PSSI dan Korporatisme Negara

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Jumat, 17 Februari 2023 – 21:45 WIB
Ketua Umum PSSI terpilih Erick Thohir (tengah) memberikan keterangan pers dalam Kongres Luar Biasa Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (KLB PSSI) 2023 di Jakarta, Kamis (16/2/2023). Foto: ANTARA/Aprillio Akbar/nym

jpnn.com - Erick Thohir terpilih sebagai ketua umum PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) dalam kongres luar biasa di Jakarta (16/2).

Erick mengalahkan La Nyalla Mattalitti dengan perolehan suara 64.

BACA JUGA: Elektabilitas Erick Thohir Diprediksi Bakal Meroket PascaTerpilih Ketum PSSI

La Nyalla memperoleh 22 suara.

Terpilihnya Erick sudah diprediksi jauh-jauh hari.

BACA JUGA: Kiai NU Yakin Erick Thohir Bisa Hilangkan Praktik Sogok di Sepak bola Indonesia

Sebab, Erick dianggap mempunyai resource yang besar untuk memimpin PSSI.

Terpilihnya Erick makin meneguhkan pandangan bahwa PSSI sudah menjadi bagian dari korporatisme negara.

BACA JUGA: Jadi Ketum PSSI, Erick Thohir Tajir Melintir, Punya Kekayaan Sebegini

Erick menjabat sebagai menteri BUMN dan dikenal sebagai salah satu orang dekat Presiden Jokowi.

Masuknya Erick ke PSSI tentu atas izin dan restu Jokowi dan ada misi khusus yang diemban oleh Erick.

Sebagai organisasi yang mengurusi olahraga paling populer di Indonesia, PSSI seharusnya bisa mandiri dan bebas dari pengaruh negara.

Akan tetapi, dalam praktiknya PSSI selalu bergantung kepada negara.

Figur-figur yang memimpin PSSI selalu datang dari figur negara, terutama menteri.

Di era Orde Baru, PSSI dipimpin figur-figur negara termasuk menteri, seperti Azwar Anas.

Di era reformasi PSSI juga tetap mengandalkan figur kuat seperti Edy Rahmayadi dan Mochamad Iriawan.

Tradisi itu berlanjut dengan terpilihnya Erick Thohir.

Inilah yang makin meneguhkan pandangan bahwa PSSI sudah terkooptasi oleh negara dan menjadi bagian dari korporatisme negara.

Korporatisme adalah teori dan praktik pengorganisasian masyarakat menjadi sebuah korporasi yang tunduk kepada negara.

Korporatisme lazim terjadi dalam sistem yang tidak demokratis seperti rezim fasisme Hitler Jerman dan Mussolini di Italia.

Dalam sistem yang demokratis organisasi kemasyarakatan adalah bagian dari civil society yang mandiri dan bebas dari pengaruh kekuasaan.

Masyarakat sipil yang mandiri ini akan membuat posisi masyarakat cukup kuat, atau setidaknya seimbang, vis a vis pemerintah.

Civil society yang sehat akan menjadi basis yang kokoh bagi demokrasi yang sehat.

Negara yang terlalu kuat akan mendominasi civil society dan melahirkan ketergantungan masyarakat sipil terhadap negara.

Dengan kondisi seperti ini pemerintah bisa mendiktekan kehedaknya terhadap masyarakat sipil.

Hal ini memunculkan relasi kuasa yang jomplang sehingga kontrol terhadap pemerintah lemah.

Kontrol masyarakat sipil yang lemah ini membuat pemerintah makin dominan, dan pada akhirnya demokrasi tidak berjalan dengan sehat.

Di negara-negara demokrasi yang sudah matang, asosiasi-asosiasi masyarakat, dalam bentuk berbagai organisasi kemasyarakatan, menjadi kekuatan yang mandiri yang membuat posisi masyarakat lebih kuat di mata pemerintah.

Di negara-negara yang pengelolaan olahraganya sudah maju peran pemerintah hanya sebatas membuat regulasi dan melakukan pengawasan.

Pemerintah tidak campur tangan dalam pengelolaan organisasi olahraga secara langsung.

Di negara-negara Eropa, tidak akan ada menteri BUMN yang menjadi ketua federasi sepak bola.

Juga, tidak ada menteri pemuda dan olahraga yang menjadi pengurus federasi olahraga.

Masuknya Erick Thohir dan Zainudin Amali sebagai ketua umum dan wakil ketua umum PSSI menunjukkan syahwat pemerintah yang besar untuk mengontrol sepak bola di Indonesia.

Erick dan Zainudin memang menjadi darah baru di PSSI, tetapi anggota ‘’kabinet’’ yang terpilih nyaris tidak ada darah baru yang signifikan.

Orang-orang lama masih mendominasi anggota komite eksekutif (exco) yang bakal mendampingi Erick Thohir.

Sumber penyakit menahun yang merusak PSSI adalah terjadinya konflik kepentingan antara pengurus PSSI dan para pemilik dan pengelola klub.

Selama ini PSSI tidak bisa tegas terhadap konflik kepentingan ini.

Sebagian besar anggota komite eksekutif—kalau tidak semuanya—punya kepentingan pribadi terhadap klub yang berkompetisi di lingkungan PSSI.

Sebagian anggota komite eksekutif di kabinet Erick sekarang ini adalah pemilik klub.

Dari daftar anggota exco yang terpilih, bisa disimpulkan bahwa Erick tidak bisa lepas dari jaringan lama.

Separuh dari anggota exco adalah stok lama.

Salah satu rekomendasi dari tim independen yang dibentuk menyusul tragedi Kanjuruhan adalah agar ketua PSSI dan semua anggota exco mengundurkan diri.

Akan tetapi, dalam praktiknya, hanya Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan dan Wakil Ketua Iwan Budianto yang mundur.

Anggota-anggita exco lama semua maju kembali, meskipun tidak semuanya terpilih lagi.

Inilah yang menjadi sorotan para aktivis sepak bola di Indonesia.

Selama ini, pola pergantian kepemimpinan di PSSI selalu sama saja.

Ketua umum PSSI berganti, tetapi pengurus-pengurus lama tetap bercokol.

Itulah yang membuat Edy Rahmayadi terjungkal dari posisi ketua umum.

Itu pula yang membuat Mochamad Iriawan terlempar dari kursi ketua umum.

Erick Thohir sudah punya pengalaman dalam mengelola organisasi sepak bola profesional.

Hal itu tidak diragukan.

Kiprahnya di klub Seri A Italia Inter Milan menjadi prestasi yang membanggakan bagi Indonesia.

Hubungannya yang baik dengan Presiden FIFA Gianni Infantino menjadi nilai tambah yang menguntungkan.

Erick punya pengalaman menjadi event organizer olahraga yang sukses ketika menjadi ketua panitia Asian Games Jakarta 2018.

Karena itu, perhelatan Piala Dunia U-20 di Indonesia tahun ini bisa dipastikan akan menjadi pertunjukan yang extravaganza di tangan Erick Thohir.

Soal prestasi di lapangan itu hal lain.

Yang penting, penyelenggaraan meriah dan sukses, dan Erick mendapat kredit untuk sukses itu.

Publik sepak bola menunggu apakah Erick bisa mengakhiri puasa gelar di level Asia Tenggara yang sudah dialami Indonesia selama 30 tahun lebih.

Kali terakhir Indonesia juara Sea Games pada 1991 di Manila.

Sampai sekarang Indonesia belum pernah memenangkan Piala AFF yang menjadi lambang supremasi sepak bola Asia Tenggara.

Erick sedang berjudi dengan reputasinya.

Kalau dia sukses dengan PSSI, maka dia akan punya modal tambahan yang penting untuk maju ke kontestasi Pemilihan Presiden 2024.

Akan tetapi, kalau dia tidak bisa membawa perubahan di PSSI, maka reputasinya akan tercoreng.

Erick pasti sudah paham risiko itu. (**)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler