JAKARTA - Kekalahan telak 10-0 timnas kita dari Bahrain merupakan momen terkelam dalam sejarah sepakbola tanah air. Egoisme pengurus PSSI yang melarang pemain ISL masuk timnas dianggap sebagai penyebab utamanya. Pengurus PSSI dinilai telah melecehkan harga diri bangsa dengan mengirim tim kelas dua ke ajang sepakbola resmi dunia. Egoisme pribadi atau kelompok tidak seharusnya mengalahkan kepentingan bangsa dan negara.
Ketua Umum PSSI Djohar Arifin Husin-lah yang dinilai yang mengukir sejarah. Sayangnya, sejarah itu merupakan sejarah kelam. Mantan stoper Timnas Indonesia, Hamka Hamzah, menilai semua hal teknis yang dilakukan oleh PSSI merupakan pembohongan publik.
"Masyarakat itu tidak bisa dibohongi soal Timnas, walaupun PSSI tukang bohong," ujar Hamka Hamzah ketika ditemui wartawan di lorong pemain Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta.
Mantan kapten Timnas Indonesia itu mengatakan, pihak manapun jangan menyalahkan pemain dengan kekalahan yang memalukan tersebut. Kekalahan terbesar sepanjang sejarah Timnas itu merupakan kesalahan pengurus PSSI yang memilih pemain tidak obyektif akibat berbagai kepentingan yang terjadi di sepak bola Indonesia.
"Saya sedih karena banyak pemain yang di ISL (Indonesia Super League) sebenarnya layak. Firman utina masih bisa kenapa enggak dipanggil? Safee Sali (pemain Malaysia yang main di ISL, Red) saja dipanggil membela Timnas. Masak pemain kita di ISL gak bisa?" tanya stoper tim bertabur bintang Mitra Kukar ini kesal.
Jika logika PSSI benar, semestinya Safee Sali yang bermain di ISL dilarang FIFA saat membela timnasnya bertanding. Namun, nyatanya Safee tidak dilarang. Artinya, PSSI dinilai serta merta melarang pemain ISL memperkuat Timnas hanya karena dendam pribadi. Dendam yang belakangan ditebus oleh sejarah memalukan sepanjang masa setelah dihajar Bahrain.
Seperti diketahui, PSSI tidak satupun memanggil pemain Timnas yang berasal dari kompetisi ISL. Padahal, Timnas yang bermain di ISL merupakan materi pemain kelas wahid di Indonesia. Nama-nama seperti Bambang Pamungkas, Cristian Gonzales, Firman Utina merupakan pemain-pemain ISL yang masih layak dipanggil.
Demikian juga Hamka Hamzah. Kekalahan paling besar Indonesia itu terjadi pada tahun 1974 saat dihantam Denmark dengan skor 9-0.
Kekecewaan serupa juga terlontar dari Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng. Menteri berkumis itu menyesalkan kenapa kekalahan memalukan itu bisa terjadi. Kata Andi, hasil buruk itu berakar dari konflik di tubuh PSSI yang tak berkesudahan. "Ini hasilnya kalau pengurus ribut terus, seharusnya semua mendahulukan kepentingan sepak bola nasional," katanya kepada wartawan kemarin.
Andi menilai, kualitas timnas yang menurun drastis dibanding laga-laga sebelumnya disebabkan sikap egoisme PSSI yang membuat kompetisi menjadi terbelah. Akibatnya, pemain-pemain yang bermain di liga yang dianggap ilegal oleh PSSI tak boleh diturunkan.
Pernyataan mantan juru bicara kepresidenan tersebut memang cukup beralasan. Semenjak PSSI memutuskan hanya memanggil pemain yang tampil di Indonesia Premier League (IPL) dan melarang pemaian ISL memperkuat timnas, pesimisme pun muncul. (lis)
BACA ARTIKEL LAINNYA... FIFA Investigasi Kemenangan Bahrain
Redaktur : Tim Redaksi