruh itu perbuatan biadab. Kita harus singkirkan pengusaha-pengusaha nakal seperti ini. Bagaimana mungkin peristiwa penindasan buruh ini tidak diketahui polisi dan aparat desa. Jangan coba membekingi. Kami buruh akan melawan,” tukas koordinator aksi Dedi Sudrajat ketika melakukan orasi.
Sementara Divisi Advokasi Hukum dan HAM Kontras Syamsul Munir saat melakukan peninjauan kemarin mengungkapkan, pihaknya mendesak agar aparat kepolisian segera mengusut tuntas dugaan keterlibatan oknum aparat dalam kasus ini.
’’Selain itu, kami juga mendesak agar pihak pabrik membayarkan gaji buruh yang tidak dibayar serta mendorong Disnaker untuk menyita aset-aset perusahaan,” kata Syamsul.
Front Pembela Islam (FPI) Banten juga angkat bicara. Mereka menilai kasus di pabrik kuali tersebut merupakan pelanggaran hukum yang sangat besar dan tidak manusiawi.
’’Kami minta aparat kepolisian memproses kasus ini secepat mungkin. Jangan sampai masyarakat yang turun tangan dan melakukan aksi main hakim sendiri,” tegas Habib Muhammad Assegaf.
Terpisah, Kabag Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Agus Rianto membenarkan ada dua oknum yang dituding membekingi perbudakan. Yakni perwira TNI berpangkat sersan mayor berinisial J dan oknum brimob berinisial A. Polres Tangerang selaku penyidik akan melakukan pemanggilan kepada dua aparat berseragam itu.
’’Polri sebagai abdi negara melayani dan melindungi masyarakat. Bagi kami, jika ada anggota Polri yang diduga melakukan pelanggaran hukum, pasti akan diproses. Dan jika terbukti, pasti ditindak sesuai aturan,” tegas Agus kepada Radar Lampung di Jakarta kemarin.
Dia mengaku belum memiliki data dan identitas oknum anggota Polri tersebut. Agus beralasan Mabes Polri sampai saat ini belum menerima laporan dari Polres Tangerang maupun Polda Metro Jaya yang diberikan tugas untuk menangani kasus perbudakan itu.
’’Sampai saat ini saya belum punya datanya. Makanya saya persilakan untuk koordinasi dengan Polda Metro Jaya karena kasus ini mereka yang tangani,” ujarnya.
Terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya AKBP Rikwanto menyatakan akan memanggil kedua oknum anggota tersebut untuk menjalani pemeriksaan guna menelusuri sejauh mana keterlibatan mereka dalam kasus ini. Namun, dia merahasiakan waktu pemeriksaan itu.
’’Hubungan tersangka dengan dua aparat sebatas pertemanan. Kalau pekerja pabrik melihatnya sebagai beking boleh saja, atau kehadiran mereka dimanfaatkan tersangka untuk menakut-nakuti pekerja tanpa sepengetahuan si oknum agar para buruh tidak berbicara adanya praktik perbudakan dengan masyarakat atau pihak polisi,” ujarnya. (kyd/ozy/rnn/jpnn/p2/c1/ary)
Hingga Senin (6/5), mereka mengalami paranoid dan trauma berat. Misyanto (20) saat ditemui Radar Kotabumi (grup Radar Lampung) di kediamannya kemarin mengaku terus terbayang dengan siksaan dan situasi di pabrik tersebut. ’’Walaupun sekarang sudah berada di rumah sendiri, rasa takut dan trauma masih saya rasakan setiap saat,” ujarnya.
Ingatan itu terus melekat dalam pikiran remaja ini, yaitu kondisi tempat tinggal mereka di pabrik dan makanan yang diberikan oleh pemilik pabrik.
Di mana untuk tempat tinggal dan makanan yang diberikan dinilai jauh dari kata layak. Bahkan, menurut Misyanto, hal yang paling menakutkan saat ia dan rekan-rekannya mendapatkan penyiksaan fisik oleh pemilik dan mandor di pabrik tersebut.
Menurut Misyanto, penyiksaan terhadap dirinya beragam. Mulai ditendang, dipukul, dijenturkan ke tembok, hingga disundut dengan api rokok. ’’Saya dipukul dan ditendang waktu menanyakan tentang gaji. Dan yang memukul saya itu orangnya berpakaian seperti brimob lengkap dengan senjata laras panjang,” ungkapnya.
Atas kejadian yang pernah dialaminya itu, Misyanto menuturkan bahwa dirinya lebih baik bekerja sebagai buruh serabutan di kampung halamannya. ’’Saya takut Mas kerja jauh-jauh lagi. Lebih baik saya ikut orang tua saja bekerja sebagai buruh serabutan,” katanya.
Terpisah, Bupati Lampura Drs. Hi. Zainal Abidin, M.M. meminta aparat penegak hukum menindak tegas para pelaku yang telah menyekap dan menganiaya warganya. ’’Kami atas nama pemerintah daerah mengecam tindakan mereka (pelaku, Red),” ujarnya.
Zainal menambahkan, untuk memulihkan trauma psikologis para korban, pemkab melalui Dinas Kesehatan akan membawa mereka untuk dicek di Rumah Sakit Umum Ryacudu, Kotabumi.
Sementara, perbudakan yang dialami pekerja asal Lampura dan Cianjur oleh pemilik pabrik kuali bersama keempat mandornya itu memicu kemarahan buruh.
Puncaknya, aksi solidaritas gabungan buruh di Tangerang kemarin berakhir ricuh. Massa yang semula hanya berorasi terpancing dan menyerbu lokasi pabrik.
Tak puas, mereka merusak pagar rumah pemilik pabrik Yuki Irawan, dan rumah Mursan, kepala Desa (Kades) Lebakwangi. Beruntung, Kades yang tak lain adik ipar bos zalim itu selamat.
Polisi yang berada di lokasi tidak bisa berbuat apa-apa melihat kejadian ini. Ada sekitar enam pagar rumah dan pintu gerbang yang dirobohkan para buruh.’’Penindasan terhadap buruh itu perbuatan biadab. Kita harus singkirkan pengusaha-pengusaha nakal seperti ini. Bagaimana mungkin peristiwa penindasan buruh ini tidak diketahui polisi dan aparat desa. Jangan coba membekingi. Kami buruh akan melawan,” tukas koordinator aksi Dedi Sudrajat ketika melakukan orasi.
Sementara Divisi Advokasi Hukum dan HAM Kontras Syamsul Munir saat melakukan peninjauan kemarin mengungkapkan, pihaknya mendesak agar aparat kepolisian segera mengusut tuntas dugaan keterlibatan oknum aparat dalam kasus ini.
’’Selain itu, kami juga mendesak agar pihak pabrik membayarkan gaji buruh yang tidak dibayar serta mendorong Disnaker untuk menyita aset-aset perusahaan,” kata Syamsul.
Front Pembela Islam (FPI) Banten juga angkat bicara. Mereka menilai kasus di pabrik kuali tersebut merupakan pelanggaran hukum yang sangat besar dan tidak manusiawi.
’’Kami minta aparat kepolisian memproses kasus ini secepat mungkin. Jangan sampai masyarakat yang turun tangan dan melakukan aksi main hakim sendiri,” tegas Habib Muhammad Assegaf.
Terpisah, Kabag Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Agus Rianto membenarkan ada dua oknum yang dituding membekingi perbudakan. Yakni perwira TNI berpangkat sersan mayor berinisial J dan oknum brimob berinisial A. Polres Tangerang selaku penyidik akan melakukan pemanggilan kepada dua aparat berseragam itu.
’’Polri sebagai abdi negara melayani dan melindungi masyarakat. Bagi kami, jika ada anggota Polri yang diduga melakukan pelanggaran hukum, pasti akan diproses. Dan jika terbukti, pasti ditindak sesuai aturan,” tegas Agus kepada Radar Lampung di Jakarta kemarin.
Dia mengaku belum memiliki data dan identitas oknum anggota Polri tersebut. Agus beralasan Mabes Polri sampai saat ini belum menerima laporan dari Polres Tangerang maupun Polda Metro Jaya yang diberikan tugas untuk menangani kasus perbudakan itu.
’’Sampai saat ini saya belum punya datanya. Makanya saya persilakan untuk koordinasi dengan Polda Metro Jaya karena kasus ini mereka yang tangani,” ujarnya.
Terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya AKBP Rikwanto menyatakan akan memanggil kedua oknum anggota tersebut untuk menjalani pemeriksaan guna menelusuri sejauh mana keterlibatan mereka dalam kasus ini. Namun, dia merahasiakan waktu pemeriksaan itu.
’’Hubungan tersangka dengan dua aparat sebatas pertemanan. Kalau pekerja pabrik melihatnya sebagai beking boleh saja, atau kehadiran mereka dimanfaatkan tersangka untuk menakut-nakuti pekerja tanpa sepengetahuan si oknum agar para buruh tidak berbicara adanya praktik perbudakan dengan masyarakat atau pihak polisi,” ujarnya. (kyd/ozy/rnn/jpnn/p2/c1/ary)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dewan Desak SBY Kembalikan Gelar Bangsawan Inggris
Redaktur : Tim Redaksi